Menuju konten utama

Polda Metro Jaya Antisipasi Kerawanan Sidang Kasus Ahok

Menurut Arga, antisipasi potensi kerawanan yang akan muncul adalah aksi dari seluruh elemen masyarakat yang berdemonstrasi di sekitar lokasi persidangan.

Polda Metro Jaya Antisipasi Kerawanan Sidang Kasus Ahok
Sejumlah polisi berjaga di salah satu gerbang Kompleks Perumahan Pantai Mutiara, Jakarta. Di kompleks perumahan itu terdapat rumah pribadi terdakwa kasus pelanggaran hukum, Basuki T. Purnama. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean.

tirto.id - Personel Polda Metro Jaya mengantisipasi kerawanan yang terjadi saat sidang Gubernur DKI Jakarta non aktif, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang akan berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada 13 Desember nanti.

"Polda Metro Jaya masih mendata jumlah personil pengamanan sesuai tingkat kerawanan," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi RP Argo Yuwono, di Jakarta, Selasa (6/12/2016).

Menurut Arga, antisipasi potensi kerawanan yang akan muncul adalah aksi elemen masyarakat yang berdemonstrasi di sekitar lokasi persidangan. Berkas-berkas pemeriksaan Ahok telah lengkap dan siap disidangkan.

Sidang perdana Ahok atas dugaan penistaan agama akan dipimpin ketua majelis hakim, Dwiarso Santirto.

Sebelumnya dilaporkan, Koordinator Bantuan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Julius Ibrani mengatakan bahwa Jaksa akan sulit membuktikan kesalahan Ahok di pengadilan, hal itu merujuk pada pasal yang disangkakan kepada Ahok.

Dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/12/2016), Julius menjelaskan, pasal 156a yang disangkakan kepada Ahok tidak tepat karena hal itu bisa melanggar hak asasi manusia.

Ahok dijerat menggunakan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman hukuman empat tahun penjara.

Menurut dia, dalam konteks hak asasi manusia, Pasal 18 Kovenan Hak Sipil dan Politik yang diratifikasi Indonesia lewat UU No 12 Tahun 2005, telah menjamin kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Kebebasan ini dengan batasan tidak boleh mengganggu hak orang lain untuk berpikir, berkeyakinan dan beragama.

Menurut Julius, perlindungan diberikan kepada orang sebagai subjek, bukan kepada pikiran, keyakinan, atau agama sebagai objek. Sedangkan yang diatur oleh Pasal 156a KUHP ini adalah perlindungan terhadap objek.

"Tidak heran, karena historis pasal ini adalah pasal teror dari pemerintah kolonial Belanda terhadap kelompok agama yang dibangun oleh pribumi di masa itu," kata Julius.

Baca juga artikel terkait PERSIDANGAN AHOK

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto