Menuju konten utama
Piala Dunia 2018

Pogba vs Fellaini dalam Pertarungan Lini Tengah Perancis-Belgia

Fellaini dan Giroud sama-sama tangguh di udara. Keduanya penting bagi kedua tim yang gemar bermain direct

Pogba vs Fellaini dalam Pertarungan Lini Tengah Perancis-Belgia
Ilustrasi Perancis vs Belgia. tirto.id/Rangga

tirto.id - Saat Belgia bermain imbang 3-3 melawan Meksiko pada 11 November 2017 lalu, Kevin De Bruyne, gelandang Belgia, mengkritik taktik yang diterapkan oleh pelatihnya, Roberto Martinez. Hari itu Belgia bermain dengan sistem tiga bek.

“Selama tim ini belum menemukan taktik yang tepat, kami akan mendapatkan kesulitan saat bertanding melawan tim seperti Meksiko. Ini menggelikan karena kami belum menemukan solusinya sampai sekarang,” ujar De Bruyne.

Pemain tengah Manchester City tersebut menambahkan, “Kami bermain menggunakan sistem yang sangat bertahan, tapi dipenuhi oleh pemain berkarakter menyerang yang selalu menginginkan bola. Lalu Anda akan mulai mendapatkan masalah. Seperti saat melawan Meksiko, sebuah pertandingan yang membuat kita tidak banyak menguasai bola dan semuanya tampak tidak nyaman dengan sistem permainan yang digunakan. Kami sekarang tahu bahwa tim ini harus segera melakukan perubahan.”

Menariknya, Martinez tak menggubris kritik salah satu pemain terbaiknya itu. Jauh setelah kritik dari De Bruyne, tepatnya dalam gelaran Piala Dunia 2018, Martinez bahkan masih menerapkan sistem tiga bek. Dengan sistem tersebut, Belgia memang berhasil menjadi juara Grup G. Tunisia, Panama, dan Inggris berhasil dikalahkan. Namun, saat mereka menang susah payah atas Jepang pada babak 16 besar, taktik mantan pelatih Wigan tersebut kembali dipertanyakan.

“Orang akan bertanya tentang bahayanya sistem tersebut [sistem tiga bek], dengan hanya tiga pemain bertahan, hanya dua pemain tengah, jadi apakah Anda akan mengubahnya?” tanya seorang wartawan dalam konferensi pers sesudah pertandingan melawan Jepang.

Martinez kemudian menjawab pertanyaan itu dengan enteng: “Hari ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan sistem permainan.”

Ya, hari itu memang bukan hari yang tepat untuk membicarakan sistem permainan. Namun saat Belgia bertanding melawan Brasil, Martinez kemudian menjawab pertanyaan wartawan tersebut sekaligus menjawab kritik dari De Bruyne. Ia menerapkan taktik yang mengejutkan: Belgia bermain dengan formasi 4-3-3 dengan De Byune berperan false nine.

Dalam formasi tersebut, Martinez memainkan Toby Alderweireld dan Vincent Kompany sebagai duet bek tengah, sementara Jan Vertonghen digeser sebagai full-back kiri dan Thomas Meunier bermain sebagai full-back kanan. Di lini tengah, untuk mengantispasi cutting-inside yang biasa dilakukan Willian dan Neymar, Maroune Fellaini dan Nacer Chadli dimainkan sebagai gelandang kiri dan kanan, mengapit Axel Witsel. Di depan, Hazard dan Lukaku dimainkan penyerang sayap. Dalam bertahan, sementara De Bruyne sering turun untuk mempermudah menghubungkan serangan balik Belgia, Hazard dan Lukaku tidak diberi tugas melakukan track-back dengan tujuan mengganggu keseimbangan Brasil dalam bertahan.

Meski hingga 15 menit pertama pemain-pemain Belgia sempat gagap menjalankan taktik Martinez tersebut, mereka kemudian dapat beradaptasi dengan baik. Hasilnya, Brasil kerepotan untuk mengatasi serangan balik pemain-pemain Belgia. Anak asuh Roberto Martinez tersebut kemudian unggul 2-0 hingga turun minum, salah satunya melalui serangan balik yang diakhiri penyelesaian sempurna De Bruyne.

Pada babak kedua, sadar bahwa pendekatan taktiknya riskan terhadap serangan balik Belgia, Tite, pelatih Brasil, kemudian mengganti formasinya dari 4-3-3 menjadi 4-4-2. Perubahan taktiknya tersebut memang memberikan dampak yang cukup signifikan untuk timnya, tapi tak cukup untuk mengejar ketertinggalan. Belgia menang 2-1 dan lolos ke babak semifinal.

Setelah pertandingan, Martinez lalu merasa bangga dengan dengan penampilan anak asuhnya pada pertandingan tersebut. Tentang taktiknya yang mengejutkan itu, yang mengubah 3-4-2-1 menjadi 4-3-3, ia mengatakan: “Saya menerapkan rancangan taktik yang sulit untuk para pemain. Ketika Anda bermain, Anda harus mendapatkan keuntungan taktis. Akan sangat mudah untuk berpikir bahwa Anda hanya perlu bermain dan akan memenangkan pertandingan sepakbola, tetapi Anda tidak bisa melakukannya melawan Brasil. Secara taktis kami [Belgia] harus memiliki keberanian dan di dalam Piala Dunia, para pemain harus percaya. Semua ini menyoal bagaimana cara mengeksekusi taktik tersebut.”

Dan untuk menghadapi Perancis yang memiliki kualitas tak jauh berbeda dari Brasil, bukan tidak mungkin Martinez akan kembali menerapkan formasi 4-3-3 tersebut.

Peran penting Fellaini di Lini Tengah Belgia

Pada babak perempat-final, melalui Neymar, Coutinho, dan Marcelo, Brasil memang gemar melakukan overload di sisi kanan pertahanan Belgia yang dikawal oleh Thomas Meunier. Namun, karena bantuan Fellaini yang bermain sebagai gelandang sebelah kanan, Thomas Meunier bisa menjaga daerahnya dari gempuran pemain-pemain Brasil tersebut. Bahkan, ia masih dapat ikut maju ke depan saat mempunyai kesempatan.

Saat itu Fellaini berhasil membatasi Neymar dan Coutinho dalam melakukan cutting-inside. Dari empat tekel yang dilakukannya, tiga di antaranya sukses membuat Neymar dan Coutinho kehilangan bola. Selain itu, ia juga berhasil dua kali memotong umpan yang mengarah ke kedua pemain tersebut.

Menariknya, Fellaini juga berperan aktif saat Belgia dalam fase menyerang. Ia bisa menjadi senjata alternatif saat Belgia kesulitan mengirimkan umpan ke arah Lukaku, De Bruyne, maupun Eden Harzard. Kemampuannya di udara sangat berguna untuk memantulkan bola. Dari posisinya, Fellaini akan maju ke depan, hingga ke daerah sepertiga akhir. Pemain-pemain Belgia kemudian mengirimkan umpan lambung ke arahnya. Dengan pendekatan seperti itu, tak heran jika dari tujuh kali duel udara yang dimenangkan Fellaini, empat di antaranya terjadi daerah pertahanan Brasil, bukan di wilayah sendiri.

Melawan Perancis, yang biasanya bermain dengan formasi 4-2-3-1 asimetris [formasi tersebut bisa berubah menjadi 4-3-3], Fellaini dapat kembali dimainkan oleh Martinez sebagai gelandang sebelah kanan. Mengingat sisi kiri Perancis lebih difungsikan untuk bertahan, terutama saat Perancis melakukan transisi serangan, ia bisa bertahan lebih ke depan untuk mengganggu gelandang-gelandang Perancis dalam melakukan transisi serangan tersebut.

Paul Pogba, pemain yang paling berpengaruh dalam build-up serangan Prancis, bisa menjadi target utama Fellaini untuk dibatasi pengaruhnya. Duel Pogba dan Fellaini akan sangat menarik, bukan karena keduanya sama-sama pemain Manchester United, namun terutama karena Pogba juga piawai bertahan. Sudah tiga gol setidaknya lahir saat Pogba berhasil merebut bola dari lawan: satu gol saat melawan Australia, satu gol saat saat melawan Peru, dan satu gol saat melawan Uruguay. Ini duel yang secara taktik maupun fisik akan menarik untuk dicermati.

Selain itu, seperti saat melawan Brasil, kemampuan Fellaini memenangi duel-duel udara dapat kembali digunakan untuk menjadi senjata alternatif. Sejauh ini, karena menggunakan defensive winger yang sering merapat dengan dua pemain tengah, yang membuat formasi 4-2-3-1 Perancis tampak asimetris, sisi kiri Perancis (kerap diisi oleh Matuidi) memang sulit ditembus melalui umpan-umpan datar.

Terlebih, Munier juga akan berhadapan dengan Lucas Hernandez, full-back kiri Perancis, yang di Piala Dunia 2018 sejauh ini tampil bagus dalam bertahan. Dengan adanya Fellaini, Belgia mempunyai kesempatan untuk menembus sisi kiri pertahanan Perancis tersebut dengan mengandalkan umpan-umpan lambung. Dengan begitu, anak asuh Roberto Martinez tersebut bisa lebih variatif dalam melancarkan serangan.

Olivier Giroud Bisa Menyulitkan Pertahanan Belgia

Oliver Giroud memulai penampilannya di Piala Dunia 2018 saat pertandingan antara Perancis melawan Australia memasuki menit ke-70. Saat itu, Deschamps memasukkannya karena Perancis kesulitan membongkar rapatnya pertahanan Australia. Pemain Chelsea tersebut ternyata hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk membuktikan bahwa ia layak bermain sebagai starter: Pada menit ke-80, berkat umpannya ke arah Pogba, Aziz Behich, full-back kiri Australia, mencetak gol bunuh diri.

Sejak saat itu, hingga Perancis melaju ke babak semifinal, Giroud selalu bermain sebagai starter. Meski belum mencetak sebiji gol pun, ia ternyata berperan penting sebagai penghubung di lini depan Perancis. Dan perannya dalam menghubungkan setiap serangan Perancis inilah yang kemudian membuat Kylian Mbappe tampil luar biasa di Piala Dunia 2018 sejauh ini.

Setidaknya, dua dari tiga gol yang dicetak Mbappe sejauh ini terjadi berkat usaha yang dilakukan Giroud. Pertama, tembakan Giroud yang diblok pemain Peru menjadi awal mula gol Mbappe ke gawang Peru. Kedua, gol kedua Mbappe ke gawang Argentina terjadi karena assist-nya.

Menghadapi Belgia, Giroud sekali lagi dapat digunakan Deschamps sebagai penghubung di lini depan. Tidak hanya bagi Mbappe, peran Giroud tersebut juga bisa menguntungkan timnya secara keseluruhan. Saat Belgia bermain dengan garis pertahanan rendah, terutama untuk membatasi pergerakan Mbappe, Giroud bisa dimanfaatkan sebagai pemantul serangan Perancis, seperti saat melawan Peru dan Australia. Selain itu, karena kemampuannya di udara, ia juga bisa dijadikan sebagai target-man.

Saat Belgia bermain dengan garis pertahanan tinggi, Giroud juga bisa menjadi opsi untuk melakukan serangan balik. Seperti saat melawan Argentina, ia bisa menjadi target alternatif saat Mbappe sudah dijaga ketat oleh pemain-pemain Belgia. Saat itu, kombinasi umpannya dengan Griezmann dan Matuidi bisa membuat konsentrasi pemain-pemain belakang Argentina terpecah. Hasilnya, Mbappe bisa lepas dari kawalan dan mencetak gol keempat Perancis pada pertandingan tersebut.

Duel Perancis dan Belgia adalah duel dua tim yang menekankan serangan balik. Oleh karena itu, saat bola-bola pendek tidak mampu mampu memberikan dampak signifikan, bola-bola udara bisa mejadi pilihan. Maka, jika Fellaini penting bagi Belgia, Giroud pun tak kalah penting bagi Perancis.

Infografik Perancis vs Belgia

Saling Mengantisipasi Serangan Balik

Belgia diperkuat pemain-pemain dengan keterampilan individual yang bagus. Pemain seperti Hazard, Bruyne dan Lukaku sangat memungkinkan Belgia unggul dalam penguasaan bola. Dari lima laga yang sudah dimainkan, praktis mereka hanya kalah penguasaan bola saat melawan Brasil. Di atas kertas, tidak sulit atau tidak aneh jika Belgia dapat mengungguli Perancis dalam hal penguasaan bola ini.

Masalahnya, penguasaan bola tidak serta merta membuat sebuah tim akan unggul dalam mencetak gol. Tersingkirnya Jerman dan Spanyol, misalnya, menunjukkan penguasaan bola di Piala Dunia 2018 ini sering tidak cukup efektif untuk membawa sebuah tim unggul mudah dalam urusan mencetak gol. Kemenangan Belgia atas Brasil menjadi salah satu contohnya.

Apalagi jika menghadapi Perancis. Didier Deschamps disebut seperti merancang timnya untuk mematikan dalam situasi tidak banyak memegang bola. Mereka justru bisa sangat berbahaya saat lawan unggul dalam penguasaan bola. Gol-gol saat mengempaskan Argentina, Peru dan Australia, misalnya, beberapa di antaranya terjadi saat mereka melakukan serangan balik.

Bedanya, Perancis bukan tim yang butuh bertahan jauh di kedalaman untuk melakukan serangan balik. Perancis bisa melakukannya dengan bertahan secara medium di tengah lapangan. Maksudnya: mereka bisa menahan serangan lawan di area tengah lapangan, dan dari sana mereka bisa mengirim serangan balik mematikan.

Pogba sangat instrumental dalam proses gol macam ini. Gol Griezman ke gawang Perancis, atau gol Mbappe ke gawang Peru, terjadi setelah Pogba berhasil merebut bola di tengah lapangan, atau malah saat bola masih ada di area lawan. Itulah mengapa, di bagian sebelumnya, duel Pogba vs Fellaini menjadi menarik untuk dicermati. Keduanya bisa kerap berduel dalam memutus usaha lawan membangun serangan cepat.

Yang membuat laga ini berpotensi seru, Belgia pun tidak buruk dalam melakukan serangan cepat. Gol ketiga yang menyingkirkan Jepang (dicetak Chadli) atau gol kedua saat mengalahkan Brasil (dicetak oleh Bruyne), juga berlangsung melalui serangan yang -- kendati merayap dari bawah alias bukan melalui umpan panjang -- namun dilakukan dengan cepat, efektif, dan bisa hanya melibatkan dua atau tiga pemain (Bruyne, Hazard, Lukaku) saja.

Dalam situasi yang saling ancam melalui serangan balik, peran para pemutus serangan lawan menjadi penting. Dan jika kedua tim bermain dengan formasi 4-3-3, pertempuran di lini tengah ini akan sangat seru. Tiga gelandang di masing-masing kubu (Kante-Pogba-Matuidi dan Fellaini-Witsel-Chadli) akan berjibaku untuk saling memutus transisi dari bertahan ke menyerang yang dirancang satu sama lain.

Martinez sempat mempraktikkan siasat menarik pemain-pemain lawan untuk bergerak ke sayap dengan menempatkan Lukaku bergerak ke lebar lapangan saat menghadapi Brasil. Barisan pertahanan Brasil menjadi kesulitan menghentikan alur serangan balik Belgia karena, pada saat yang sama, Bruyne dan Hazard juga bergerak dengan begitu cair. Bruyne yang relatif lebih sering turun menjemput bola ketimbang Lukaku dan Hazard, namun ia malah sering menjadi pemain paling depan.

Kante menjadi pemain yang agaknya akan paling sibuk untuk berpatroli mengontrol area di depan para bek, termasuk memantau permutasi posisi dan peran antara Hazard-Bruyne-Lukaku. Karena Brasil pun keteteran mengontrol cara bergerak tiga pemain Belgia itu hanya dengan mengandalkan Paulinho-Fernandinho, tampaknya Kante juga tak bisa sendirian melakukannya. Jika Lukaku-Bruyne bergerak ke kiri pertahanan Perancis, Chadli bisa diandalkan untuk ikut melapis, dan Pogba akan menjaga sisi salah satunya -- Kante tetap menjadi poros Perancis dalam situasi transisi dari menyerang ke bertahan.

Tiga gelandang Perancis inilah yang akan memastikan bahwa trio Belgia itu akan menghadapi lawan yang jumlahnya lebih banyak (overload). Pengalaman Brasil perlu dicermati: tidak perlu unggul jumlah pemain, situasi setara (3vs3) sudah cukup bagi Bruyne-Hazard-Lukaku untuk memberikan ancaman serius.

Baca juga artikel terkait PIALA DUNIA 2018 atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Zen RS