tirto.id - Ketua Fraksi PKS DPR RI, Jazuli Juwaini, mempertanyakan konsep RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP) yang diajukan pemerintah kepada DPR, kemarin (16/7/2020).
Pemerintah mengajukan draf RUU BPIP sebagai pengganti RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang kontroversial beberapa waktu terakhir. Kendati, belum jelas nasib RUU HIP itu apakah dicabut atau tidak. Hal tersebut dipertanyakan oleh Jazuli.
Ia bersama para petinggi Fraksi PKS mengaku menyimak konferensi pers pimpinan DPR RI bersama para menteri, seperti Mahfud MD, Prabowo Subianto, Tito Karnavian, Yasonna Laoly, dan Tjahjo Kumolo. Namun, tak ada kejelasan mengenai status RUU HIP.
"Konsep RUU BPIP ini apa statusnya? Apakah RUU baru inisiatif Pemerintah atau DIM dari RUU HIP yang secara luas ditolak publik? Lalu bagaimana status RUU HIP, apakah jalan terus atau dibatalkan?" kata Jazuli lewat keterangan tertulisnya yang diterima wartawan Tirto, Jumat (17/7/2020) pagi.
"Apalagi disertai permintaan agar publik tidak lagi mempermasalahkan RUU HIP, sebaliknya memberi masukan RUU BPIP," tambahnya.
Jazuli mengatakan fraksinya mendapat informasi bahwa awalnya pemerintah akan menyampaikan surat resmi tentang RUU HIP. Namun, diketahui pemerintah justru mengajukan konsep RUU BPIP yang subtansinya berasal dari Perpres BPIP.
Ia mempertanyakan urgensi RUU BPIP sehingga harus diajukan oleh pemerintah.
"Karena tidak terlibat dalam pembicaraan dengan wakil pemerintah yang hadir di DPR tadi, Fraksi PKS tidak dapat informasi utuh soal hasil pertemuan, apa konteks Pemerintah memasukkan konsep RUU BPIP dan sikap resmi pemerintah terhadap RUU HIP apakah lanjut atau tunda atau menarik diri," katanya.
"Tentu pimpinan DPR harus menginformasikan kepada fraksi-fraksi sebagai representasi lembaga DPR terkait konsep RUU BPIP yang diajukan Pemerintah," tambahnya.
Ia mengatakan fraksinya tetap dengan sikap untuk meminta pembatalan RUU HIP sebagaimana aspirasi ormas, tokoh, purnawirawan TNI/Polri akademisi, dan masyarakat luas.
Kata Jazuli, seharusnya pimpinan DPR RI merespons penolakan luas itu dengan bijak. Apalagi saat ini tidak ada urgensinya atas RUU tersebut karena prioritas negara menangani pandemi Covid-19.
"Fraksi PKS juga tidak ingin lembaga DPR terkesan mengelabuhi [membohongi] rakyat dengan mengubah judul RUU HIP. RUU HIP dinilai publik secara luas bermasalah secara filosofis, yuridis, dan sosiologis yang artinya salah paradigma sejak awal. Maka permintaan untuk didrop atau ditarik dari prolegnas sangat rasional dan tidak perlu ada penggantinya," ungkapnya.
Jazuli juga berpendapat jika ada usul baru RUU yang berbeda sama sekali dengan RUU HIP, maka semestinya diproses dari awal sesuai mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, yaitu diusulkan melalui mekanisme prolegnas, dibahas bersama di Baleg DPR, sehingga jelas paradigma naskah akademik dan RUU nya serta siapa pengusulnya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri