Menuju konten utama

Perda Intoleran Harus Masuk Daftar yang Perlu Dibatalkan

Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani meminta agar pemerintah juga memasukkan perda-perda intoleran dan diskriminatif masuk dalam daftar regulasi yang perlu dibatalkan. Pasalnya, perda yang sudah dibatalkan oleh pemerintah hanya fokus pada peraturan yang berhubungan dengan pajak, retribusi, dan aturan lain terkait investasi.

Perda Intoleran Harus Masuk Daftar yang Perlu Dibatalkan
Presiden Joko Widodo (ketiga kanan) didampingi sejumlah menteri mengumumkan kementerian dalam negeri sudah membatalkan sebanyak 3.143 peraturan daerah dan peraturan kepala daerah yang dianggap bermasalah yang menghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang jalur birokrasi. Antara Foto/Widodo S. Jusuf.

tirto.id - Setara Institute mengkritik pemerintah yang tidak memasukkan peraturan daerah (perda) yang berpotensi intoleran dan diskriminatif dalam daftar peraturan yang perlu dibatalkan. Setara menilai, pemerintah hanya fokus pada regulasi yang berhubungan dengan investasi dan bisnis, seharusnya juga memasukkan perda-perda intoleran dalam lis.

Pernyataan tersebut diungkapkan Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani, melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (14/6/2016). “Pemerintah hanya fokus pada perda-perda yang berhubungan dengan pajak, retribusi, dan aturan lain yang pada intinya melemahkan daya saing dan memperumit birokrasi bisnis,” kata dia.

Ismail mengatakan, Kementerian Dalam Negeri sebagai organ pengawas pelaksanaan otonomi daerah luput memperhatikan perda-perda yang diskriminatif dan intoleran atas dasar agama, keyakinan, peran gender, dan diskriminatif terhadap perempuan.

Bila pun Kementerian Dalam Negeri mengklaim telah membatalkan perda atas larangan perempuan Aceh keluar malam lebih dari pukul 23.00 pada Mei 2015, Ismail menilai kenyataannya tidak seperti itu.

“Ketentuan tersebut bukan diatur dalam Perda Aceh atau qanun, melainkan instruksi Wali Kota Banda Aceh Nomor 2 Tahun 2015 yang bukan merupakan objek pembatalan,” ujarnya

Menurut Ismail, pemerintah juga perlu membatalkan perda-perda yang intoleran dan diskriminatif, serta merilis detail jenis perda yang dibatalkan. “Perda-perda intoleran dan diskriminatif yang tersebar di seluruh Indonesia nyata-nyata bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,” kata dia.

Seperti diberitakan, Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa Kementerian Dalam Negeri telah membatalkan 3.143 perda yang bermasalah.

Menurut Setara Institute, jumlah tersebut merupakan rekor terbanyak dalam praktik pembatalan perda sejak pemberlakuan otonomi daerah.

Sebelumnya, sepanjang 2002 hingga 2009 terdapat 2.246 perda dibatalkan, 2010 hingga 2014 sebanyak 1.501 perda dibatalkan, kemudian November 2015 hingga Mei 2015 ada 139 perda yang dibatalkan. Bila dijumlah, maka sejak 2002 pemerintah telah membatalkan 7.029 perda.

Baca juga artikel terkait POLITIK

tirto.id - Politik
Sumber: Antara
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz