Menuju konten utama

Status 'Mitra' Rentan Bermasalah di Balik Mogok Kerja Kurir Shopee

Kurir Shopee sempat mogok kerja. Status kerjanya sebagai mitra disorot karena rentan dieksploitasi, menurut dosen hukum ketenagakerjaan.

Status 'Mitra' Rentan Bermasalah di Balik Mogok Kerja Kurir Shopee
Ilustrasi kurir shopee. foto/IStockphoto

tirto.id - Para kurir Shopee Express (SPX), yang berstatus mitra, melakukan mogok kerja sejak beberapa hari lalu. Mereka menuntut upah pengiriman barang yang lebih layak. Kabar ini ramai dibicarakan di media sosial.

Informasi dari Twitter @arifnovianto_id menyebutkan upah para kurir SPX dipangkas perusahaan. Awalnya kurir dibayar Rp5 ribu per paket, kemudian menjadi Rp3 ribu, Rp2.500, dan pamungkasnya, sejak April 2021 menjadi Rp1.500 per paket.

"Kondisi kerja mereka akan semakin berat," tulis Arif di akun Twitter-nya, Minggu, 11 April 2021. "Jika paketan menumpuk, apalagi saat promo, maka setiap rider bisa harus mengirimkan 125 paket/hari. Sehingga, harus membuatnya kerja lebih dari 14 jam," ujar Arif.

Tirto sudah mendapatkan persetujuan dari Arif untuk mengutip cuitannya.

Shopee Indonesia membantah memberikan upah rendah untuk para mitra di Shopee Express. Mereka mengklaim telah memberikan angka yang kompetitif untuk industri jasa logistik.

Executive Director Shopee Indonesia Handhika Jahja menyatakan memberikan upah Rp2.213 per paket kepada kurir SPX di Jabodetabek dengan ketentuan mengirim 80 paket dalam sehari. Ia mengklaim angka ini sudah cukup tinggi dibandingkan upah pasaran, kisaran Rp1.700 hingga Rp2 ribu.

Ia juga mengklaim Shopee menyediakan perlindungan asuransi demi menciptakan lingkungan kerja yang aman dan produktif.

"Kami pastikan skema insentif Shopee selalu mengikuti peraturan yang berlaku di daerah terkait, serta mengikuti tingkat harga di pasar guna mengupayakan titik temu terbaik antara permintaan pengguna dan ketersediaan mitra SPX," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (12/4/2021).

Handhika membantah panjangnya waktu kerja membebani para kurir SPX. Soal keterlambatan paket pengiriman, menurutnya hanya terjadi saat kampanye 4.4 Mega Shopping Day dan itu pun karena antusiasme konsumen yang tinggi.

"Perlu menjadi catatan para pengemudi SPX memiliki kebebasan untuk memilih hari operasional kerja mereka," ujar Handhika.

Soal Mitra

Kurir SPX bekerja dengan sistem kerja kemitraan. Namun, dengan kondisi yang mereka alami, menurut Arif, pola mitra tak sesuai sebagaimana mengacu Undang-Undang 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Mengutip Pasal 1 ayat 13 UU 20/2008, yang dimaksud dengan kemitraan adalah "kerja sama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, memercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah dengan usaha besar."

Arif menyimpulkan status mitra "diberikan sebagai cara perusahaan untuk menghindari memberikan upah sesuai UMR, jam kerja 8 jam/hari, hak libur, pesangon, jaminan kesehatan, upah lembur, dan lain-lain."

Dosen hukum ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Nabiyla Risfa Izzati berpendapat apa yang dialami kurir Shopee karena status kerja mereka mitra, bukan pekerja/buruh, yaitu "setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain" sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Menurutnya, seorang mitra memang rentan mendapatkan kesewenang-wenangan sebab tidak terlindungi oleh hukum dan diperlakukan selayaknya pekerja/buruh dengan segenap hak-haknya.

Ia berkata para kurir adalah buruh/pekerja sebab mereka memenuhi unsur hubungan kerja seperti yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan, yaitu ada pekerjaan itu sendiri, upah, dan perintah.

"Yang terjadi dalam hubungan Shopee dengan kurirnya telah memenuhi ketiga unsur, sehingga tidak boleh menggunakan hubungan mitra sebagai tameng," ujar Nabiyla kepada reporter Tirto, Senin.

Hal serupa sebenarnya terjadi pada 'mitra' ojek online. Aulia Nastiti, seorang mahasiswa Ph.D di Ilmu Politik Northwestern University, menulis di The Conversationbahwa "alih-alih menjalani hubungan kemitraan, pengemudi mengalami relasi eksploitatif. Mereka diperlakukan seperti buruh informal dengan perlindungan kerja yang minim atau bahkan tak ada sama sekali."

Nahasnya lagi, tidak semua penyelesaian masalah kemitraan bisa mengacu pada UU UMKM. Ia menyarankan hubungan kemitraan dikembalikan pada konsep perjanjian perdata tidak bernama. Syaratnya, hubungan antar pihak harus seimbang.

Kondisi mitra yang lemah di hadapan hukum membikin daya tawar dengan perusahaan menjadi sempit. Cara menaikkan daya tawar bisa dilakukan dengan melakukan perundingan secara kolektif dengan melibatkan dua pihak yang berselisih dan dinas tenaga kerja sebagai penengah.

Atau, pilihan lainnya melakukan pemogokan kerja.

"Mogok kerja sendiri, kan, hak yang dijamin oleh UU. Meskipun memang yang diatur adalah mogok kerja dalam kerangka hubungan kerja," ujarnya.

Baca juga artikel terkait MOGOK KERJA KURIR SHOPEE atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino