tirto.id - Kedutaan Besar dan Konsulat Amerika Serikat di Indonesia mengaku kalau mereka telah "berkonsultasi" dengan teman, mitra, dan sekutu, termasuk Indonesia, sebelum Donald Trump mengeluarkan keputusan soal Yerusalem.
Presiden AS yang menang lawan Hillary Clinton dalam Pemilu terakhir ini mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Rabu (6/12) waktu AS, atau Kamis (7/12) WIB. Di saat yang sama ia memerintahkan pemindahan Kedubes AS yang kini masih ada di Tel Aviv ke Yerusalem.
"Saya telah menetapkan bahwa sekarang saatnya untuk secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Setelah lebih dari dua dekade penundaan, kita tidak lagi mendekati kesepakatan damai antara Israel dan Palestina." kata Trump, sebagaimana dikutip dari CNN.
"Saya juga mengarahkan Departemen Luar Negeri untuk memulai persiapan untuk memindahkan kedutaan Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem."
Dalam siaran pers di laman resmi mereka, id.usembassy.gov, Kedubes AS untuk Indonesia mengatakan bahwa "AS tetap berkomitmen mencapai kesepakatan damai yang langgeng antara rakyat Palestina dan Israel. Termasuk mendukung solusi dua negara, bila disetujui oleh kedua belah pihak."
Pernyataan ini kontradiktif dengan potensi yang bakal muncul. Pemindahan ibu kota dan Kedubes ke Yerusalem sama sekali tidak mendorong perdamaian, justru bisa menyulut konflik yang semakin dalam.
Beberapa sekutu AS mengeluarkan pendapat yang sama soal potensi konflik yang akan muncul. Perdana Menteri Inggris, Theresa May misalnya, menyebut keputusan Trump "tidak membantu dalam hal prospek perdamaian di wilayah ini."
Lalu Presiden Perancis Emmanuel Macron. Ia "menyesali" pernyataan Trump itu. "Perancis dan Eropa berkomitmen pada solusi dua negara," ujar Macron sebagaimana dilansir New York Times.
Kanselir Jerman, Angela Merkel, melalui juru bicaranya mengaku "tidak mendukung posisi ini, karena status Yerusalem harus diselesaikan dalam kerangka solusi dua negara."
Meski ditentang, namun Trump menganggap ini adalah "pendekatan baru" dalam menghadapi konflik Israel-Palestina yang telah terjadi sejak puluhan tahun lalu.
"Keputusan ini tidak dimaksudkan, dalam cara apapun, untuk mencerminkan hilangnya komitmen kuat kami untuk memfasilitasi sebuah kesepakatan damai yang abadi. Kami menginginkan kesepakatan yang sangat baik bagi Israel dan juga untuk rakyat Palestina," kata Trump.
Penulis: Rio Apinino