tirto.id - Era Edy Rahmayadi sebagai ketua umum PSSI akhirnya berakhir pada Minggu (20/1/2019). Selama hampir tiga tahun di bawah kepemimpinan Edy, prestasi timnas senior Indonesia tampak menurun, dari finalis Piala AFF 2016 menuju peringkat empat penyisihan grup turnamen yang sama tahun lalu.
Edy Rahmayadi menjadi ketua umum PSSI sejak 10 November 2016. Ia menang mutlak dalam pemilihan ketua umum yang digelar di Kongres PSSI 2016. Edy mengumpulkan 76 suara, meninggalkan Moeldoko (23 suara) dan Edy Rumpoko (1 suara).
Sebulan berselang sejak Edy memimpin PSSI, tim nasional senior Indonesia berhasil menembus final Piala AFF 2016. Namun, berhadapan dengan Thailand, meski sempat unggul 2-1 di leg pertama, Garuda gagal meraih gelar perdana turnamen antarnegara Asia Tenggara tersebut.
Pasalnya, di leg kedua, dua gol Siroch Chathong membuat The War Elephants menang 2-0 dan membalikkan agregat 3-2. Usai kejadian tersebut, Edy mengungkap, PSSI bakal membuat timnas memiliki persiapan matang dan terprogram.
"Kita tetap puas dengan hasil ini. Kedepan kita harus lebih baik yang dimulai dengan persiapan yang matang dan terprogram dengan baik," kata sang ketua umum dikutip Antara.
Langkah PSSI di bawah Edy untuk memperbaiki prestasi kemudian diwujudkan dengan kedatangan Luis Milla. PSSI mengontrak sang pelatih asal Spanyol tersebut selama dua tahun.
Menuju SEA Games 2017, PSSI membebani timnas U-23 dengan target gelar juara. Dikutip Antara(19/8/2018), Edy berkata, "Kita ngomong juara itu, karena kita sudah berlatih dari tanggal 2 Februari yang lalu, telah lakukan talent scouting. Jadi, pemain-pemain saat ini adalah pemain yang terbaik yang ada di Indonesia."
Namun, Timnas U-23 tidak mendapatkan medali emas. Mereka bahkan hanya bisa meraih medali perunggu, setelah memenangi perebutan tempat ketiga jumpa Myanmar. Langkah Garuda Muda ke final terhenti oleh tuan rumah Malaysia.
Berbicara sepak bola Asian Games 2018, sejak awal, Edy menyebut, target Indonesia adalah semifinal. Target tersebut tergolong cukup jauh, meski di ajang tersebut Indonesia berstatus tuan rumah. Pada akhirnya, timnas U-23 asuhan Luis Milla hanya bisa melangkah ke babak 16 besar, terhenti oleh Uni Emirat Arab.
Di Piala AFF 2018, timnas senior tampil buruk. Sebelum turnamen digelar, kontrak Luis Milla tidak diperpanjang. Sebagai ganti, Bima Sakti ditunjuk sebagai pelatih. Namun, hasilnya mengecewakan.
Timnas senior bukan cuma gagal lolos ke semifinal, tetapi juga hanya duduk di peringkat keempat klasemen Grup B. Garuda ada di bawah Thailand, Filipina, dan Singapura. Hanya memiliki 4 poin, timnas juga cuma bisa di atas Timor Leste yang selalu kalah dalam empat laga.
Namun, Edy Rahmayadi justru mengeluarkan pernyataan kontroversial usai kejadian tersebut. Dilansir Kompas TV (21/11/2018), sang ketua umum berkata, "Wartawannya harus baik. Kalau wartawannya baik. Timnasnya juga baik."
Terhenti Sebelum ke Piala Dunia U-20
Di level yunior, prestasi tim nasional Indonesia era Edy Rahmayadi layak diacungi jempol. Timnas U-16 untuk pertama kalinya berhasil juara AFF Youth Championship pada 2018. Sementara di level AFC Youth Championship untuk usia mereka, Timnas U-16 menembus perempat final.
Sementara itu, Timnas U-19 dalam dua tahun beruntun pada 2017 dan 2018 selalu finis di urutan ketiga AFF Youth Championship kategori umur mereka. Di level Asia, Garuda Nusantara mampu bergerak ke perempat final. Mimpi mereka lolos ke Piala Dunia U-20 tahun ini, dihentikan Jepang.
Masalah Pengaturan Skor Jadi Alasan
Meski di level senior, pencapaian timnas Indonesia masih di bawah target yang dicetuskan PSSI, Edy Rahmayadi sendiri, ketika menyatakan mundur, lebih menyorot skandal pengaturan skor sebagai alasan.
"Sudah dilarang mengatur skor, terjadi pengaturan skor. Ada perkelahian juga. Itu kan berarti saya gagal. Jangan sampai karena satu atau dua orang PSSI terganggu. Mari kita doakan pemimpin berikutnya lebih jaya," tutur Edy dikutip Antara.
Editor: Fitra Firdaus