Menuju konten utama

Polri Periksa Dokter RS Mitra Keluarga di Kasus Bayi Debora

Penyidik masih mencari sosok yang bertanggung jawab atas proses administrasi dalam menangani kondisi kritis bayi Debora.

Polri Periksa Dokter RS Mitra Keluarga di Kasus Bayi Debora
RS Mitra Keluarga Kalideres. Screenshot/maps/Google.co.id

tirto.id - Kasubdit 3 Sub Direktorat Sumber Daya Lingkungan (Sumdaling) Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Sutarmo menampik anggapan bahwa Polda Metro Jaya menunda penyelidikan terkait kasus meninggalnya Bayi Debora di Rumah Sakit Mitra Keluarga pada September lalu.

Ia mengatakan, pemeriksaan saksi-saksi terkait dugaan adanya tindak pidana dalam kasus tersebut masih terus berjalan.

"Hari ini kami melakukan pemeriksaan kepada Dokter Iren dan stafnya yang melakukan penagihan kepada korban," kata Sutarmo di Kantor Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (12/10/2017).

Hingga saat ini penyidik masih berusaha memperkuat dugaan terhadap sosok yang bertanggung jawab atas proses administrasi dalam menangani kondisi kritis bayi Debora.

"Dugaannya nanti kepada tenaga kesehatan atau pimpinan fasilitas kesehatan, arahnya ke sana," ungkapnya.

Hal tersebut salah satunya, kata dia, akan dilakukan dengan menguji alat bukti yang ada di lokasi kejadian. Untuk itu, hingga saat ini penyidik belum menetapkan seorang pun sebagai tersangka dalam kasus ini.

"Kita akan lihat siapa yang menandatangani perintah SOP sehingga kegiatan penanganan pasien terhalang syarat administratif," ucapnya.

Ia melanjutkan, jika terbukti bersalah, pelaku dapat dijerat Pasal 190 ayat 1 dan 2 jo Pasal 32 ayat 2, UU Nomor 36 tentang Kesehatan sebagai dasar penyelidikan. Selain itu, pelaku juga dapat dijerat dengan pasal berlapis tentang perlindungan anak.

"Pidana ini adalah person, tanggung jawabnya melawan hukum, bukan lembaga dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara. Ini kita lapis juga dengan pasal perlindungan anak," kata Sutarmo

Tiara Debora adalah bayi berusia empat bulan yang meninggal pada 3 September 2017 lalu di ruang unit gawat darurat ketika orangtuanya merundingkan biaya perawatan dengan petugas administrasi rumah sakit.

Orangtua Debora diminta melunasi uang muka sebesar 50 persen dari total biaya Rp19,8 juta sebelum bayi berusia empat bulan itu bisa dirawat di ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU).

Padahal, menurut Menteri Kesehatan, Nila Faried Moeloek, kebijakan uang muka tersebut tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Dalam pasal 29 (1) peraturan tersebut, dijelaskan bahwa setiap rumah sakit wajib untuk melaksanakan fungsi sosial, antara lain memberikan pelayanan pasien tidak mampu/miskin.

“Pasien tetap membayarkan biaya perawatan dan pihak RS tetap menerima,” kata Nila dalam suratnya kepada Komisi IX DPR RI beberapa pekan lalu.

Baca juga artikel terkait KASUS BAYI DEBORA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Hukum
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto