tirto.id - Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengatakan helikopter milik PT Ersa Eastern Aviation yang dibakar di Bandara Aminggaru, Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua, telah rusak.
Pembakaran dilakukan oleh kelompok bersenjata pada Minggu (11/4/2021) sekira pukul 20.20 waktu setempat. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu.
“Kondisi helikopter yang dibakar, dalam keadaan rusak dan tidak bisa terbang,” ujar Ramadhan, di Mabes Polri, Rabu (14/4/2021).
Usai kejadian ini, Kapolda Papua Irjen Pol Mathius D Fakhiri memerintahkan jajarannya untuk mengetatkan penjagaan di objek vital. Kini personel gabungan TNI dan Polri masih mengejar pembakar helikopter.
Pembakaran helikopter merupakan rangkaian kekerasan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat di wilayah Pegunungan Tengah Papua sepanjang April 2021 ini. Selain helikopter, TPNPB juga membakar sekolah dan menembak mati dua guru SD yang mengajar di sekolah tersebut di Kampung Julukoma, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak.
Kepada Tirto, Selasa (13/4), Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Sebby Sambom menyebutkan alasan pihaknya nekat menyulut api di helikopter serta sekolah di Distrik Beoga.
“Sekolah dan helikopter itu milik pemerintah kolonial Republik Indonesia, jadi harus bakar. Nanti mereka pasti juga akan bangun gedung-gedung sekolah. Sekarang, semua orang asli Papua harus pikir, semua fasilitas pemerintah kolonial harus dihancurkan," ujar Sebby.
Sebby klaim dua guru yang ditembak merupakan mata-mata dari aparat keamanan TNI dan Polri.
"Semua imigran yang bertugas di wilayah Pegunungan Tengah hampir kebanyakan merupakan anggota intelijen aparat keamanan Indonesia yang menyamar," ujar Sebby.
Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem mengatakan tindakan OPM menembak mati dua guru adalah keji dan tidak manusiawi.
"Seharusnya guru tidak diperlakukan begitu karena mencederai perjuangan mereka sendiri yang selama ini berjuang untuk Papua merdeka di mata internasional," kata Theo.
Untuk mengakhiri konflik, Theo mendorong dibukanya ruang dialog antara Papua dan Jakarta untuk mencari format baru dalam penyelesaian pertumpahan darah di Papua.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali