Menuju konten utama

Posko Cinta Ramadan Bagikan Menu Berbuka untuk Rakyat Suriah

Pos pemeriksaan baru tersebut memberi orang makanan dan minuman pada saat iftar (berbuka puasa) selama Ramadan.

Posko Cinta Ramadan Bagikan Menu Berbuka untuk Rakyat Suriah
Warga membeli kue di sepanjang jalan saat bulan suci Ramadan di Damaskus, Suriah, Kamis (8/6). ANTARA FOTO/REUTERS/Omar Sanadik

tirto.id - Rakyat di Ibu Kota Suriah, Damaskus, selama ini terbiasa dengan banyaknya pos pemeriksaan militer yang menuntut kartu pengenal dan pemeriksaan mobil. Karenanya, selama bulan suci berlangsung, sebagian relawan di Suriah memutuskan untuk mendirikan pos pemeriksaan bernama "cinta di Ramadan".

Untuk diketahui, pos pemeriksaan pasukan militer dan aparat keamanan sudah menjamur di seluruh negeri itu sepanjang perang selama enam tahun untuk menjaga keamanan di daerah yang dikuasai pemerintah.

Namun, banyak orang, terutama di Damaskus, mengeluhkan kemacetan lalu lintas akibat pos pemeriksaan semacam itu, atau pemeriksaan tanda pengenal. Upaya pemerintah mencari pembuat identitas palsu ini kerap menjadi proses yang membosankan.

Walau begitu, pos pemeriksaan militer ini rupanya memberikan inspirasi positif kepada sejumlah relawan di Suriah dengan menciptakan pos pemeriksaan serupa.

Pos pemeriksaan baru tersebut memberi orang makanan dan minuman pada saat iftar (berbuka puasa) selama Ramadan, dan bagi muslim untuk menunjukkan keyakinan mereka melalui perbuatan baik, dan lewat puasa dari fajar hingga senja.

"Pos pemeriksaan Ramadan adalah gagasan yang diilhami oleh krisis. Jadi pos pemeriksaan ini bukan untuk menghentikan orang untuk diperiksa kartu pengenal mereka dan mengamankan keadaan di negeri itu. Tapi ini adalah pos pemeriksaan cinta, ini adalah pos pemeriksaan untuk membagikan minuman dan kurma kepada orang di jalan saat iftar," kata Saed Abdul-Ghani, perencana gagasan tersebut, sebagaimana dikutip dari Antara, Minggu (11/6/2017). Ia sedang mengelola salah satu pos pemeriksaan di Permukiman Mazzeh di Damaskus.

Pejalan kaki dan orang yang mengemudi saat berbuka puasa pun menyambut gagasan itu.

Muhammad, seorang pengemudi, mengatakan gagasan tersebut mengingatkan orang mengenai tradisi lama Ramadan mempersiapkan makanan dan berdiri di pinggir jalan untuk memberikan bermacam jenis makanan pada saat iftar.

"Gagasan itu sangat bagus dan itu adalah isyarat yang sangat baik serta menjadi pengingat mengenai tradisi lama Ramadan," kata Muhammad.

Sementara itu, Taim Salem, seorang pengemudi lain, sambil bergurau mengatakan ia mendukung pos pemeriksaan tersebut lebih banyak dari pos pemeriksaan reguler milik militer.

"Saya kira itu adalah pos pemeriksaan cinta, bukan untuk menanyai kartu tanda pengenal atau kartu militer, mereka memberi kami makanan dan minuman. Saya lebih menyukainya," kata Taim, sambil tersenyum.

Gagasan dari Abdul-Ghani, yang disebut "Remah Roti", telah berjalan selama beberapa kali Ramadan selama krisis. Ide ini cuma terbatas pada mendatangkan relawan dan menjamin donor mengenai bahan makanan untuk mempersiapkan iftar buat orang yang memerlukan, tapi tahun ini ia meluncurkan gagasan "pos pemeriksaan Ramadan".

Mereka menyiapkan makanan sepanjang hari, lalu petugas amal akan datang ke tempat mereka untuk mengumpulkan makanan dan membagikannya kepada orang miskin dan orang yang kehilangan tempat tinggal pada saat Iftar.

Lebih lanjut, pos pemeriksaan Ramadan ini bukan hanya buat orang miskin, tapi untuk semua pejalan kaki selama saat berbuka puasa, dan mereka hanya menawarkan minuman serta kurma.

"Kami mempunyai 1.350 relawan dalam gagasan ini. Kami membuat antara 10.000 dan 30.000 makanan iftar per hari, semua sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Kegiatan kami sangat tergantung atas sumbangan bahan makanan," kata Abdul-Ghani.

Kebanyakan relawan adalah pemuda yang merasa bahwa mereka perlu memainkan peran positif dalam membantu rakyat di negeri mereka.

Baca juga artikel terkait RAMADHAN atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari