Menuju konten utama

Preview MU-Liverpool: Yang Mesti Dilakukan Solskjaer

Duel panas antara Manchester United dan Liverpool akan terjadi di Old Trafford akhir pekan nanti. Sebagai tuan rumah, United tentu tidak ingin kejadian di Anfield pada 16 Desember 2018 kembali terulang.

Preview MU-Liverpool: Yang Mesti Dilakukan Solskjaer
Manajer Manchester United Ole Gunnar Solskjaer bertepuk tangan saat merayakan kemenangannya melawan Cardiff City setelah pertandingan Liga Premier Inggris antara Cardiff City dan Manchester United di Stadion Cardiff City di Cardiff, Wales, Sabtu 22 Desember 2018. AP PHOTO / Jon Super

tirto.id - Pendukung Manchester United hanya bisa mengelus dada ada 16 Desember 2018. Di mana pun mereka berada, pemandangan yang terjadi di Anfield, markas Liverpool, sungguh tidak mengenakkan: United dihajar 3-1 oleh Liverpool.

Bagi pendukung United, hasil akhir pertandingan itu jelas bukan satu-satunya persoalan. Kala itu mereka bukan cuma hanya kalah, tapi juga dipermainkan.

Pertandingan di Anfield itu berlangsung tidak imbang, seperti seorang petinju kelas bulu melawan juara tinju kelas berat. Setiap bola berada di kaki pemain Liverpool, teror mengerikan seperti akan segera menghampiri David de Gea. Sebaliknya, saat bola berada di kaki pemain-pemain United, bola itu akan segera hilang, kembali menjadi milik kaki-kaki rancak pemain Liverpool.

Di tengah pertandingan itu, ekspresi Sir Alex Ferguson, mantan pelatih United, membikin fans United semakin sedih. Beberapa kali disorot kamera, tatapan Fergie kosong. Ia tampak tua dan rapuh seakan kekalahan itu membuat usianya langsung meningkat dalam sekejap.

Bagaimana dengan Jose Mourinho? Di pinggir lapangan,dia hanya bisa menunduk. Permainan Liverpool benar-benar menguapkan rasa percaya dirinya. Beberapa hari setelah pertandingan itu, ia dipecat dari kursi pelatih.

Keduanya akan kembali bersua hari ini (24/2/19). Para penggemar Setan Merah, tentu saja, tak ingin kejadian serupa terulang.

Ole Gunnar Solskjaer, pelatih baru United, tahu harapan itu membumbung tinggi. Pelatih yang membuat United tak pernah kalah dalam sembilan pertandingan itu pun berjanji: ”kami ingin membangun tim ini sehingga layak menjadi bagian sejarah. Dan ini--mengalahkan Liverpool--akan menjadi langkah selanjutnya.”

Namun mengalahkan Liverpool tentu bukan persoalan mudah. Bagaimana jalan Solksjaer untuk membuktikan janjinya itu?

Memainkan Formasi 4-4-2 Berlian

Di bawah asuhan Solskjaer, sejauh ini United sudah tiga kali mengalahkan tim besar: Tottenham Hotspur (1-0), Arsenal (3-1), dan Chelsea (2-0). Dalam tiga pertandingan itu, United menggunakan formasi yang sama: 4-4-2 berlian.

Formasi tersebut kemungkinan besar akan kembali diterapkan. Jika Lingard belum bisa tampil, posisi nomor 10 bisa kembali ditempati oleh Juan Mata yang tampil bagus saat menghadapi Chelsea. Di depan, jika Martial juga belum pulih betul, duet Marcus Rashford dan Romelu Lukaku juga bisa kembali diandalkan.

Karena 4-4-2 berlian cenderung menyempit, formasi ini memang tidak sepenuhnya menguntungkan United. Saat duet full-back Liverpool Andrew Robertson dan Trent Alexander-Arnold maju ke depan, sisi lapangan pertahanan United bisa dieksploitasi. Namun Solkjaer bisa mengakalinya.

Selain memainkan Ander Herrera dan Paul Pogba lebih dalam untuk membantu duet full-back United dalam bertahan, saat bertahan Solskjaer juga bisa membuat Rahsford dan Lukaku bermain melebar. Mereka bisa mengincar ruang yang ditinggalkan Arnold maupun Robertson, dan United memiliki kesempatan mengincar serangan cepat melalui keduanya.

Duet full-back United Harus Hati-Hati dalam Menyerang

Tengah pekan lalu, pada leg pertama babak 16 besar Liga Champions, Bayern Munich berhasil menahan Liverpool 0-0 di Anfield. Kala itu duet full-back Munich, David Alaba dan Joshua Kimmich, adalah salah satu kunci rapatnya pertahanan anak asuh Niko Kovač tersebut.

Pendekatannya: dua full-back itu jarang maju ke depan, membuat pemain-pemain Liverpool kesulitan mengoper bola di belakang keduanya.

Menurut catatan Whoscored, dalam pertandingan itu Kimmich berhasil melakukan tiga kali tekel sukses dan dua kali intercept, sementara Alaba dua kali intercept. Karena peran mereka itulah Sadio Mané dan Mo Salah, dua penyerang sayap Liverpool, tidak mampu berbuat banyak sepanjang pertandingan.

Apa yang dilakukan duet full-back Muenchen tersebut bisa diterapkan duet full-back United, yang kemungkinan akan ditempati oleh Ashley Young serta Luke Shaw.

Mengeksploitasi Trent Alexander-Arnold

“Aku masih menggunakannya sebagai pembelajaran,” kata Trent Alexander-Arnold kepada The Times. “Itu adalah hal terbaik yang bisa dilakukan. Untuk melihat pertandingan sulit yang pernah Anda jalani, sebuah pertandingan yang benar-benar berat, aku hanya bisa mempelajari apa kesalahanku dan meningkatkan apa yang sudah aku lakukan dengan baik.”

Pada Maret 2018 lalu, saat Liverpool kalah dari United 2-1 di Old Trafford, Arnold benar-benar tak tahu bagaimana caranya menghentikan Marcus Rashford. Arnold terus dipermainkan saat berhadapan satu lawan satu dengan pemain muda itu.

Parahnya, dua gol Rashford dalam pertandingan itu terjadi karena ketidakbecusan Arnlod dalam menghentikan laju Rashford.

Di Old Trafford nanti, Arnold tentu tak mau hal itu terulang. Meski begitu, sekali lagi, United sepertinya akan menjadikan sisi pertahanan Liverpool yang dijaga Arnold sebagai santapan. Maka ada kemungkinan bahwa Rashford, yang biasanya bergerak di sisi kanan, akan lebih sering bergerak di kiri, bertukar tempat dengan Lukaku.

Dan untuk mendukung kinerja Rashford tersebut, karena Luke Shaw kemungkinan sibuk dalam bertahan, United akan mengandalkan Paul Pogba.

Roberto Firmino adalah pemain Liverpool Paling Berbahaya

Di Premier League, hampir separuh gol yang dibuat Liverpool terjadi karena pergerakan Sadio Mane dan Mo Salah. Dua pemain itu sudah berkontribusi dalam 37 gol (29 gol dan 8 assist) dari total 59 gol. Meski begitu, dua pemain itu tentu tak bisa bermain sebagus itu tanpa peran ciamik dari Roberto Firmino.

Sering bermain sebagai false nine, Firmino acap bergerak cerdik: turun ke tengah lapangan atau bergerak ke sisi lapangan untuk membuka ruang bagi Salah maupun Mane.

Yang menarik, setelah mencatatkan trigol ke gawang Arsenal pada 29 Desember 2018 lalu, Firmino seakan hilang ditelan bumi. Dalam delapan pertandingan terakhir Liverpool di semua ajang, ia hanya mencetak dua gol dan satu assist. Dampaknya lantas berimbas ke permainan Liverpool secara keseluruhan: Liverpool hanya menang tiga kali, imbang tiga kali, dan kalah dua kali.

Dalam pertandingan-pertandingan itu, banyak yang menilai penampilan Firmino mengalami penurunan. Namun anggapan itu tak sepenuhnya benar. Bagaimana jika penampilan buruk Firmino itu terjadi karena perhatian khusus dari tim lawan?

Setidaknya apa yang dilakukan Bayern Munich bisa menjadi acuan.

Dalam pertandingan itu, terutama oleh gelandang bertahan Javi Martínez, Firmino tidak dibiarkan bergerak bebas. Martínez nyaris tak pernah kalah dalam duel satu lawan satu. Dia juga cukup cerdik membatasi pergerakan Firmino di area berbahaya.

Selain itu, Martínez juga beberapa kali menghentikan umpan-umpan Firmino yang bisa mengancam pertahanan timnya. Enam dari intercept yang dilakukan gelandang asal Basque tersebut sebagian besar berasal dari percobaan umpan yang dilakukan oleh Firmino.

Kemudian, apakah Nemanja Matić, gelandang bertahan United, bisa melakukan tugas serupa? Yang jelas, bisa tidaknya Matić dalam menghentikan Firmino akan sangat menentukan hasil pertandingan nanti.

Baca juga artikel terkait LIGA INGGRIS atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Rio Apinino