tirto.id - Masyarakat yang memberikan sejumlah uang dan masuk dalam kategori pungutan liar (pungli) kepada aparat negara tidak bisa dijerat secara pidana, demikian kata Theodorus Yosep selaku praktisi hukum sekaligus Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kota Semarang pada Senin (31/10/2016).
Kepada Antara ia menjelaskan duduk perkara yang belakangan mencuat atas maraknya pemasangan spanduk imbauan yang berisi tulisan “Pemberi dan Penerima Pungli Bisa Dipidana” di sejumlah tempat.
"Aturan soal pungli sebenarnya sudah diatur dalam Undang-undang Tipikor," ucapnya. Ia melanjutkan, aturan tentang pungli terdapat pada Pasal 12 huruf e Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Yosep mengutip pasal 12 huruf e yang berbunyi, "Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri".
Ia menilai dari penjelasan pasal 12 tersebut diketahui jika pungli berbeda dengan suap. Menurutnya, dalam pungli masyarakat yang memberikan uang berada dalam keadaan terpaksa karena memerlukan sesuatu yang harus segera diperolehnya. Adapun dalam suap, ada kesepakatan antara pemberi dan penerima.
"Berbeda lagi dengan gratifikasi aturannya," tegasnya.
Oleh karena itu, ia menyarankan spanduk imbauan semacam itu dipertimbangkan kembali. Sementara masyarakat yang mengalami pungli dipersilakan untuk melapor dengan bukti yang lengkap. Menurut dia, jangan sampai jadi laporan palsu yang justru akan menyebabkan berurusan dengan hukum.
Usaha yang Berat
Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, mengakui bahwa menghapus seluruh praktik pungutan liar pada April 2017 mendatang merupakan langkah sangat berat. Bahkan Presiden Jokowi turun langsung mengawasi pemberantasan pungli ini. "Ya itu sungguh usaha yang sangat berat (menghapus pungli), karena praktiknya kan berlapis-lapis," ungkapnya saat ditemui di Kampus UGM, Yogyakarta, Sabtu (29/10/2016).
Meski demikian, katanya melanjutkan, pemerintah mengajak seluruh pihak untuk bekerja keras menuntaskan praktik pungli yang terjadi di masyarakat dan aparat pemerintah. Karena itu, gerakan sapu bersih pungli harus melibatkan masyarakat secara keseluruhan. "Kita kerja keras lah. Oleh karena itu, harus gerakan sampai ke bawah. Harus gerakan sampai ke bawah. Dan keperluan masyarakat menjadi sangat penting," tegas Pratikno.
Ia mengatakan, hingga saat ini laporan terakhir yang masuk ke tim saber pungli mencapai 2.000 lebih. Tim itu telah dibentuk dan bergerak usai Presiden Joko Widodo pada hari Jumat (21/10/2016) mengesahkan Peraturan Presiden No.87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar [Satgas Saber Pungli] yang mengatur upaya pemberantasan pungutan liar secara terpadu.
"Ketika Presiden menandatangani Perpres ini Beliau memberikan pesan yang sangat kuat bahwa [Satgas] Saber Pungli ini jangan hanya mengejar yang di luar tetapi juga ke dalam," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta.
Langkah membentuk satgas ini karena publik menengarai adanya unsur kementerian dan lembaga negara seperti kepolisian, kejaksaan, dan Kementerian Dalam Negeri yang terlibat pungli. "Maka tentunya juga harus berani untuk membersihkan ke dalam karena di dalam juga ditengarai oleh masyarakat ada hal tersebut," kata Pramono.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan