tirto.id - Layanan darurat Ukraina pada hari ini Selasa, 11 Oktober 2022 pagi mengatakan, setidaknya 19 orang tewas dan 105 terluka setelah Rusia meluncurkan serangan yang menargetkan kota-kota di Ukraina.
The Guardian melaporkan, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, serangan di Ukraina ini sebagai respons dari ledakan di jembatan Kerch yang menghubungkan daratan Rusia dengan Krimea.
Putin juga memperingatkan, jika Ukraina membalasnya, maka akan ada pembalasan yang lebih parah dari militer Rusia. “Jika upaya serangan teroris berlanjut, tanggapan dari Rusia akan parah.”
Putin menuduh "dinas rahasia Ukraina" melakukan ledakan di Jembatan Kerch. "Tidak ada keraguan. Ini adalah tindakan terorisme yang bertujuan menghancurkan infrastruktur sipil yang sangat penting," kata Putin.
Situasi Perang Rusia dan Ukraina
Presiden Belarusia, Alexander Lukashenko, mengatakan Belarus dan Rusia akan mengerahkan satuan tugas militer bersama di perbatasan barat sebagai tanggapan atas peningkatan ketegangan.
Belarus dan Rusia mulai mengerahkan kekuatan bersama dua hari lalu, setelah ledakan di jembatan Rusia ke Krimea, kata sang presiden Lukashenko. Di sisi lain, Polandia telah membuat panduan yang menyarankan warganya di Belarus untuk meninggalkan negara itu.
TASS memberitakan, Direktur Jenderal Dewan Rusia untuk Urusan Internasional Andrey Kortunov mengatakan, sebagai dua negara yang punya kekuatan nuklir, Rusia dan Amerika Serikat harus mengadakan dialog langsung tentang situasi di Ukraina.
"Ini masalah antara Rusia dan Amerika Serikat, yang merupakan negara adidaya nuklir. Oleh karena itu, diperlukan semacam konsultasi atau kontak," kata Andrey Kortunov.
Kortunov mengatakan, pemimpin Rusia prihatin atas dukungan militer Barat yang meningkat untuk Ukraina.
"Ancaman nuklir akan meningkat, jika NATO mengambil bagian yang lebih langsung dan berskala besar dalam konflik Ukraina," kata dia.
“Perang sedang berlangsung tidak hanya dengan partisipasi Ukraina tetapi dengan keterlibatan aktif dari seluruh negara Barat, termasuk negara-negara yang memiliki senjata nuklir," kata Kortunov.
Editor: Iswara N Raditya