Menuju konten utama

Penyebab Suara untuk AHY Tak Lari ke Ahok

Hasil hitung cepat putaran kedua membuktikan bahwa mayoritas suara Agus lari ke Anies, dan sedikit sekali yang lari ke Ahok.

Penyebab Suara untuk AHY Tak Lari ke Ahok
Calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut tiga Anies Baswedan bersama keluarga memberikan hak pilih di TPS 28 Cilandak Barat, Jakarta, (19/4/17). tirto.id/Naomi Pardede

tirto.id - Hitung cepat lembaga survei di Pilkada DKI Jakarta menempatkan pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai pemenang. Kemenangan itu didapat dengan margin yang cukup besar, berkisar 15 persen. Pasangan Basuki Tjahaja Purnama - Djarot Saiful Hidayat hanya mendapat 41-43 persen suara saja, sedangkan Anies-Sandi melejit hingga 56-58 persen.

Hasil Indikator menempatkan Anies-Sandi unggul 57,74 persen berbanding 42,26 persen. Sedangkan hasil Polmark Indonesia 57,67 persen berbanding 42,33 persen. Lalu lembaga Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) memenangkan Anies-Sandi lebih besar mencapai 58,23 persen berbanding 41,77 persen.

Jika membandingkan dengan hasil putaran satu lalu, maka dapat dipastikan bahwa pada putaran dua kali ini suara Ahok-Djarot tidak naik secara signifikan, malah cenderung turun. Pada putaran satu lalu Ahok-Djarot mendapatkan suara 42,98 persen.

Dari hasil hitung cepat ini dapat dipastikan bahwa hampir mayoritas suara Agus Harimurti - Sylviana Murni yang tersingkir pada putaran satu lalu lari ke Anies-Sandi. Saat kalah di putaran satu, Agus-Murni mendapat sekitar 17,02 persen suara, jika digabung dengan suara Anies-Sandiga yang mendapat 39,97 persen suara, maka hasilnya akan mencapai 57 persen. Dan angka ini sama persis seperti yang muncul pada hitung cepat ini.

Tidak mampunya timses Ahok-Djarot menggaet suara Agus-Sylvi tentu patut dipertanyakan. Pasalnya, secara politik Ahok-Djarot sukses mendapatkan dukungan penuh dari PPP dan PKB yang sebelumnya mendukung Agus-Sylvi. Di sisi lain, Ahok-Djarot pun kerap kali menerapkan strategi kampanye yang menargetkan pemilih muslim, seperti pengajian istighasah atau kunjungan ke pesantren-pesantren.

Ade Armando, peneliti SMRC kepada CNN Indonesia TV menuturkan dirinya sudah menduga kemenangan Anies-Sandi ini akan terjadi.

Kata dia, pada putaran kedua kali ini pasukan lapangan Anies-Sandi lebih bekerja efektif ketimbang Ahok-Djarot. Mereka berhasil memanfaatkan momentum religi seperti salat subuh berjamaah dan salat jumat untuk menggarap akar rumput.

"Akar rumputnya juga efektif menguasai publik. Di sisi lain kubu Ahok lebih banyak konsentrasi di kelas menengah atas. Akar rumput enggak digarap, dan ini yang saya rasa kenapa perpindahan total suara Agus itu ke Anies," katanya.

Sementara itu, pengamat politik Universitas Padjajaran, Muradi menyebut mesin politik diantara kedua kubu ini sebetulnya sudah berjalan baik. Hanya saja ada strategi pendekatan politik yang mampu dimanfaatkan oleh Anies-Sandi. "Soal kalah menang dalam politik kan bicaranya tentang strategi yang dijalankan. Artinya mesin politik bisa jalan sama-sama baik, tapi strategi politik juga dipengaruhi oleh pendekatan yang lain," jelasnya.

Pendekatan yang dimaksud Muradi adalah dengan memanfaatkan dan membangun sensitifitas publik, salah satunya dengan memanfaatkan sentimen agama. "Sentimen agama dan intimidasi masif terjadi kok. Elementer sekali, tapi masih efektif."

Baca juga artikel terkait PILGUB DKI JAKARTA 2017 atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Politik
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti