tirto.id - Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Pol Rudy Sufahriady mengungkapkan temuan yang mengindikasikan bahwa kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Santoso memiliki hubungan dengan kelompok radikal di Filipina.
Brigjen Rudy menyatakan bahwa senjata yang digunakan kelompok Santoso identik dengan senjata yang digunakan kelompok radikal di Filipina.
"Berdasarkan senjata yang digunakan, yang jelas kelompok Santoso cs ini di pastikan erat kaitannya dengan kelompok radikal di negara Filipina. Sebab diketahui, beberapa orang anggotanya pernah berlatih strategi perang di sana," ungkapnya kepada sejumlah wartawan di Desa Watutau Kecamatan Lore Peore Kabupaten Poso, Minggu, (3/4/2016).
Temuan tersebut, menurut Rudy, berawal dari penangkapan menangkap tersangka Witadi alias Iron asal Bima pada 28 Mei 2015 lalu, di kompleks Pasar 45 Jalan Dotulong Lasut Taman Kesatuan Bangsa Manado, Sulawesi Utara, oleh Detasemen Khusus (Densus 88).
Berdasarkan pengembangan hasil penangkapan tersebut, polisi menemukan bahwa senjata yang digunakannya merupakan buatan Filipina, setelah dicocokkan dengan hasil tangkapan salah seorang kelompok Santoso oleh tim Satuan Tugas (Satgas) Tinombala TNI Polri beberapa waktu lalu.
Rudy memastikan sendiri kesamaan senjata tersebut dalam kunjungannya ke Filipina. Ia juga memaparkan bahwa sejumlah senjata kelompok Santoso cukup bervariasi, ada yang baru dipasok dan juga terdapat senjata persediaan lama
Rudy menyebutkan, tersangka Witadi alias Iron, pada akhir tahun 2013 mengikuti kegiatan tadrib asykari yang dilaksanakan oleh Santoso dan Daeng Koro di Poso. Ia juga memberikan fasilitas dan menyuruh B alias R, A alias Z, Tiger alias Anton untuk berangkat ke Poso.
Sementara itu Polda Sulteng kembali merilis 29 orang anggota kelompok Santoso. Kapolda mengatakan bahwa sebelumnya jumlah DPO (Daftar Pencarian Orang) terorisme anggota Santoso sebanyak 41 orang. Namun, seiring berjalannya operasi Tinombala 2016, sebanyak 10 orang yang dinyatakan tewas dan dua orang di tangkap hidup.
"Artinya jumlah saat ini tersisa 29 orang yang masuk dalam DPO terorisme di wilayah Poso," ungkapnya.
Ia mengaskan bahwa tidak tertutup kemungkinan adanya tambahan orang yang masuk dalam kelompok Santoso, namun tidak termasuk dalam DPO. Hal ini dikarenakan oleh pergerakan mereka yang tidak seluruhnya diketahui oleh aparat keamanan. (ANT)