tirto.id - Pelaksana Tugas Gubernur Jawa Tengah Heru Sudjatmoko mengusulkan jalur Tol Trans Jawa diberi nama “Jalan Jokowi” karena pengerjaannya dikebut di era pemerintahan mantan Wali Kota Solo itu.
Menurut dia, pembangunan jalur tol penghubung Cikampek-Surabaya itu menyamai rekor pembangunan jalan di utara Jawa pada era Gubernur Hindia Belanda Herman Willem Daendels. Pada 1808-1811, Daendels memelopori pembangunan jalan sepanjang 1.000 kilometer di sepanjang pesisir pantai utara Jawa dari Anyer hingga Panarukan.
"Saya menyebut Pak Jokowi [Presiden Joko Widodo] tidak kalah dengan Daendels. Kalau dulu saja jalan Daendels, seandainya sekarang boleh dinamai, mungkin [dinamai] Jalan Jokowi," kata Heru di Purbalingga, Jumat (8/6/2018) sebagaimana dilansir Antara.
Heru mengatakan hal itu karena pembangunan jalan tol trans Jawa, yang sudah direncanakan sejak 20 tahun lalu, selama ini baru dikebut pada masa pemerintahan Presiden Jokowi. Dia optimistis proyek jalan tol penghubung Jakarta-Surabaya serta sebagian ruasnya melintasi wilayah Jateng itu tuntas di akhir 2018.
Heru mengklaim ruas-ruas jalan di Jawa Tengah, termasuk tol, sudah siap dilalui arus kendaraan saat musim mudik Lebaran 2018. Menurut dia, ruas jalan nasional jalur selatan Jawa Tengah juga siap dilalui pemudik termasuk jalur lintas selatan selatan (JLSS) meskipun belum sempurna.
"Jadi, jalan tol sudah dibuka meskipun beberapa ruas masih bersifat fungsional, sedangkan lainnya sudah operasional," kata Heru.
Tol Trans Jawa Masih Punya 3 Titik Kritis Saat Mudik Lebaran 2018
Kondisi Tol Trans Jawa yang sudah tersambung penuh tapi belum sempurna sebenarnya belum benar-benar siap dilintasi seluruhnya oleh pengendara pada musim mudik Lebaran 2018.
Setidaknya ada tiga titik kritis pada tol Trans Jawa yang bakal dihadapi pemudik. Berlainan dengan klaim Heru, dua titik kritis tersebut berada di kawasan Jawa Tengah.
Titik kritis pertama muncul akibat Jembatan Kali Kuto, yang merupakan bagian tol fungsional ruas Batang-Semarang, berpotensi menjadi arena kemacetan. Sebab, hingga sebelum H-2 lebaran, Jembatan Kali Kuto belum bisa dibuka meski arus mudik dimulai pada 8 Juni 2018 atau H-10 Lebaran.
Alternatifnya, sebelum Jembatan Kali Kuto dibuka, kendaraan pemudik dapat keluar Simpang Susun Gringsing menuju jalur nasional. Namun, pemudik harus melewati lintasan jalan non tol sejauh kurang lebih 1 kilometer, kemudian masuk kembali ke ruas tol. Perpotongan arus ini bisa memicu kemacetan di Pantura.
Titik kritis kedua pada ruas tol fungsional Salatiga-Kartasura (bagian dari Tol Semarang-Solo). Hal ini karena Jembatan Kali Kenteng di Desa Susukan, Kabupaten Semarang, belum terbangun sempurna. Di media sosial, jalan sementara di bawah Jembatan Kali Kenteng memperlihatkan ruas jalan yang curam dan sempit, menuntut kehati-hatian pengendara.
Titik potensial kritis ketiga terdapat di ruas tol Wilangan-Kertosono (bagian dari jalan Tol Ngawi-Kertosono). Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan jalan tol fungsional Wilangan-Kertosono akan dibuka mulai 8 Juni 2018.
Menurut dia, tol itu difungsionalkan untuk mengurai kemacetan saat arus mudik dan balik Lebaran 2018 karena bisa menjadi jalur alternatif meski belum 100 persen selesai. Di ruas tol sepanjang 38 kilometer itu, pembangunan Jembatan Besuk di Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Jombang, dijadwalkan baru selesai Jumat, 8 Juni 2018.
“Jumat dijadwalkan selesai dan bisa digunakan. Tapi, jika belum karena ada sesuatu hal tak bisa dihindari, maka sudah ada jembatan darurat yang bisa digunakan," kata Soekarwo pada Rabu lalu (6/6/2018) seperti dikutip Antara.
Menurut Kepala Satuan Kerja (Satker) Tol Solo-Kertosono Agung Sutarjo, tol fungsional Wilangan-Kertosono akan digunakan satu arah dari Surabaya atau timur ke barat hingga H+2 Lebaran 2018. Titik keluar tol fungsional ini ada di Caruban. Usai H+2, jalur satu arah di sana diubah dari barat ke timur.
Editor: Addi M Idhom