tirto.id - “Connecting people."
Slogan Nokia yang begitu terkenal ini menjadi simbol dari sebuah alat komunikasi modern lebih dari satu dekade lalu di Indonesia. Nokia mampu berjaya di tengah persaingan dengan kompetitor seperti Motorola, Ericsson, Alcatel dan lain sebagainya. Saat itu, Nokia adalah raja ponsel di Indonesia, bahkan dunia pada masa keemasannya.
Namun selepas perolehan keuntungan tertinggi pada 2007 sebesar 51,06 miliar Euro dan saat bersamaan lahir iPhone dari Apple sebagai era ponsel pintar, nama Nokia perlahan mulai pudar. Pada 2013 Nokia dilego kepada Microsoft seharga $7,2 miliar. Sayangnya kolaborasi Nokia dan sistem operasi Windows Phone dalam bentuk ponsel pintar tak membuat Nokia bisa bangkit.
Pada 2016 Nokia akhirnya melego merek mereka pada HMD Global. HMD Global, kemudian menunjuk Foxconn, perusahaan manufaktur yang memproduksi iPhone, sebagai mitra mereka untuk memproduksi ponsel pintar Nokia. Melalui HMD Global, Nokia mendapat nyawa baru dan hidup kembali.
Pada Januari 2017 lalu, HMD Global merilis ponsel pintar pertamanya dengan merek Nokia 6. Dalam sebuah review yang dipublikasikan Forbes, media itu mengatakan bahwa “HMD telah melakukan semuanya untuk dapat menguatkan kembali merek Nokia [...] Nokia 6 terasa seperti Nokia yang sebenar-benarnya.”
Selepas merilis Nokia 6, pada Februari 2017, HMD Global merilis lagi seri Nokia 3 dan Nokia 5. Tiga seri ponsel pintar Nokia ini dilepas pertama kali di pasar Amerika dan Eropa. Pasar yang umumnya disasar pertama oleh nama-nama besar seperti Samsung dan Apple. Terlebih HMD Global (dan Nokia) adalah perusahaan asal Finlandia.
Selain pasar Amerika dan Eropa, Nokia 6 juga dijual ke pasar Cina berbasis sistem operasi android. Sedangkan Nokia 3 dan Nokia 5 menyasar pasar India sebagai pertarungan pertama mereka Juni dan Juli 2017. Pemilihan pasar Cina atau India untuk menjual produk pertama HMD Global dalam kerangka merek Nokia jelas bukan tanpa alasan. Mengutip Forbes, salah satu alasan mengapa HMD Global menjual kali pertama dua seri ponsel terbarunya di negara non-AS dan Eropa adalah karena citra Nokia yang memang sudah melekat sebagai ponsel non smartphone atau feature phone.
Merek Nokia memang masih cukup berjaya di kategori ini. Data yang dipacak dari Strategy Analytics mengungkapkan bahwa pada 2016 lalu Nokia mengapalkan 35,3 juta unit feature phone alias memperoleh 8,9 persen pangsa pasar. Selain itu, dilahirkan kembalinya ponsel jadul Nokia 3310 merupakan salah satu cara perusahaan tersebut menguji pasar.
“Kami melihat respons yang menakjubkan pada 3310 baru yang kami luncurkan minggu lalu. Kami ingin melebarkan nilai (merek) Nokia,” ucap Ajey Mehta, Vice President Nokia India kepada India Times pada Juni 2017 lalu.
Baca juga:Kembalinya Nokia Ponsel Sejuta Umat
Pasar seperti Cina dan India merupakan negara-negara yang sensitif terhadap harga. Di negara-negara demikian, feature phone yang hanya bisa dimanfaatkan untuk panggilan telepon dan SMS terasa sudah lebih dari cukup. Ketika orang-orang di pasar ini telah siap untuk memperbarui ponsel mereka menjadi ponsel pintar, Nokia hadir sebagai penyelamat HMD Global di pasar ini.
Selain soal kekuatan feature phone, dipilihnya Cina dan India sebagai pasar pertama adalah adanya kekuatan distributor. Di India, mengutip pemberitaan BGR, Nokia telah memiliki lebih dari 400 distributor dengan lebih dari 80.000 pengecer, baik di kota-kota besar maupun kecil. Nokia juga memiliki pusat layanan di lebih dari 300 kota di India. Umumnya, membangun kekuatan seperti itu membutuhkan waktu 2-3 tahun.
Tarun Pathak peneliti dari Counterpoint Reserach mengungkapkan, “di sini terdapat loyalitas distributor yang sangat kuat juga.”
Menurutnya loyalitas Nokia, tak hanya pada konsumen saja. Namun, telah tersimpan kuat pada orang-orang yang menjual produk ponsel Nokia karena dianggap sudah melegenda. “Mereka mengatakan bahwa saya akan mendistribusikan ponsel Nokia karena ponsel pertama yang saya jual adalah Nokia,” ucap Pathak.
Kehadiran ponsel pintar Nokia pada Cina dan India adalah soal loyalitas konsumen. Tentu, perihal loyalitas ini bukan semata-mata ada di Cina dan India. Hasil jajak pendapat YouGov BrandIndex yang diwartakan Marketing Week mengungkapkan bahwa Nokia unggul (dengan angka 93) dibandingkan iPhone (dengan angka 92,3) pada masyarakat Inggris. Ini tentu bukanlah hal yang mengejutkan. Nokia adalah ingatan bersama atas sebuah produk bernama ponsel.
Baca juga:Membangkitkan Lagi Model Lawas dengan Produk Nostalgia
“Ini adalah merek berumur 152 tahun yang dicintai orang di seluruh dunia. Dan cinta tersebut tak semata hanya sebatas nostalgia. Beberapa permintaan besar yang kami lihat untuk ponsel pintar Nokia baru ditujukan bagi milenial yang menginginkan alternatif,” ucap Pekka Rantala, Chief Marketing Officer HMD Global.
Hadir di Indonesia
Beberapa bulan setelah pengumuman kehadiran Nokia 6, Nokia 5, dan Nokia 3, Indonesia akhirnya disambangi secara resmi oleh HMD Global. Pada Kamis (14/9/2017) HMD Global resmi mengumumkan kahadiran ponsel pintar Nokia tersebut di pasar Indonesia dengan bermitra bersama Erafone dan Sentra Ponsel. Pembelian ponsel pintar Nokia pula bisa dibeli melalui operator Indosat. Ponsel pintar Nokia 3, Nokia 5, dan Nokia 6, bisa dibeli publik Indonesia mulai Oktober 2017 mendatang.
Kehadiran Nokia di Indonesia, karena memiliki kemiripan dengan pasar Cina dan India sebagai pasar yang diprioritaskan oleh Nokia. Di lima kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Medan) hingga 2015 merujuk riset yang dilakukan MARS, Nokia bahkan masih menduduki peringkat satu sebagai merek ponsel paling banyak digunakan dibandingkan merek manapun. Ini jelas sebuah pertanda bahwa merek Nokia masih digemari di Indonesia. Namun, itu tak cukup modal buat Nokia bertarung lagi di pasar Indonesia yang sudah banyak dimasuki produk ponsel Cina yang tak kalah bersaing.
Baca juga:Nokia, Raja yang Belum Mati
“Ketika kami berbicara dengan konsumen dan para mitra, kami sadar bahwa merek Nokia sudah mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia. Nokia telah lama dikenal melalui kualitas, kesederhanaan, keandalan, dan desain yang khas,” ucap Mark Trundle, HMD Global Country Manager for Indonesia.
Selain kelebihan yang disebutkan oleh Mark, masuk ke pasar Indonesia juga harus siap berkompetisi dari sisi harga. Namun, Nokia memang sudah membacanya, Nokia 3 dijual seharga Rp1.899.000, sementara Nokia 5 dan Nokia 6 masih dirahasiakan harganya. Bila merujuk harga jual di pasar internasional, kisaran harga Nokia 5 dan Nokia 6 berada di angka Rp3 jutaan. Dari perkiraan harga, Nokia tak menyasar segmen atas pasar ponsel pintar di Indonesia.
Segmen pasar menengah bawah menjadi pertaruhan Nokia membawa lini ponsel pintarnya ke Indonesia. Indonesia jelas merupakan pasar penting bagi Nokia, terutama untuk menapaki kembali tangga kejayaan Nokia di Indonesia pada masa lalu.
Hingga hari ini, sekitar 8 bulan semenjak mereka meluncurkan ponsel pintar Nokia, Nokia belumlah terlihat sukses. Data yang dipacak dari Statista menyebut, dalam 10 besar vendor ponsel pintar di kuartal II-2017, tak ada nama Nokia di sana. Urutan pertama masih ditempati oleh Samsung dengan pangsa pasar sebesar 22 persen. Di urutan kedua diduduki oleh Apple dengan pangsa pasar sebesar 11,2 persen. Ketiga, diduduki oleh Huawei dengan 10,5 persen.
Namun melihat nasib Nokia dari capaian beberapa bulan ke belakang memang masih terlalu dini. Nokia masih harus menarik napas panjang-panjang untuk bertarung di pasar ponsel pintar di Indonesia yang sudah sangat ketat. Nokia pun harus sudah sadar, regulasi di Indonesia kini sudah semakin ketat bagi keberadaan ponsel impor, yang mendorong Apple harus membangun pusat risetnya di Indonesia.
Baca juga:
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra