Menuju konten utama

Polri Didesak Transparan soal Pengakuan Luthfi Disiksa Polisi

Deputi Koordinator Kontras Feri Kusuma menyatakan kepolisian harus jujur menyampaikan hasil pemeriksaan secara transparan soal pengakuan Luthfi yang disiksa polisi.

Polri Didesak Transparan soal Pengakuan Luthfi Disiksa Polisi
Terdakwa pengunjukrasa pada aksi pelajar, Dede Lutfi Alfiandi mengikuti sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (12/12/2019). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/pd.

tirto.id - Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis mengatakan Mabes Polri telah membentuk tim khusus untuk menguji pengakuan Dede Luthfi Alfiandi, pemuda berusia 20 tahun yang viral karena membawa bendera saat demo di depan Gedung DPR/MPR.

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Luthfi mengaku dianiaya oleh penyidik kepolisian saat dimintai keterangan di Polres Metro Jakarta Barat.

Deputi Koordinator Kontras Feri Kusuma menyatakan kepolisian harus jujur menyampaikan hasil pemeriksaan secara transparan.

"Semoga ini bukan hanya sebatas wacana, tapi bagaimana polisi (dapat) jujur, ksatria, berani mengakui bahwa itu benar adanya bukan memanipulasi," ucap Feri di kantor Kontras, Jumat (31/1/2020).

Pihaknya yakin kesaksian Luthfi di persidangan bukan kebohongan. Sebab berdasarkan pengalaman Kontras, tidak mungkin seorang korban penganiayaan berani menyampaikan berita bohong.

"Karena tidak mungkin seseorang berani mengakui dia disiksa, kalau dia tidak pernah disiksa. Tidak ada korban atau orang yang datang ke Kontras untuk memberikan keterangan palsu terkait pemeriksaan," jelas Feri.

Karena penyiksaan itu, lanjut dia, punya dampak pada fisik dan psikologis dan itu bisa dibuktikan. Ia berharap pengakuan Luthfi bisa dijadikan pintu masuk Polri dalam memperbaiki penegakan hukum.

"Keterangan Luthfi itu untuk memperbaiki pendekatan agar tidak terulang. Tak ada lagi penyiksaan dalam proses apapun, dalam pengamanan massa aksi maupun penegakan hukum," imbuh dia.

Menurut Idham pengakuan Luthfi itu bisa saja dianggap fitnah bila ternyata tak terbukti adanya penganiayaan saat ia diperiksa.

"Kalau tidak benar itu pengakuan, juga bisa menjadi bahan fitnah. Bisa jadi boomerang bagi yang bersangkutan, sehingga kami harus hati-hati dan waspada," ujar dia di kantor Komisi Kepolisian Nasional, Kebayoran Baru, Jakarta Pusat, Jumat (24/1/2020).

Dugaan penganiayaan itu terjadi saat Lutfi diperiksa di Polres Jakbar, ia dalam posisi duduk. Dia menceritakan terus-menerus diminta untuk mengaku telah melempar batu kepada aparat kepolisian yang saat itu tengah mengamankan aksi di depan Gedung DPR/MPR pada Selasa (21/1/2020).

Jika tidak mau mengaku, penyidik tak segan-segan menyetrum tubuh Luthfi. Kupingnya dijepit, dan sekali-kali disuruh jongkok. Padahal berdasarkan pernyataannya, Luthfi tidak melakukan perbuatan itu. Sehingga tindakan kekerasan oleh aparat membuatnya terpaksa mengakui perbuatan yang tidak ia lakukan.

"Di persidangan pengakuannya seperti itu," kata Kuasa Hukum Luthfi dari Lembaga Bantuan Hukum Komite Barisan Advokasi Rakyat (LBH KOBAR), Sutra Dewi, kepada Tirto, Selasa (21/1/2020).

Penyiksaan berhenti setelah polisi mengetahui fotonya mengenakan seragam STM sambil memegang bendera merah putih viral di media sosial.

Baca juga artikel terkait KASUS PENGANIAYAAN atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz