tirto.id - Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas menuturkan, pada Agustus mendatang diperkirakan produksi padi akan mengalami penurunan hingga 5%. Sehingga, hal tersebut membuat harga beras di Indonesia mengalami kenaikan.
“Nanti sekitar bulan Agustus, baru akhir Agustus masuk El Nino atau musim kemarau berkepanjangan. Nah, iklim kemarau berkepanjangan ini berpengaruh terhadap apa? ya memang hampir semua tanaman akan terpengaruh terutama padi,” tutur Andreas saat dihubungi Tirto, Jakarta, Minggu (21/5/2023).
“Dan padi kan kebutuhan airnya sangat besar sehingga perkiraan saya produksi padi tahun ini akan menurun sekitar 5% lalu akan tetap berlanjut hingga ke tahun 2024 nanti, dan kemungkinan tahun 2024 juga produksi padi akan turun. Kemudian, harga beras kemungkinan naik itu ada,” tambahnya.
Andreas menambahkan, naiknya harga beras tersebut tidak hanya disebabkan El Nino saja, tetapi tergantung dari pemerintah bagaimana menjaga ketersediaan stoknya, dan juga bagaimana ketahanan stok beras tersebut di masyarakat.
“Tergantung stoknya, stok pemerintah bagaimana, stok yang ada di masyarakat bagaimana. Kalau stok di masyarakat jika dipertahankan memadai, ya tidak akan tinggi juga kenaikan harganya,” ujarnya.
Sebaliknya, jika stok beras pemerintah rendah tidak mampu melakukan intervensi, kemudian stok beras di masyarakat juga rendah, otomatis akan terjadi kenaikan harga yang relatif tinggi.
Sementara itu, Pemerintah tengah mewanti-wanti dampak buruk yang terjadi dari cuaca ekstrem atau yang disebut dengan El Nino. Fenomena El Nino akan membawa suhu menjadi tinggi sehingga membuat cuaca menjadi lebih kering.
Akibatnya, ketika kekeringan panjang terjadi bisa mempengaruhi kondisi pasokan pangan serta membuat harganya kian naik di pasar-pasar tradisional.
Pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan, di level usaha tani Kementerian Pertanian (Kementan) harus mempercepat tanam sebagai antisipasi jauh-jauh hari. Antara lain dengan menyiapkan benih berumur genjah dan tahan kering, pompanisasi dan lain-lain.
"Harapannya, saat El Nino benar-benar mencapai puncak, petani sudah panen dan tak gagal panen," kata dia kepada reporter Tirto, Sabtu (20/5/2023).
Pada saat yang sama, lanjut dia, harus disiapkan sarana produksi yang cukup, seperti pupuk, benih dan lain-lain. Di bawah koordinasi Badan Pangan Nasional (Bapanas), pemerintah juga harus memastikan stok setidaknya 11 komoditas pangan cukup.
"Untuk komoditas yang masih impor harus dipastikan izin impor lancar, demikian pula pelaksanaan impornya," katanya.
Dengan cara itu, dirinya meyakini pasokan tetap bisa dijaga dan harga juga bisa dipastikan tidak naik. Apalagi Bapanas sendiri juga sudah menugaskan pada Bulog dan ID Food untuk mengelola cadangan pangan berbagai komoditas.
Selain itu, Guru Besar Pertanian Universitas Padjajaran (Unpad), Tualar Simarmata menyarankan pemerintah pusat dan daerah segera melakukan pemetaan potensi masalah. Dengan demikian, pemerintah bisa segera mencari solusi bersama.
"Yang pasti petani itu berkaitan dengan air, bagaimana caranya supaya tanaman tidak kekeringan, itu mungkin yang bisa diantisipasi. Jadi sekarang dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah harus membuat pemetaan, dimana saja lokasi yang akan terdampak," katanya.
Setelah adanya pemetaan tersebut, pemerintah bisa segera mencari solusi terbaik. Termasuk dengan menggunakan teknologi yang tepat guna, misalnya, dengan pompa air atau teknik irigasi tertentu.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Anggun P Situmorang