tirto.id -
"Komisi III ini saya kira bisa mengakibatkan kepercayaan publik terhadap MK akan menurun," kata Lucius kepada Tirto, Rabu, (6/12/2017).
Hal ini karena Komisi III terlalu cepat menyetujui Arief Hidayat padahal terdapat dugaan pelanggaran etik yang dilakukan olehnya dengan adanya pelaporan Koalisi Selamatkan MK ke Dewan Etik MK.
"Mestinya fakta itu saja sudah harus menjadi alasan kuat bagi Komisi III untuk mencoret Arief ini bila perlu sebelum proses fit and proper test," kata Lucius.
Tidak hanya itu, Lucius pun menyebut Komisi III seperti mengonfirmasi adanya isu lobi politik yang dilakukan oleh Arief Hidayat kepada Komisi III DPR untuk memuluskan proses fit and proper test.
"Ini tentu bahaya besar. Apalagi kewenangan luar biasa Mahkamah Konstitusi sesungguhnya tak pernah boleh diisi oleh orang-orang yang jelas-jelas mendapatkan jabatannya dari proses jilat menjilat," kata Lucius.
Maka, menurut Lucius, ke depannya Komisi III harus ikut bertanggungjawab apabila terdapat keputusan yang salah atau kontroversial oleh Arief Hidayat ketika menjadi ketua MK.
Sebelumnya, Komisi III DPR RI menyetujui Arief Hidayat untuk dicalonkan kembali menjadi hakim MK setelah melalui fit and proper test dari anggota Komisi III dan Tim Panel Ahli.
"Komisi III menyetujui saudara Arief Hidayat untuk dipiih kembali menjadi Hakim Konstitusi," ujar pimpinan rapat Trimedya Panjaitan di Ruang Rapat Komisi III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/12/2017).
Keputusan tersebut diambil setelah 9 fraksi di Komisi III menyatakan persetujuannya. Sementara, Gerindra yang sejak awal menolak adanya fit and proper test tidak berpendapat.
Penolakan Gerindra karena menganggap proses fit and proper test yang dilakukan oleh Komisi III terlalu terburu-buru dan tidak sesuai dengan mekanisme yang ada.
Pasalnya, Gerindra beranggapan tidak bisa ada calon tunggal ketua MK dengan adanya tim Panel Ahli. Gerindra pun mengusulkan agar dibuka kembali pendaftaran. Namun, usul tersebut tidak diterima mayoritas fraksi yang hadir.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Dipna Videlia Putsanra