tirto.id - Walikota Jakarta Pusat, Mangara Pardede geleng-geleng kepala menyaksikan ribuan orang yang menyesaki lapangan Monomen Nasional (Monas) pada Sabtu siang, 28 April lalu. Ia tak menyangka acara bertajuk “Untukmu Indonesia” yang digelar hari itu bakal membeludak dan dihadiri ribuan peserta dari berbagai daerah.
“Pada jam 11.15 berdasarkan hasil pemantauan dari Monas, massa yang sudah masuk kurang lebih 100.000-an,” kata Mangara saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Senin (30/4/2018).
Yang membuatnya semakin terkejut, panitia ternyata membagi-bagikan sembako gratis di luar sepengetahuan Pemprov DKI. Hal itulah yang membuat kericuhan di tengah-tengah berlangsungnya acara.
Mangara melihat ribuan orang berdesak-desakan untuk menukarkan kupon dari panitia di tengah sengatan matahari dan udara yang pengap. Beberapa orang bahkan kewalahan dan pingsan, sementara lainnya bersusah payah untuk keluar dari kerumunan.
Melihat kondisi itu, Mangara meminta panitia penyelenggara menghentikan pembagian sembako dan menutup pintu Selatan Monas yang menjadi akses masuk para peserta. Bersama Dandim dan Kapolres Jakarta Pusat, ia memaksa panitia mengendalikan keadaan dan menyelesaikan acara sebelum azan Magrib tiba.
“Itu yang kami mau ubah. Saya bilang: Kalau Anda mau teruskan, ikuti instruksi kami. Nah, kemudian itu betul-betul dikawal polisi. Dan harus selesai sebelum Magrib,” kata Mangara menceritakan kejadian itu.
Setelah pintu Selatan ditutup, kericuhan terjadi lantaran sebagian peserta tak bisa masuk untuk mengambil sembako. Beberapa orang berteriak kepada para panitia yang berjaga di dekat pintu dan meminta agar mereka diizinkan masuk. Tak jauh dari tempat itu, di ruas jalan Medan Merdeka Selatan, kemacetan mengular lantaran banyaknya bus yang parkir di bahu jalan dan aktivitas ratusan orang yang berlalu-lalang.
Sekitar pukul 12 siang, arus jalan dari dan ke arah Tugu Tani itu ditutup petugas Dinas Perhubungan DKI dan Dirlantas Polda Metro Jaya. Sementara dari arah sebaliknya, Tugu Tani menuju Medan Merdeka Timur, kepadatan kendaraan terjadi selama berjam-jam.
Pangkal kekacauan acara di hari itu, menurut Mangara, terjadi lantaran panitia tak jujur soal estimasi jumlah warga yang bakal mengikuti acara tersebut. Akibatnya, pengaturan arus lalu-lintas tidak direncanakan oleh Dinas Perhubungan dan Dirlantas Polda Metro Jaya.
“Kalau dihadiri oleh sekian ribu manusia dan titik [kumpul] rata-rata ada kendaraan dan polisi tahu detail, harusnya ada pengawalan,” kata dia.
Di samping itu, adanya kegiatan bagi-bagi sembako juga tak dijelaskan panitia penyelenggara saat mengurus perizinan ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI.
“Saya tidak tahu persis, apakah ada [kegiatan pembagian sembako]. Tari-tarian saja kata Pak Kepala Satpol-PP,” kata Mangara.
Mangara mengaku tidak tahu dari mana panitia mendapatkan dana untuk membagi-bagikan sembako gratis, seperti beras 1 liter, minyak 0,5 kilogram, roti, mie instan, dan gula 1/4 kilogram.
“Pada saat kami berhentikan [pembagian sembako], itu mereka masih punya stok sekitar dua ratus ribu lebih,” kata Mangara.
Ia menambahkan, “Jumlah penyelenggara di lapangan tidak memadai. Tim yang bertugas untuk membagikan sembako tidak sebanding dengan jumlah massa yang antre.”
Bagi-bagi Sembako dan Tudingan Politis
Kegiatan bagi-bagi sembako gratis itu menjadi persoalan karena acara “Untukmu Indonesia” dipublikasikan sebagai kegiatan budaya dan untuk menyambut peringatan hari tari sedunia yang jatuh sehari setelahnya, yaitu Minggu, 29 April 2018.
Apalagi Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menyampaikan ke media bahwa ada unsur politis dalam penyelenggaraan acara tersebut. Tudingan politis yang dilontarkan Sandiaga berangkat dari laporan adanya keterlibatan RT dan RW serta Lurah dalam pembagian kupon sembako kepada para peserta.
Berdasarkan penuturan beberapa peserta, pembagian kupon oleh Ketua RT, RW serta Lurah memang dilakukan beberapa hari sebelumnya. Yayah (45), seorang warga Bandengan Selatan, Jakarta Barat, misalnya, mengaku mendapat kupon untuk ditukarkan sembako gratis dari lurah di tempat tinggalnya.
Perempuan yang bekerja sebagai Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) Kelurahan Pejagalan itu berangkat ke Monas untuk menukarkan kupon dengan sembako, sejak pukul 08.00 WIB.
Yayah datang bersama para tetangganya menggunakan bus metromini dan kopaja yang disediakan gratis. Titik kumpul keberangkatan mereka rumah Ketua RT dan RW.
“Saya sudah dapat beras seliter, minyak, roti dua. Dikasih kuponnya sama Pak Lurah kemarin,” ujar Yayah di Monas kepada Tirto, Sabtu (28/4/2018).
Hal serupa disampaikan Jamilah (38), peserta lain yang sempat diwawancarai Tirto di lokasi acara. Perempuan yang berangkat dari Jatinegara itu mengaku telah mengantongi kupon pembagian sembako bahkan sepekan sebelum kegiatan itu berlangsung.
Menurut pengakuan Jamilah, tak ada syarat khusus untuk mendapat kupon sembako. Ia menyebut, setiap kepala keluarga di lingkungannya mendapat kupon berwarna biru untuk sembako, kupon berwarna oranye untuk makan, dan kupon kuning untuk suvenir.
“Dari seminggu lalu didata, ditanya 'siapa nih yang mau ikut ke Monas?'. Enggak ada syarat, cuma ditanya saja. Terus yang mau, ya, dikasih kupon," ujar Jamilah.
Belakangan, Sandiaga memanggil panitia penyelenggara dan meminta penjelasan terkait bagi-bagi sembako tersebut. Sandiaga mengklaim, kegiatan itu sempat dilarang, namun tetap dilakukan oleh panitia.
“Awalnya ada usulan pasar murah. Tapi kami sudah sampaikan area Monas itu tidak boleh digunakan untuk transaksi. Dan akhirnya mereka mengajukan sembako. Dan secara tegas, Dinas Pariwisata dan Budaya maupun kepala UP Monas sudah menyatakan tidak diperkenankan,” jelas Sandiaga.
Sembako itu, kata Sandiaga, menjadi penyebab berserakannya sampah-sampah di kawasan Monas usai acara itu dilaksanakan.
“Lebih dari 70 ton sampah tadi dan baru sampai siang, akhirnya UP (Unit Pengelola) Monas meminta bantuan dari Dinas Lingkungan Hidup. Dan ini tentunya kami bayar mereka lembur,” ujar Sandiaga.
Masih Didalami
Kendati demikian, Sandiaga masih mendalami dugaan unsur politis dalam acara bertajuk “Untukmu Indonesia” tersebut.
“Jadi tadi juga saya mendapatkan laporan. Dari kuponnya tidak terlihat ada nama [politikus/partai]. Tapi tentunya kami harus pastikan dulu dan kami tunggu laporan lengkap dari badan maupun aparat yang berwenang,” kata Sandiaga.
Usai bertemu panitia penyelenggara, kata Sandiaga, acara itu memang benar-benar dilaksanakan oleh Forum Untukmu Indonesia yang dipimpin Dave Santosa dan memiliki alamat sekretariat yang jelas.
“Tadi saya meminta untuk klarifikasi organisasinya itu bentuknya apa. Karena kalau forum saja, bisa yayasan, bisa PT, tapi tidak mencantumkan,” kata Sandi. “Yang saya pertanyakan entitas apa yang diperkenankan [mendapatkan izin] untuk menggelar acara di Monas?”
Sebab, dalam surat pernyataan bernomor 012/IV/SK-FKUB/2018 yang dikirimkan Forum Untukmu Indonesia kepada Pemprov, panitia hanya menyebut bahwa kegiatan berupa pesta rakyat, meliputi Bakti Sosial, Parade Seni Budaya dan Ibadah Umat Kristiani dalam rangka perayaan paskah.
Di luar hal-hal tersebut, kata mantan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia itu, ia juga menekankan beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh Forum Untukmu Indonesia, yakni pencatatan logo Pemprov DKI di dalam penyelenggaraan kegiatan. Pemprov DKI, kata Sandiaga, tidak memberikan dukungan kepada panitia, melainkan memfasilitasi masyarakat menggunakan Monas untuk menyelenggarakan kegiatan seni dan budaya.
“Ini bentuk koreksi juga kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan bahwa untuk penyelenggaraan di Monas itu benar-benar harus organisasi yang kredibel,” kata Sandiaga menegaskan.
Kepala Kesbangpol DKI Jakarta, Darwis M Aji membenarkan adanya pembagian kupon yang dilakukan oleh beberapa ketua RT dan RW di DKI Jakarta. Namun ia tak menganggapnya sebagai pengerahan massa. Ia juga menyampaikan Pemprov DKI tidak mendukung (endorse) kegiatan dan juga tak ada atribut partai atau ormas mana pun.
“Ya, enggak ada setahu saya. Kalau ada penggerakan massa melibatkan lurah, RT dan RW, kan, pasti kami tahu, ada laporan,” ujarnya.
Sayangnya, panitia yang bertemu dengan Sandiaga di Balai Kota Jakarta, Senin malam (30/4/2018) tidak mau berkomentar. Usai menggelar rapat dengan wakil gubernur, Dave Santosa buru-buru masuk ke dalam mobil dan meninggalkan lokasi.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz