tirto.id - Presiden Brazil Dilma Rousseff sedang berjuang menghadapi ancaman pemakzulan (impeachment) dari Parlemen Brazil. Ia mengaku marah terhadap apa yang disebutnya sebagai "pengkhianatan" terhadap dirinya dan bersumpah untuk melanjutkan perjuangan melawan pemakzulan tersebut.
Penegasan itu disampaikan Presiden Rousseff dalam pidato pertamanya, sejak kalah 367-146 dalam pemungutan suara mengenai pemakzulan di Chamber of Deputies atau Majelis Rendah Parlemen.
"Ini bukan awal dari akhir, Kami sedang memulai pertarungan yang panjang," tegasnya.
"Mereka menyiksa impian dan hak saya, tetapi mereka tidak bisa berharap untuk melihat [semangat] saya padam, karena demokrasi selalu berada di sisi kanan dari sejarah," tambah Presiden Rousseff dalam pidato yang disiarkan langsung di televisi, seperti dikutip dari Xinhua.
Ia bersumpah bahwa pertarungan ini bukan semata-mata untuk mandat yang diberikan kepada dirinya. "Saya juga akan berjuang untuk 54 juta suara yang saya terima," imbuhnya.
"Ini adalah pertarungan oleh semua penduduk Brazil terhadap demokrasi. Tanpa demokrasi, tidak akan ada pertumbuhan ekonomi, tidak akan ada penciptaan lapangan kerja, program sosial tidak akan dipertahankan," imbuhnya.
Rousseff mengecam majelis rendah karena memperlakukannya secara berbeda dari presiden sebelumnya, terhadap apa yang disebut dengan "penyimpangan fiskal".
Lawan-lawan Rousseff menyebut ia menunda pembayaran kepada bank-bank negara untuk secara artifisial meningkatkan penampilan rekening publik selama kampanye pemilihan kembali dirinya pada tahun 2014.
"Hal ini dilakukan oleh presiden-presiden lain sebelum saya dan ini tidak pernah disebut tindakan ilegal atau kriminal," tepis Rousseff.
Rousseff juga secara khusus menyasar Wakil Presiden Michel Temer dari Partai Gerakan Demokrasi Brasil (PMDB) yang mundur dari koalisi yang berkuasa pada 29 Maret. Ia mengatakan, "sangat mengejutkan" ketika wakil presiden secara aktif berkonspirasi melawan presiden yang masih aktif menjabat.
Rousseff mengaku telah menginstruksikan Jaksa Agung untuk mempertanyakan keabsahan proses pemakzulan di Mahkamah Agung. Sementara itu, dia juga mempersiapkan kemungkinan pembelaan dirinya di Senat.
“Kami akan menggunakan setiap instrumen untuk menerapkan hak kami untuk membela diri,” katanya.
Rousseff tidak menutup kemungkinan meminta Kongres untuk memajukan jadwal pemilihan umum yang saat ini ditetapkan untuk tahun 2018, menjadi pada akhir tahun ini.
Pada hari Minggu, Majelis Rendah memberikan suara 367-146 untuk mendukung pemakzulan terhadap Rousseff, dan menyerahkan hasil tersebut kepada Senat.
Apabila Senat memutuskan dalam waktu 24 hari untuk memulai sidang pemakzulan, Rousseff harus turun dari jabatannya selama 180 hari sehingga persidangan dapat diproses. Wakil Presiden Temer kemudian akan mengambil alih sebagai presiden sementara.