Menuju konten utama

Polemik Full Day School Bukan Perkara NU vs Muhammadiyah

Ketua Tanfidzniyah PBNU, Marsudi Syuhud memastikan bahwa polemik full day school bukan persoalan antara NU dan Muhammadiyah, melainkan kebijakan Mendikbud yang berpotensi mematikan madrasah diniyah.

Polemik Full Day School Bukan Perkara NU vs Muhammadiyah
Siswa kelas I mengikuti kegiatan belajar di Ruang kelas Sekolah Dasar Negeri (SDN) Galunggung I, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu (10/8). Sekolah tersebut sudah menerapkan program sekolah sepanjang hari (full day school) sejak 2007 meneruskan program sekolah berbasis Internasional dengan mengisi berbagai kegiatan belajar keagamaan. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi.

tirto.id - Ketua Tanfidzniyah PBNU, Marsudi Syuhud, menegaskan bahwa penolakan PBNU terhadap sekolah 8 jam sehari menjadi persoalan antara NU dan Muhammadiyah. Menurutnya ketidaksetujuan NU terhadap Permendikbud Nomor 23 tahun 2017 itu adalah murni persoalan PBNU kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

"Ini kan NU sendiri dengan kebijakannya Pak Menteri. Enggak ada urusannya sama Muhammadiyah," ungkap Marsudi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/6/2017).
Dalam hal pendidikan, ia mengatakan, NU dan Muhammadiyah sejak dulu telah memilik target dakwah berbeda namun saling melengkapi.
"NU, dalam mengisi pendidikan di nusantara ini, NU dengan pondok pesantren dari kampung menuju kota. Muhammadiyah dari kota, sekolahan, menuju kampung. Dengan demikian Indonesia sudah ada yang dari kampung ke kota, yang dari kota ke kampung. Itu kehebatan diferensiasi target market dakwah Muhammadiyah dan NU," kata dia.
Ia menjelaskan, ketidaksetujuan NU terhadap kebijakan tersebut sebenarnya sudah ada sejak wacana tersebut digulirkan oleh Mendikbud Muhadjir Effendy tahun 2016. Penolakan tersebut lantaran kebijakan full day school berpotensi mematikan madrasah diniyah.
Di daerah-daerah, madrasah diniyah merupakan program pendidikan yang murni mengajarkan pelajaran agama Islam dan penyelenggaraannya biasa berlangsung di luar jam sekolah resmi, terutama sore hari.
Marsudi mengatakan, mayoritas madrasah diniyah yang diselenggarakan oleh sekolah dan pesantren-pesantren milik NU tak bisa serta-merta digabungkan dengan program sekolah 8 jam sehari seperti yang tertuang dalam pasal 6 ayat 2 peraturan tersebut.
"Yang sudah jelas terbunuh itu 76.000. Ini milik masyarakat. Akan terbunuh hanya karena kebijakan dikumpulin menjadi 5 hari ditambah jam di situ."
Pasal yang ia maksud berbunyi, "Pelaksanaan kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan kerja sama antarsekolah, sekolah dengan lembaga keagamaan, maupun Sekolah dengan lembaga lain yang terkait"
Lantaran itulah ia menegaskan bahwa PBNU menolak peraturan tersebut dan tak ingin kebijakan tersenut dipaksakan dengan membuat petunjuk teknis pelaksanaan. Meskipun, imbuhnya, pasal di atas menyatakan bahwa kerja sama tersebut bersifat opsional.
"Itu anehnya. Permen-nya sudah keluar kok masih dibahas. Apa karena NU enggak setuju? Mestinya sebelum keluar dibahas dulu ini. Sekarang ngomong opsional opsional apanya di situ tulisannya ga ada," kata Marsudi.

Baca juga artikel terkait FULL DAY SCHOOL atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Agung DH