tirto.id - Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono mengimbau masyarakat khususnya yang berada di sekitar Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat untuk meningkatkan kewaspadaan akan gempa.
Menurut Daryono, peningkatan kewaspadaan perlu dilakukan karena adanya rentetan aktivitas gempa yang episenternya membentuk kluster di sebelah barat Pagai Selatan.
Sebab, dikhawatirkan rentetan gempa ini merupakan gempa pembuka (foreshocks) sebelum terjadinya gempa utama (mainshock).
"Untuk itu masyarakat diimbau waspada namun tidak perlu khawatir berlebihan, karena gempa kuat memang belum dapat diprediksi dengan akurat kapan terjadinya," ujarnya.
Ia menambahkan, kewaspadaan sangat diperlukan agar kita dapat merespons setiap informasi serta peringatan dini dengan baik dan rasional, baik respons evakuasi mandiri maupun respons terkait warning tsunami.
Dalam hal ini evakuasi mandiri dinilai lebih menjamin keselamatan, dengan cara menjadikan guncangan gempa kuat yang dirasakan di pantai sebagai peringatan dini tsunami.
"Dengan evakuasi mandiri kita lebih banyak memiliki waktu emas (golden time) untuk menyelamatkan diri dari tsunami. Untuk itu, bagi masyarakat pesisir, jika merasakan guncangan gempa kuat maka segeralah menjauh dari pantai," katanya.
Ia juga mengatakan bahwa perlu diingat kembali bahwa di sebelah barat kluster pusat-pusat gempa saat ini, pernah menjadi pusat gempa besar yang memicu tsunami pada 25 Oktober 2010 pukul 21.42 WIB.
Saat itu terjadi gempa dengan kedalaman dangkal 20 km di zona megathrust dengan kekuatan 7,8. Dampak peristiwa tsunami yang terjadi pada saat itu, tercatat sebanyak lebih dari 400 orang meninggal dunia.
Sebelumnya, Senin (19/10/2020) wilayah Pagai Selatan, Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, juga diguncang “doublet earthquakes”.
Gempa yang terjadi pada siang hari pukul 14.31.30 WIB dan pukul 14.47.22 WIB ini berkekuatan 5,6 dan 5,7.
Episenter kedua gempa ini terletak di laut pada jarak sekitar 33 km arah Barat Daya Pagai Selatan pada kedalaman hiposenter 13 km dan 17 km.
Kedua gempa ini disebut “doublet" atau “kembar” karena kekuatannya yang hampir sama dan terjadi dalam jarak dan waktu yang relatif berdekatan.
"Hanya dalam waktu 16 menit saja terjadi 2 kali gempa signifikan, dan kedua gempa ini dirasakan di Pagai, Kepulauan Mentawai, Padang, Painan, Bengkulu, dan Kepahiang, hingga membuat masyarakat panik," kata Daryono.
Hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa sejak 15 Oktober 2020 di Pagai Selatan telah terjadi peningkatan aktivitas gempa tektonik.
Hingga Senin (19/10/2020) tercatat telah terjadi gempa sebanyak 13 kali dalam variasi magnitudo dengan kedalaman dangkal.
Adapun rincian rentetan kejadian gempa tersebut yaitu, pada 15 Oktober 2020 terjadi 4 kali gempa, 17 Oktober 2020 terjadi 4 kali gempa, 18 Oktober 2020 terjadi 1 kali gempa, dan 19 Oktober 2020 hari ini terjadi 4 kali gempa.
Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, tampak bahwa semua gempa yang terjadi merupakan jenis gempa dangkal akibat aktivitas subduksi lempeng di zona megathrust Mentawai-Pagai.
Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa seluruh gempa yang terjadi memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault) yang merupakan ciri khas aktivitas gempa di zona megathrust.
Editor: Agung DH