Menuju konten utama
Piala Dunia 2018

Peran Axel Witsel dalam Taktik Roberto Martinez di Belgia

Keputusan memilih Witsel ketimbang Radja Nainggolan sejauh ini terbukti tepat. Ujian bagi Belgia akan datang dari Inggris.

Peran Axel Witsel dalam Taktik Roberto Martinez di Belgia
Ilustrasi taktik Belgia di World Cup 2018. AP Photo/Francisco Seco

tirto.id - Belgia melangkah ke Piala Dunia 2018 dengan gagah: menjadi juara Grup H pada babak kualifikasi zona Eropa.

Kendati menghadapi lawan-lawan yang relatif mudah pada babak kualifikasi, tetapi mereka mampu menunjukkan bahwa mereka memang tim kuat. Di sepanjang babak kualifikasi hanya Yunani yang mampu mencuri angka, sementara Bosnia, Sipurs, Estonia, dan Gibraltar tak dapat mencuri poin satu pun dari Belgia. Mereka mengakhiri babak kualifikasi dengan pencapaian nyaris sempurna: memenangi 9 laga dan hanya sekali bermain imbang.

Status Belgia pun berubah. Jika pada turnamen-turnamen besar sebelumnya mereka hanyalah tim kuda hitam, di Rusia mereka menjadi salah satu tim unggulan. Jonathan Wilson, salah satu penulis taktik sepakbola asal Inggris, bahkan menempatkan Belgia sebagai unggulan kelima, satu peringkat di bawah Perancis dan satu peringkat di atas Argentina.

Salah satu alasan mengapa Belgia layak diunggulkan adalah skuat yang mereka saat ini. Dari lini belakang hingga lini depan, Belgia tak kekurangan bintang. Di posisi paling belakang, mereka memiliki Thibaut Courtois, salah satu penjaga gawang terbaik di liga Inggris. Di lini belakang duet bek tengah Tottenham Hotspur, Toby Alderweireld dan Jan Vertonghen, bisa menjadi jaminan mutu.

Lini tengah merupakan kekuatan utama Belgia saat ini. Selain memiliki Kevin De Bruyne dan Eden Hazard yang merupakan dua gelandang terbaik di Premier League, Belgia juga mempunyai Youri Tielemans yang sinarnya diprediksi terang benderang pada masa depan. Sementara di lini depan, kualitas Romelu Lukaku dan Dries Mertens tak perlu diragukan.

Menariknya, meski mempunyai status sebagai salah satu tim unggulan dan skuat mentereng seperti itu, Belgia bukannya tanpa kelemahan. Menurut Jonathan Wilson, kekuatan Belgia yang sekarang sama sekali belum teruji, terutama menghadapi tim yang mempunyai kualitas lebih baik daripada mereka: apakah Belgia bisa bermain bertahan saat menghadapi tim seperti itu?

Sementara itu, Michael Yokhin, penulis ESPN, masih mempertanyakan mental para pemain Belgia. Dalam gelaran Piala Eropa 2016 lalu, Belgia seharusnya bisa melangkah lebih jauh lagi apabila para pemainnya memiliki mental juara. Pada kenyataannya, mereka justru kalah dari Wales pada babak perempat-final.

Dan salah satu kekurangan yang masih perlu diuji adalah pendekatan taktik yang Roberto Martinez.

Skema Tiga Bek Belgia Dipertanyakan

Keputusan Roberto Martinez untuk memainkan formasi tiga bek (3-4-3, 5-3-2, juga 3-4-2-1) di timnas sedikit susah dimengerti. Formasi tiga bek pada dasarnya adalah formasi bertahan yang lebih mementingkan kedisiplinan daripada kreativitas. Dengan begitu, Belgia yang dihuni pemain kreatif melimpah dianggap kurang cocok bermain dengan formasi tersebut.

Jauh hari sebelum Piala Dunia 2018, tepatnya saat Belgia melakukan pertandingan uji coba melawan Meksiko pada November 2017 lalu, pendekatan taktik Martinez tersebut bahkan dipertanyakan Kevin De Bruyne. Dalam pertandingan yang berakhir dengan skor 3-3 tersebut, De Bruyne mengkritik formasi 5-3-2 yang diterapkan mantan pelatih Wigan tersebut.

“Selama tim ini belum menemukan taktik yang tepat, kami akan mendapatkan kesulitan saat bertandinga melawan tim seperti Meksiko. Ini menggelikan karena kami belum menemukan solusinya sampai sekarang,” kata De Bruyne.

Pemain tengah Manchester City tersebut menambahkan, “Kami bermain menggunakan sistem yang sangat bertahan, tapi dipenuhi oleh pemain berkarakter menyerang yang selalu menginginkan bola. Lalu Anda akan mulai mendapatkan masalah. Seperti saat melawan Meksiko, sebuah pertandingan yang membuat kita tidak banyak menguasai bola dan semuanya tampak tidak nyaman dengan sistem permainan yang digunakan. Kami sekarang tahu bahwa tim ini harus segera melakukan perubahan.”

Menyoal taktik Martinez tersebut, Phillipe Gerday, penulis di La Meuse Supresse, media lokal asal Belgia, bahkan ikut bersuara.

“Ini benar-benar generasi terbaik yang pernah kami miliki, terutama karena potensi untuk tampil menyerang. Dari bangku cadangan Martinez mampu memberikan peningkatan daripada Wilmots, tetapi masalahnya apakah kita akan memberikan penilaian hanya berdasarkan penampilan di Piala Dunia? Ada kritik signifikan di dalam tim ini, terutama mengenai penerapan tiga pemain bertahan. Medali Piala Dunia akan menjadi milik tim yang memiliki kekuatan tradisional di Piala Dunia dan Belgia bukan salah satu dari mereka. Apakah Belgia bisa tampil sesuai dengan harapan? Saya sedikit skeptis tentang itu.”

Menariknya, hingga menjelang Piala Dunia 2018 dimulai, Martinez ternyata tak banyak melakukan perubahan berarti. Dalam pertandingan uji melawan Mesir, Belgia bermain dengan formasi 3-4-2-1. Karena tidak mempunyai wing-back kiri yang berkualitas (Nacher Chadli, full-back West Brom, merupakan satu-satunya pemain natural di posisi tersebut), Martinez memainkan Yannick Carrasco di posisi tersebut. Carrasco memang tampil impresif dengan menyumbangkan satu asist, namu Mesir tidak memberikan perlawanan yang cukup berarti: mereka bermain tanpa Mohammed Salah dan lebih banyak bertahan pada pertandingan tersebut.

Belgia akhirnya tetap menggunakan tiga bek di dua laga awal. Dan hasilnya terhitung memuaskan: menang 5-2 atas Tunisia dan 3-0 atas Panama.

Infografik timnas belgia

Peran Axel Witsel

Roberto Martinez tidak membutuhkan waktu lama untuk memuji Axel Witsel. Pada November 2016, hanya tiga bulan setelah ditunjuk menjadi pelatih Belgia, mantan pelatih Everton itu mengatakan, “Saya sangat terkesan dengan Axel Witsel. Dengan kecerdasan taktiknya ia dapat beradaptasi dengan sistem yang berbeda.”

Maka saat Witsel kemudian memilih pindah ke ke Tianjin Quanjian dari Zenit St Petersburg, Martinez tak sungkan untuk membelanya, ”Uang berperan penting di dalam semua pekerjaan, terutama di dalam sepakbola. Tentu ada faktor penting di balik keputusan Axel [Witsel], tetapi Anda harus melihat lebih jauh: dia sekarang ini adalah pemain penting di dalam proyek baru timnas Belgia.”

Karena Begitu pentingnya peran Axel Witsel di timas Belgia, Martinez bahkan berani mengambil keputusan tidak populer menjelang Piala Dunia 2018: ia memilih tidak membawa Radja Nainggolan ke Rusia.

Sebagai seorang gelandang, Radja Nainggolan adalah gelandang komplet. Ia dapat bertahan dan menyerang dengan sama baiknya. Namun, karena Belgia sudah memiliki Eden Hazard serta Kevin De Bruyne, Martinez lebih membutuhkan seorang gelandang yang memiliki spesialisasi, terutama dalam bertahan, daripada gelandang komplet. Witsel mempunyai kemampuan itu, sedangkan Nainggolan tidak. Jika ia memaksa menggunakan Nainggolan, terutama saat bermain dengan skema 3-4-2-1, lini tengah Belgia bisa terancam keseimbangannya.

Peran Witsel dalam menjaga keseimbangan Belgia kemudian diperlihatkan dalam pertandingan menghadapi Panama dan Tunisia. Dalam dua pertandingan itu, Belgia bermain dengan formasi 3-4-2-1. Martinez memainkan empat pemain berkarakter menyerang di lini tengah Belgia: Kevin De Bruyne sebagai gelandang tengah; Yannick Carrasco sebagai wing-back kiri; Hazard dan Dries Mertens sebagai duet gelandang serang.

Saat bertahan, karena karakter menyerang Carrasco, Witsel yang bermain sebagai gelandang tengah sebelah kiri sering melakukan menutup ruang yang ditinggalkan oleh Carrasco. Dengan begitu, selain mampu melindungi Jan Vertoghen yang bermain sebagai bek tengah sebelah kiri, Witsel juga bisa menghambat serangan lawan terlebih dahulu sambil menunggu Carrasco kembali ke posisinya.

Saat menyerang, Witsel juga tak pernah berdiri begitu jauh dari tiga bek tengah Belgia. Selain membantu tiga bek tengah Belgia dalam merentensi bola, penempatan posisinya tersebut juga bisa mempermudah kinerja Kevin De Bruyne. Berkat Witsel, saat ia tidak mempunyai kesempatan mengirimkan umpan direct saat Belgia melakukan serangan cepat, De Bruyne juga bisa muncul dari lini kedua dengan lebih leluasa.

Sejauh ini, peran Witsel tersebut berhasil membuat formasi 3-4-2-1 Belgia berjalan dengan baik. Belgia bisa melakukan serangan cepat, juga bisa melakukan build-up serangan lambat yang menekankan pada rentensi bola. Saat bertahan, meski memainkan banyak pemain berkarakter menyerang di lini tengah, Belgia juga tak kesulitan dalam mengatasi serangan balik lawan. Hasilnya: Belgia berhasil mencetak 8 gol dan hanya kebobolan 2 kali.

Meski begitu, formasi 3-4-2-1 Belgia tersebut sebenarnya belum betul-betul teruji di Piala Dunia 2018 sejauh ini. Panama dan Tunisia bukanlah lawan sepadan bagi Red Devils. Untuk itu, sukses tidaknya pendekatan Martinez bisa diukur saat Belgia bertanding melawan Inggris Jumat (30/6/18) nanti.

Baca juga artikel terkait PIALA DUNIA 2018 atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Zen RS