Menuju konten utama

PPP Sindir Lonjakan Suara PSI: Apa Ini Operasi Sayang Anak?

Romy menilai lonjakan suara PSI tidak wajar. Oleh sebab itu dirinya mendorong KPU dan Bawaslu mengatensi persoalan ini dengan sungguh-sungguh.

PPP Sindir Lonjakan Suara PSI: Apa Ini Operasi Sayang Anak?
Romahurmuziy. tirto.id/Andhika Krisnuwardhana

tirto.id - Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy menyindir Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang suaranya melejit dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) Pemilu 2024.

Romy--sapaan akrabnya, menilai lonjakan suara partai yang dipimpin Kaesang Pangarep tersebut sebagai sebuah kejanggalan. Dia pun meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Baswalu) untuk memberi atensi serta tindak lanjut atas kenaikan suara PSI tersebut.

“Mohon atensi KPU dan Bawaslu, operasi apa ini? Meminjam Bahasa Pak Jusuf Kalla, apakah ini operasi 'sayang anak' lagi?” kata Romy dikutip dari rilis tertulis, Minggu (3/3/2024). Ia mengucapkan hal itu lewat akun Instagramnya @romahurmuziy.

Lebih lanjut Romy menegaskan, jika hal itu tidak ditindaklanjuti, PPP akan meminta hal ini sebagai bagian yang akan dibongkar dalam hak angket pekan ini. Sebab, pola kenaikan suara PSI tidak wajar dan tidak masuk akal.

Beberapa lembaga survei, ucap Romy, juga menilai bahwa kenaikan suara PSI tidak wajar. Karena berdasarkan penghitungan, ada tempat pemungutan suara (TPS) di mana suara PSI mencapai 50%.

“Kalau ini tidak dikoreksi, DPP PPP akan meminta hal ini bagian yang termasuk dibongkar seterang-terangnya di hak angket pekan ini! Saya mohon atensi KPU RI dan Bawaslu RI secara terbuka dan tindak lanjutnya secara cepat dan seksama!” jelas Romy.

Ditambahkan Romy, PSI mendapat 3% atau 2.291.882 suara saat pengumpulan data 540.231 TPS dari total 823.236 TPS (65,62%). Pada saat bersamaan, suara PPP 3.037.760 atau 3,97%.

Kenaikan tersebut dinilai tidak wajar karena PSI memperoleh 19.000 suara dari 110 TPS dalam waktu dua jam, berarti rata-rata 173 suara per TPS. Romy menegaskan bahwa jumlah suara per TPS hanya 300 suara, dan partisipasi pemilih rata-rata 75%.

Adapun suara sah setiap TPS hanya 225 suara. Artinya, PSI menang 77% di 110 TPS.

Hal tersebut menurut Romy, tidak masuk akal. Dia pun meminta KPU dan Bawaslu tidak menutup mata atas penyimpangan itu.

PSI Menjawab

Wakil Dewan Pembina PSI, Grace Natalie, menegaskan bahwa penambahan suara PSI wajar. Ia menilai justru tidak wajar ketika ada penggiringan opini.

“Penambahan termasuk pengurangan suara selama proses rekapitulasi adalah hal wajar. Yang tidak wajar adalah apabila ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini dengan mempertanyakan hal tersebut,” kata Grace dalam keterangan pers, Sabtu (2/3/2024).

Ia menambahkan, “Apalagi hingga saat ini masih lebih dari 70 juta suara belum dihitung dan sebagian besar berada di basis-basis pendukung Jokowi di mana PSI mempunyai potensi dukungan yang kuat.”

Grace mengingatkan perbedaan antara hasil quick count dengan rekapitulasi KPU juga terjadi pada partai-partai lain.

Ia mengambil contoh hitung cepat versi lembaga survei Indikator Indonesia atas PKB yang hasilnya 10,65 persen, tapi berdasarkan rekapitulasi KPU mencapai 11,56 persen atau ada penambahan 0,91 persen. Contoh lain adalah suara Partai Gelora yang berdasarkan quick count 0,88 persen, sementara rekapitulasi KPU 1,44 persen alias selisih 0,55 persen.

PSI sendiri, kata Grace, menurut hitung cepat Indikator, ada di angka 2,66 persen, sementara rekapitulasi KPU ada di 3,13 persen atau selisih 0,47 persen. Selisih PSI lebih kecil dibanding kedua contoh sebelumnya.

“Kenapa yang disorot hanya PSI? Bukankah kenaikan dan juga penurunan terjadi di partai-partai lain? Dan itu wajar karena penghitungan suara masih berlangsung,” kata Grace.

Ia meminta semua pihak bersikap adil dan proporsional. “Kita tunggu saja hasil perhitungan akhir KPU. Jangan menggiring opini yang menyesatkan publik,” kata Grace.

Baca juga artikel terkait PPP atau tulisan lainnya dari Ayu Mumpuni

tirto.id - Politik
Reporter: Ayu Mumpuni
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Fahreza Rizky