tirto.id - Perusahaan minyak dan gas Malaysia, Petronas mengklaim sepihak bahwa lapangan penyaluran gas bumi melalui pipa Kalimantan-Jawa (Kalija) Fase I di Kepodang-Tambaklorok, mengalami kondisi kahar (force majeure). Hal ini lantaran kondisi produksi lapangan Kepodang, Blok Muriah tidak sesuai dengan kapasitas pipa yang telah disepakati.
Keadaan kahar adalah kejadian di luar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan. Jika itu terjadi, kegiatan tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Direktur Teknologi dan Infrastruktur PGN, Dilo Seno Widagdo mengatakan keadaan kahar disampaikan oleh Petronas pada 8 Agustus 2017 hingga saat ini.
Kondisi ini disusul dengan pengiriman gas tidak sesuai Gas Transportation Agreement (GTA). Pada 2015 volume kapasitas penyaluran gas adalah 116 MMSCF/day, dengan minimal penyaluran 104 MMSCF/day. Namun, realisasinya hanya 86,06 MMSCF/day.
Dengan volume kapasitas dan batasan minimal penyaluran yang sama, pada 2016 realisasi penyaluran hanya 90,37 MMSCF/day dan pada 2017 hanya 75,64 MMSCF/day.
Petronas sendiri diungkapkannya belum melakukan pengembangan seluruh sumur yang telah disetujui Plan of Developement, yakni dari 10 sumur, baru 8 sumur.
"Alhasil, rencana produksi lapangan Kepodang sampai dengan 2026, akan meleset hanya sampai dengan 2019," ujar Dilo di Komisi VII DPR Jakarta pada Senin (12/2/2018).
Dilo kemudian, menjelaskan bahwa untuk mengklaim adanya kahar harus melalui sebuah proses cukup panjang. Harus ada verifikasi dari pihak ketiga yang ditunjuk Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas).
Setelah diverifikasi oleh pihak ketiga, klaim kahar harus mendapat verifikasi dari SKK Migas. "Sampai hari ini belum ada kepastian force majeure atau tidak," ucapnya.
Salah satu kriteria kahar yang disepakati dalam GTA adalah adanya penurunan secara permanen terhadap produksi gas di lapangan Kepodang. Dia menyatakan kondisi produksi gas hingga saat ini masih belum mengindikasikan penurunan secara permanen.
"Selama 70 hari, tetap 70 MMSCF/day. Hari ini tetap 70 MMSCF/day. Kalau permanen, depression-nya [penurunannya] terus-menerus. Emang enggak pernah lebih dari itu juga," terangnya.
Dilo menuturkan, BPH Migas telah menyurati Petronas pada 5 Februari 2018, tapi tidak mendapatkan respons hingga saat ini. Idealna, setalah lewat dari 30 hari pesan tersebut tidak direspons juga, pihak terkait otomatis masuk ranah mediasi.
"Ya kalau enggak ada, enggak ketemu jalan keluarnya. Ya sudah ke arbitrase," ungkapnya.
Dilo menyebutkan terkait klaim kahar oleh Petronas, kerugian yang diterima PGN ditaksir bisa mencapai 31,7 juta dolar AS.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa mengatakan terkait klaim kahar di lapangan Kepodang, pihaknya tidak memiliki wewenang untuk memastikan. Hanya saja, pihaknya berwenang untuk memediasi implementasi GTA, yang meleset dicapai Petronas.
Fanshurullah mengatakan Komisi VII berencana akan panggil Petronas untuk melakukan mediasi dengan PGN, serta PLN sebagai offtaker dari produksi gas Kepodang, pada bulan ini.
"Itu sudah jelas. Jadi kami akan panggil, baik itu transportirnya. Kami akan panggil Petronas-nya, dan kami akan panggil juga offtaker-nya, PLN. Kami akan pertemukan. Karena kalau mengacu pada GTA, itu mesti dibayar," ujarnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yuliana Ratnasari