tirto.id -
"Itu tentu [tindakan polisi] berlebihan menurut saya. Seharusnya kritikan-kritikan yang lahir dari suatu kenyataan itu atau kejadian itu jangan terburu-buru menyimpulkan bahwa itu dugaan penyebaran kebencian, menyatakan permusuhan, dan lainnya," ujarnya kepada reporter Tirto, Rabu (17/7/2019) malam.
Faisol kini ditetapkan menjadi tersangka dan disangkakan Pasal 45 A Ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kemudian Pasal 16 juncto Pasal 4 huruf (b) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis dan/atau Pasal 14 Ayat (2) dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang penyebaran berita bohong dan/atau Pasal 207 KUHP dan/atau Pasal 160 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa dan mengganggu ketertiban umum.
Seharusnya, kata dia, pihak polisi mengkaji terlebih dahulu apakah kritik tersebut positif, atau hanya ingin menyebarkan kebencian kepada masyarakat saja melalui media sosial.
"Kalau dia mengkritik pun itu kan enggak boleh juga dijadikan tersangka dan dikenakan pasal tersebut. Pasal yang sebenarnya dengan mudah digunakan oleh penguasa, siapa pun penguasanya. Kalau dia tidak suka dengan si pengkritik, bisa jadi itu dipakai dengan itu kasus-kasus ITE kan," terangnya.
Terkait tindakan yang dilakukan oleh Faisol, kata dia, seharusnya pemerintah dan pihak kepolisian memaknai hal tersebut sebagai kritik yang positif.
"Seharusnya bisa akomodatif melihat dinamika sosial yang ada. Jadi kalau ditangkap, bahkan dijadikan tersangka, itu sudah sangat berlebihan," "pungkasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri