Menuju konten utama

Pesan Satgas COVID-19 Terkait Pembelajaran Tatap Muka 2021

Daerah yang merasa kasus positifnya tinggi, diharapkan fokus terlebih dahulu pada penangan pandemi, pesan Prof. Wiku.

Pesan Satgas COVID-19 Terkait Pembelajaran Tatap Muka 2021
Pegawai sekolah membersihkan ruangan kelas di salah satu SMK di Badung, Bali, Selasa (5/1/2021). Kegiatan pembelajaran secara tatap muka di wilayah Kabupaten Badung yang awalnya direncanakan dimulai pada awal bulan Januari 2021 ditunda sampai batas waktu yang belum ditentukan akibat masih tingginya perkembangan kasus COVID-19. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/hp.

tirto.id - Satuan Tugas Penanganan COVID-19 memberikan pesan khusus terkait aktivitas Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang mulai 1 Januari 2021 telah menerima lampu hijau dari pemerintah.

Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito mengatakan bahwa pembukaan kembali sekolah harus mengutamakan keselamatan siswa-siswi yang masuk rentang usia anak sekolah.

"Kesiapan pembukaan pembelajaran tatap muka ini juga perlu memperhatikan data perkembangan kasus COVID-19 khususnya pada usia anak sekolah," ujarnya di Jakarta dalam keterangan pers, Kamis (7/1/2020), dikutip dari covid19.go.id.

Guna memastikan kesiapannya, Satuan Tugas Penanganan COVID-19 telah berkoordinasi dengan kementerian terkait. Prof Wiku mengatakan bahwa PTM akan dilaksanakan jika persyaratan-persyaratan yang ditentukan sudah terpenuhi.

Terkait persyaratan-persyaratan itu merupakan kewenangan Pemda, kanwil atau kantor Kementerian Agama dan persetujuan orang tua. Hal ini seturut Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri pada tanggal 20 November 2020.

Di sisi lain, rentang usia anak sekolah menyumbang sebesar 8,87 persen dari total kasus nasional, atau usia sekolah menyumbang 59.776 kasus dari total kasus kumulatif.

Data dari Satuan Tugas Penanganan COVID-19 menunjukkan bahwa dari total kasus itu, anak pada usia setara pendidikan SD yaitu 7-12 tahun, menyumbang angka kasus terbanyak yaitu 17.815 kasus atau 29,8 persen. Berikutnya usia setara SMA yaitu 16-18 tahun di angka 13.854 kasus atau 23,17 persen.

Lalu, usia setara SMP yaitu 13-15 tahun sebanyak 11.239 kasus atau 18,8 persen, usia setara TK yaitu 3-6 tahun sebanyak 8.566 kasus atau 14,3 persen, dan usia PAUD yaitu 0-2 tahun sebanyak 8.292 kasus atau 13,8 persen.

Prof. Wiku mengatakan ada peningkatan kasus konfirmasi pada setiap penggolongan umur bahkan terbesar setara TK, Paud, dan SD, jika menelaah dari trennya.

"Kenaikannya di atas 50 persen hanya dalam kurun waktu 1 bulan," imbuhnya.

Terkait wilayah sebaran, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Riau, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Sumatera Barat, dan Banten konsisten menempati peringkat 10 besar daerah dengan konfirmasi tertinggi pada rentang usia sekolah.

Sementara DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah konsisten menempati peringkat 4 teratas pada seluruh golongan umur rentang usia sekolah.

Data secara nasional, terdapat 3 provinsi teratas dengan penyumbang kematian tertinggi rentang usia sekolah.

Pada rentang usia PAUD, terdapat di Sulawesi Utara (6,78 persen), Nusa Tenggara Barat (4,72 persen), dan Nusa Tenggara Timur (4,35 persen). Rentang usia TK terdapat di Jawa Timur (4,6 persen), Riau (0,73 persen), dan Kepulauan Riau (0,72 persen).

Lalu, rentang usia SD terdapat di Jawa Timur (4,96 persen), Gorontalo (1,44 persen), dan Sulawesi Tengah (1,47 persen). Rentang usia SMP terdapat di Jawa Timur (4,96 persen), Gorontalo (2,08 persen), dan Nusa Tenggara Barat (0,85 persen). Sementara rentang usia SMA terdapat di Jawa Timur (4,62 persen), Gorontalo (1,64 persen), dan Aceh (1,53 persen).

Data tersebut, kata Prof. Wiku, disampaikan bukan untuk menakut-nakuti melainkan sebagai bentuk transparasi Satuan Tugas Penanganan COVID-19 kepada pemerintah daerah dan masyarakat.

"Data ini selayaknya dijadikan dasar pertimbangan sebelum mengeluarkan izin pembelajaran tatap muka," ujarnya.

Meski begitu, daerah yang merasa siap harus terlebih dahulu paham komitmen yang dibutuhkan untuk menerapkan disiplin protokol kesehatan serta mempunyai strategi yang jelas. Perlu peninjauan yang mendalam dan tidak hanya kesiapan dan kesepakatan pihak terkait.

"Daerah yang merasa kasus positifnya tinggi, diharapkan fokus terlebih dahulu pada penangan pandemi," pesan Prof. Wiku.

Baca juga artikel terkait PANDEMI CORONA atau tulisan lainnya dari Ibnu Azis

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Ibnu Azis
Editor: Agung DH