Menuju konten utama

PKNI Kritik Cara Pemerintah Jokowi Tangani Para Pengguna Napza

Pemberlakuan pemberian hukuman kepada pengguna Napza sejak Januari 2015 telah menyebabkan dampak sosial, ekonomi dan kesehatan.

PKNI Kritik Cara Pemerintah Jokowi Tangani Para Pengguna Napza
Mantan pecandu narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lain, mengikuti pelatihan keterampilan memotong rambut di Rumah Damping Rehabilitasi BNN di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (1/3). ANTARA FOTO/Aji Styawan.

tirto.id - Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) mengkritik langkah Presiden Joko Widodo yang menggunakan pendekatan penegakan hukum dan menetapkan target rehabilitasi bagi seratus ribu orang pengguna Napza di tahun 2015.

Program Manager PKNI, Arif R. Iryawan mengatakan pemerintah seharusnya memperhatikan bahwa ketergantungan Napza merupakan bagian dari masalah kesehatan dan bersifat kronis.

“Misalnya jika ada seseorang terkena diabetes dan melakukan terapi dan tiba-tiba relapse [kambuh], apakah dia akan dihukum pemerintah? Kenapa tidak bisa diterapkan ke pengguna narkotika?,” kata Arif melalui keterangan tertulisnya, Selasa (13/2/2018).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan PKNI menunjukkan bahwa pemberlakuan pemberian hukuman kepada pengguna Napza sejak Januari 2015 telah menyebabkan dampak sosial, ekonomi dan kesehatan.

Arif melanjutkan, pendekatan hukum yang digunakan pemerintah juga menyebabkan dampak kesehatan bagi para pengguna Napza. Selain itu, target rehabilitasi dinilai menyebabkan program perawatan ketergantungan Napza tidak efektif, tidak memiliki prosedur penanganan yang baku, memaksa dan merugikan pengguna Napza.

Ia menilai pengguna Napza masih sering diproses secara hukum dan bukan direhabilitasi. Hal itu juga menyebabkan penjara mengalami over-kapasitas dan para penghuni menjadi lebih rentan terhadap HIV, hepatitis C dan TB.

Hal itu tertera dalam salah satu studi yang dilakukan oleh John Hopkins Bloomberg School of Public Health (2016) mengatakan bahwa sekitar 15 persen dari total penghuni penjara terinfeksi Hepatitis C.

Masifnya kampanye “Perang Terhadap Narkoba” juga semakin meningkatkan stigma terhadap pengguna Napza di kalangan masyarakat. Pemberitaan media yang masif juga ikut mempengaruhi pendapat publik dan pembuat kebijakan. Bahkan, meningkatkan sikap arogansi penegak hukum dalam upaya penyelesaian kasus.

Untuk itu, PKNI memberikan rekomendasi untuk mengurangi dampak kesehatan, sosial, dan ekonomi dari kampanye “Perang Terhadap Narkotika”. Misalnya dengan melibatkan kelompok masyarakat sipil seperti akademisi dan lembaga masyarakat agar kebijakan narkotika lebih tepat dalam menjawab permasalahan.

Revisi terhadap UU No.35 tahun 2009 juga perlu dilakukan untuk menyelamatkan pengguna Napza dari eksploitasi, dekriminalisasi, dan pidana penjara untuk mendapatkan hak dalam mengakses layanan kesehatan dan rehabilitasi.

“Rehabilitasi perlu koordinasi antara pelaksana hukum dan komponen masyarakat untuk dapat melakukan rehabilitasi sesuai standar yang dimiliki,” ujar Ni Made Labasari, perwakilan Subdirektorat Komponen Masyarakat BNN.

Atas dasar persoalan itulah, PKNI mengadakan seminar yang membahas tentang dampak Perang Terhadap Narkotika (War on Drugs) yang dicetuskan oleh Presiden Jokowi pada awal tahun 2015. Seminar yang diadakan di BNN ini dihadiri oleh para pemangku kebijakan seperti BNN, Kepolisian RI, Kementerian Sosial RI, dan Kementerian Hukum dan HAM RI.

Baca juga artikel terkait NARKOTIKA atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto