Menuju konten utama

Presiden Tak Berkomentar Soal Fatwa Terkait Status Ahok

Mendagri Tjahjo Kumolo mengungkapkan bahwa surat dari MA tersebut menyatakan tidak berpendapat apa-apa karena masih dalam proses gugatan di pengadilan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Presiden Tak Berkomentar Soal Fatwa Terkait Status Ahok
Presiden Joko Widodo (Jokowi). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak berkomentar terkait dengan surat balasan dari Mahkamah Agung (MA) terkait permintaan Fatwa tentang status Gubernur DKI Jakarta Basuki Thahaja Purnama (Ahok), hal tersebut diungkap oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

"Sudah. Beliau tidak komentar," kata Tjahjo Kumolo saat di Kantor Presiden Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa (21/2/2017).

Lebih lanjut Tjahjo mengungkapkan bahwa surat dari MA tersebut menyatakan tidak berpendapat apa-apa karena masih dalam proses gugatan di pengadilan.

Mendagri menyatakan bahwa Pasal 83 Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah masih multitafsir sehingga menimbulkan perbedaan pendapat.

"Dia terdakwa tapi diancam hukuman 4 tahun, ya tidak saya berhentikan, maka itu saya menunggu sampai proses hukum akan dilalui," kata Tjahjo.

Mendagri mengatakan hal ini juga pernah terjadi pada pemimpin-pemimpin sebelumnya, misalnya seperti yang dilakukan Gubernur Gorontalo Rusli Habibie terdakwa atas dugaan penghinaan terhadap Kabareskrim Komjen Pol Budi Waseso yang juga tidak diberhentikan.

"Selama 2 tahun jadi menteri sudah banyak saya lakukan ke kepala daerah. Kalau KPK kan lima tahun, sudah pasti ketika terdakwa saya berhentikan. Ini baru ada dua kasus, Gorontalo dan Pak Ahok," ungkap Tjahjo.

Dia mengatakan, apa yang terjadi pada Gubernur Gorontalo dan Gubernur DKI, yakni dua kepala daerah yang dijadikan tedakwa namun bukan tersandung kasus korupsi sehingga tidak bisa diberhentikan karena ada multitafsir menurut hukum.

Mendagri juga tidak mau keputusannya itu menimbulkan masalah dan kegaduhan, namun Pasal 83 UU Pemda tersebut diakuinya masih multitafsir dan keputusan politik itu tidak hanya berdasarkan hukum.

"Ada pertimbangan hukum, filosofis, sosiologis, ada mencermati gelagat perkembangan dan dinamika," kata Tjahjo.

Sebelumnya, Mahkamah Agung menyatakan tidak dapat memberikan fatwa terkait dengan masalah penonaktifan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang menuai pro dan kontra karena kini berstatus terdakwa. Hal itu disampaikan oleh Ketua MA Hatta Ali kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo melalui keterangan tertulisnya.

"Oleh karena masalah yang dimintakan pendapat hukum (fatwa) termasuk beleid dan sudah ada gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara, maka Mahkamah Agung tidak dapat memberikan pendapat hukum (fatwa)," tulis MA dalam suratnya, seperti disampaikan Mendagri Tjahjo Kumolo kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (21/2).

Sebelumnya publik mendesak Mendagri untuk memberhentikan Ahok karena yang bersangkutan telah ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus dugaan penistaan agama.

Namun hingga saat ini Mendagri belum bisa menonaktifkan Ahok karena sebagaimana tertera dalam Pasal 83 UU tentang Pemda diatur pemberhentian sementara dapat dilakukan jika kepala daerah tersebut dituntut hukuman pidana selama lebih dari lima tahun.

Terkait dengan masalah hukumnya, hingga saat ini Ahok didakwa dengan dua pasal alternatif yakni Pasal 156 huruf a KUHP dengan hukuman paling lama lima tahun dan Pasal 156 KUHP dengan hukuman paling lama empat tahun.

Baca juga artikel terkait PENONAKTIFAN AHOK atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto