tirto.id - Pengamat Kepolisian dari Institut for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto merespon insiden pembakaran salah satu anggota kepolisian oleh massa aksi unjuk rasa di Cianjur, Kamis (15/8/2019) kemarin.
Menurutnya hal itu terjadi lantaran ketidak pahaman massa aksi dalam memandang aparat kepolisian di area demonstrasi.
"Peran kepolisian itu adalah pengamanan, bukan obyek atau tujuan yang ditunjuk rasa. Ini yang sering salah kaprah dilakukan para demonstran," ujarnya kepada Tirto, Jumat (16/8/2019).
Kejadian bermula saat massa aksi membakar ban, ketika anggota polisi mencoba memadamkan api, ada dari massa yang melemparkan plastik yang diduga berisi bensin.
Lalu api menyambar ke tubuh empat polisi yakni Aiptu Erwin anggota Bhabinkamtibmas Polsek Kota Cianjur, Bripda Yudi Muslim dan Bripda FA Simbolon dari Sabhara Polres Cianjur, serta Bripda Anif.
Aiptu Erwin dirujuk ke RS Polri Kramat Jati, Bripda Yudi Muslim dan Bripda FA Simbolon dirawat di RS Hasan Sadikin, sedangkan Bripda Anif ditangani di RS Polri Sartika Asih Polda Jawa Barat.
Bambang menilai model unjuk rasa seperti itu harus dihentikan. Perlu adanya penindakan tegas terhadap pelaku penyiraman bensin dan koordinator lapangan sebagai penanggungjawab.
Ia merujuk pada Pasal 16 UU No. 9 Tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di depan umum, yang pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Dengan penegakan hukum yang tegas, yakni pemberian sanksi hukuman bagi pelaku maupun korlap unjuk rasa diharapkan ke depan unjuk rasa benar-benar dilakukan dengan tertib dan cermat," ujarnya.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Irwan Syambudi