tirto.id - Skandal kasus Bank Century kembali mencuat usai Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memerintahkan KPK agar menetapkan beberapa orang tersangka, salah satunya mantan Gubernur Bank Indonesia sekaligus mantan Wakil Presiden RI, Boediono.
Menanggapi hal itu, Politikus Partai Golkar, Misbakhun mengatakan, kredibilitas KPK akan meningkat apabila mau memproses nama-nama yang tercantum dalam dakwaan terpidana kasus Century, mantan Deputi Bank Indonesia Budi Mulya itu.
"Kita sampaikan mau naik kelas apa tidak KPK ini? kita kasih kesempatan dan ini sebenarnya kesempatan paling baik bagi KPK untuk menaikkan kelas dan leverage-nya tanpa menyebut Jabatan itu apa," kata Misbakhun di Hotel Century, Jakarta, Senin (16/4/2018).
Misbakhun menilai, perkara Century adalah white collar crime dalam arti yang pelakunya tidak dilakukan satu orang. Oleh sebab itu, ia berpendapat, tidak mungkin pelaku perkara skandal Bank Century yang merugikan negara Rp6,7 triliun itu hanya menyasar Budi Mulya.
Mantan Anggota Tim Pengawas Century DPR ini berpandangan, penanganan perkara Bank Century juga bisa menjadi momentum untuk mempersatukan KPK. Pasalnya, menurut dia, ada perpecahan di tubuh KPK terkait penanganan kasus Century.
"Kita tahu di internal KPK itu ada perbedaan pendapat untuk mengusut skandal Bank Century ini. Kita berikan kesempatan kepada KPK ini untuk menaikkan leverage mereka," kata Misbakhun.
Misbakhun juga mengajak semua pihak untuk memantau kasus Century dan mendorong KPK menyelesaikan kasus yang berawal pada tahun 2008 itu."Mari kita kawal baik-baik dan kita bikin KPK itu menjadi punya energi baru. Nah kita di posisi mana, kita dorong itu," kata Misbakhun.
Latar Belakang Kasus Century
Dalam surat dakwaan terhadap Budi Mulya, kasus ini bermula sejak 2005. Namun melansir BBCIndonesia.com, masalah di bank ini baru mencuat antara 31 Oktober hingga 3 November 2008. Kala itu, Bank Century dilaporkan mengalami masalah likuiditas serius sehingga manajemen Bank Century mengajukan FPJP senilai Rp1 triliun kepada Bank Indonesia.
Pada 5 November 2008, Gubernur Bank Indonesia Boediono menempatkan Bank Century dalam pengawasan khusus. Kemudian pada 6 November 2018, BI mulai mengawasi Bank Century dan melarang penarikan dana dan rekening simpanan di Bank Century.
Pada 13 November 2008, Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan masalah Bank Century kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang sedang berada di Washington D.C.
Kemudian pada 20-21 November 2008, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang diketuai Sri Mulyani menggelar rapat bersama Gubernur Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). LPS kemudian mengambil alih kepemilikan Bank Century.
Rapat terakhir ini yang kemudian menetapkan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik sehingga membutuhkan bantuan talangan (bailout). Belakangan dalam penyelidikan yang dilakukan KPK, Komisi menduga bailout ini diputuskan dengan berbau korupsi.
Pada November 2012, KPK kemudian menetapkan Budi Mulya dan Siti Chalimah Fadjriah sebagai pihak yang patut dimintai pertanggungjawaban. Namun dalam perjalanannya, hanya Budi Mulya yang ditetapkan tersangka lantaran Siti Chalimah Fadjriah sakit stroke dan kemudian meninggal pada 16 Juni 2015.
Budi kemudian divonis bersalah dalam kasus skandal suap Bank Century. Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa itu dinilai terlibat merugikan keuangan negara sejak penyetoran Penyertaan Modal Sementara (PMS) 24 November 2008 hingga Desember 2013 sebesar jumlahnya Rp 8,012 triliun.
Pada tingkat pengadilan negeri, Budi Mulya divonis 10 tahun penjara, pada Rabu 16 Juli 2014. Ia kemudian mengajukan banding, tetapi hakim Pengadilan Tinggi Jakarta justru memperberat hukuman Budi. Hakim Widodo dan dua hakim pengadilan Tinggi memperberat hukuman Budi Mulya menjadi 12 tahun penjara.
Tidak puas dengan putusan pengadilan tinggi, Budi membawa perkara ini ke tingkat kasasi. Namun, Hakim Agung Artidjo Alkostar dan dua hakim lain memperberat hukuman Budi Mulya menjadi 15 tahun penjara.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto