tirto.id - Hasil hitung cepat atau quick count sementara Pilkada Jakarta 2024 dimenangkan oleh pasangan nomor urut 3, Pramono Anung-Rano Karno. Hasil hitung cepat dari beberapa lembaga survei memperlihatkan pasangan yang diusung dari PDIP itu memperoleh suara di angka 50 persen.
Sementara posisi kedua adalah pasangan nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono dengan perolehan suara sekitar 40 persen. Sedangkan pasangan nomor urut 2, Dharma Pongrekun-Kun Wardana terparkir di 10 persen.
Berdasarkan hasil hitung cepat yang dilakukan Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) menggunakan data per 17:42 WIB, Pramono-Rano 50,93 persen, Ridwan Kamil-Suswono 38,94 persen, dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana 10,13 persen. Data yang masuk sudah sebanyak 96.33 persen. Jumlah ini masih terus berubah.
Angka ini tak beda jauh dengan hasil hasil hitung cepat yang dilakukan lembaga survei Poltracking. Pramono-Rano unggul dengan perolehan suara 50,48 persen, Ridwan Kamil-Suswono 39,14 persen, dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana 10,38 persen. Data perolehan yang masuk baru mencapai 97,20 persen.
PDIP sebelumnya optimistis pasangan yang dijagokannya dapat memenangkan Pilkada Jakarta 2024 hanya dalam satu putaran. PDIP bahkan yakin pasangan Pramono-Rano mampu mengalahkan telak pasangan calon yang didukung atau di-endorse oleh Presiden Indonesia ke-7, Joko Widodo (Jokowi).
“Kami percaya bahwa kekuatan yang didukung oleh segenap elemen bangsa seperti Mas Pram dan Mas Rano mampu mengalahkan endorsement yang sifatnya per orang,” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, saat ditemui awak media, di kediaman Megawati Soekarno Putri, di Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (27/11/2024).
Syarat kemenangan di Pilkada Jakarta diatur secara khusus dalam Undang-Undang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang kemudian diperkuat dengan Undang-Undang Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang Provinsi Daerah Khusus Jakarta mengatur bahwa pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur yang memperoleh suara lebih dari 50 persen ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih.
Pasal 10 ayat 3 undang-undang ini mengatur bahwa jika tidak ada paslon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen, dilakukan pemilihan gubernur putaran kedua yang diikuti oleh dua paslon peraih suara terbanyak satu dan dua. Peraih suara terbanyak di putaran kedua ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih.
Peluang Satu Putaran Terbuka
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengatakan sangat mungkin Pilkada Jakarta kali ini berakhir satu putaran, jika sisa perolehan suara sebanyak 1 persen pada hitungan manual akan memberikan suara tambahan bagi Pramono-Rano.
"Menimbang angka simpangan 1 persen maka masih mungkin Pilkada DKJ hanya satu putaran," kata Lucius kepada Tirto, Rabu (37/11/2024).
Jika tidak, kata Lucius, artinya Pilkada Jakarta akan berlangsung dua putaran. Jika kemudian ini yang terjadi, maka pertarungan akan menjadi seru karena hanya dua pasangan calon. Walaupun sangat mungkin warga DKI sudah jenuh dengan pemilu yang sudah berlangsung dua kali selama 2024.
"Dan kalau dua putaran maka akan menjadi tiga kali dalam waktu dekat," kata dia.
Ancaman kejenuhan di pemilih, lanjut Lucius, sangat mungkin terjadi. Kecuali kalau proses kampanye akan diwarnai adu gagasan dan ide kampanye yang semakin berhadap-hadapan satu paslon dengan paslon lain.
Analis sosio-politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni, menilai jika perolehan suara tetap 50 persen plus 1, Pramono-Rano akan menang satu putaran. Menurutnya, ini bisa jadi hasil yang spektakuler bagi Pramono-Rano. Karena untuk pertama kalinya dalam sejarah Pilgub Jakarta, ketika paslon lebih dari dua, berhasil dimenangkan dalam satu putaran.
"Di Pilgub Jakarta 2012 dan 2017, harus ada putaran kedua, padahal saat itu ada sosok Jokowi dan Anies yang begitu fenomenal," kata Musfi kepada Tirto, Rabu (27/11/2024).
Musfi mengatakan, kemenangan spektakuler Pram-Rano memiliki dua tafsiran penting. Pertama, menunjukkan betapa besarnya pengaruh endorse mantan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan. Endorse Anies menurutnya jauh lebih berpengaruh daripada endorse Jokowi.
Kedua, ada kemungkinan deal belakang layar antara KIM Plus dengan PDIP. Ini misalnya terlihat di kampanye akbar RK-Suswono yang tidak dihadiri sama sekali oleh semua ketum parpol KIM Plus. Ini menjadi tanda tanya serius bagaimana mungkin para ketum parpol absen di Pilkada Jakarta yang merupakan pilkada paling vital.
Sebelumnya, Pramono juga datang ke Kertanegara ketika Prabowo memanggil para calon menteri. Dia menduga jangan-jangan Pramono membawa proposal dealing antara Megawati dengan Prabowo. Sebagai mantan Sekjen PDIP, Pramono memang kerap jadi pembawa pesan Megawati.
"Mungkin saja ada tukar guling antara Pilgub Jakarta dengan Pilgub Jawa Tengah. PDIP kalah di Jawa Tengah, tapi gantinya Pram-Rano menang di Jakarta. Jika benar terjadi deal belakang layar, ini kan sangat menarik, dan sekaligus menjawab kenapa KIM Plus terlihat pasif di Pilkada Jakarta," pungkasnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Irfan Teguh Pribadi