tirto.id - Saya bukan penggemar kopi. Tidak paham mana biji kopi berkualitas, mana kopi yang sip dan mana yang kurang sip. Tapi saya peminum kopi. Setiap hari menyeduh kopi kemasan yang dijual bebas di warung-warung. Kebiasaan ini pun tak pernah jadi soal sampai ketika saya berkantor dengan orang-orang yang menggilai kopi.
Khawatir selera saya jadi bahan lelucon, saya mencari cara supaya tetap bisa menjalani kebiasaan dengan riang gembira. Belakangan, saya sadar kalau sebetulnya ini masalah yang saya bikin-bikin sendiri. Tapi apa boleh buat, sudah kepalang tanggung.
Saya yang tadinya omnivor dalam hal kopi, bergeser menjadi pemilih dan pilihan saya pun jatuh kepada Nescafe Classic. Alasannya? Saya tergiur teks wara Nescafe Classic yang hanya sebaris: 100% kopi murni.
Ditambah aksen gelas warna merah yang jadi andalan Nescafe, saya merasa naik kelas menjadi penikmat kopi yang lebih serius. Saya merasa terselamatkan.
Menurut Scott Robinette, pakar pemasaran dan penulis bukuEmotion Marketing: The Hallmark Way of Winning Customers for Life (2000), pilihan saya adalah hasil dari keajaiban strategi pemasaran emosional.
Saya jatuh ke dalam pusaran strategi dan dia yang berhasil menjatuhkan saya adalah penulis wara. Orang di balik sebaris teks 100% kopi murni. Mereka yang ada di balik kemasan Nescafe Classic.
Penulis Wara Dalam Lintasan Zaman
Hari ini, orang-orang yang bekerja di balik meja pemasaran barangkali enteng saja memperkenalkan diri sebagai penulis wara atau dalam istilah yang lebih lazim kita dengar: copywriter. Namun, hal ini tidak terjadi setengah abad lalu.
Kesaksian ini datang dari seorang penulis terkenal. Pemenang Man Booker Prize tahun 1981 untuk bukunya Midnight’s Children. Pria kelahiran Mumbai, India, yang kelak jadi buronan paling dicari oleh pemimpin negara Iran: Salman Rushdie.
Sebelum namanya melejit sebagai novelis, Salman Rushdie pernah menjajal profesi sebagai penulis wara. Nyaris sepuluh tahun dia melakoni pekerjaan ini di bawah biro iklan ternama Ogilvy & Mather kepunyaan David Ogilvy yang dijuluki Father of Soft Sell in Advertising.
“Kembali ke tahun tujuh puluhan, ketika saya melakukannya, kadang-kadang ada perasaan malu untuk mengatakan kalau kita bekerja di bidang periklanan. Suaramu jadi agak pelan. Sekarang, tidak begitu kan,” kata Salman Rushdie.
Penulis buku The Satanic Verses ini memulai karir sebagai penulis wara pada tahun 1970-an. Kala itu, Salman muda belum lama lulus dari Cambridge dan sedang berjuang menjalani kehidupan prekariat sebagai aktor di teater-teater pinggiran di kota London.
Dia mendengar kabar bombastis dari seorang kawan, rekannya sesama aktor yang memperoleh kesuksesan besar setelah bergabung dengan biro iklan JW Thompson sebagai penulis wara. Katanya, mengutip perkataan Salman yang menirukan kawannya, “kamu harus coba, Salman, soalnya ini gampang banget!”
Pergilah Salman melamar pekerjaan di JW Thompson. Dia diminta untuk menjelaskan cara membuat roti panggang, tidak lebih dari 100 kata, kepada penghuni Mars yang secara misterius bisa bahasa Inggris. Dan dia gagal. Dewi fortuna baru berpihak kepadanya setelah Salman bekerja dalam waktu singkat di biro iklan kecil yang kemudian mengantarkannya ke Ogilvy & Mather.
Salman dalam ceramahnya ketika diundang oleh Institute of Advertising Practitioners in Ireland (IAPI) pernah berkata, dulu kebanyakan orang yang bekerja di biro iklan memang punya ambisi lain. Pernah ada masa, dunia periklanan justru melahirkan penulis dan filmmaker kondang. Di antaranya ada F. Scott Fitzgerald, William S. Burrough, dan Kurt Vonnegut.
Di Indonesia, Bondan Winarno, jurnalis cum pakar kuliner juga pernah menjadi copywriter. Kemampuannya dalam bidang periklanan membuatnya dipercaya sebagai kolumnis Tempo.
Oleh Goenawan Mohamad, pemimpin redaksi Tempo saat itu, dia diminta menulis secara khusus untuk rubrik Kiat. Kumpulan tulisannya kemudian dibukukan dalam Seratus Kiat: Jurus Sukses Kaum Bisnis (1986) yang rilis dalam dua seri.
Evolusi Penulisan Wara
Setelah kedatangan internet, tren penulisan wara mengalami perubahan besar-besaran. Keberadaan telepon pintar; pergeseran dari pemasaran tradisional ke pemasaran digital; hingga kehadiran media sosial – ini semua mengubah cara orang mengonsumsi teks.
Orang tidak lagi membaca teks wara di majalah atau di papan baliho. Mereka mengonsumsi teks wara di ponsel pintar mereka melalui aplikasi, situs web, marketplace, atau lewat konten yang berjejalan setiap saat di akun media sosial masing-masing. Ruang lingkup pekerjaan copywriter pun melebar sehingga muncul adanya diversifikasi.
Riset pasar yang dikeluarkan oleeh Coherent Marketing Insight membedakan jenis pekerjaan copywriting berdasarkan dua kategori.
Pertama, dari jenis tulisan yang dihasilkan yang meliputi jasa penulisan konten, pemasaran melalui surat elektronik, jasa penulisan konten untuk media sosial, siaran pers, dan lain sebagainya. Kedua, dari sektor industri yang bersangkutan yang meliputi sektor Business to Business (B2B), Business to Customer (B2C), dan organisasi nirlaba.
Russell Norris, seorang senior dalam bidang penulisan wara kiwari pernah mengatakan, yang dibutuhkan oleh copywriter hari ini bukan hanya keahlian menulis, bukan juga keinginan untuk menjadi yang paling kreatif, tetapi kemampuan untuk beradaptasi dengan pengetahuan baru.
“Kenyataannya, ini bukan soal menulis lagi. Untuk bekerja sebaik mungkin, kamu harus menerima kenyataan bahwa kamu adalah bagian dari sebuah mesin yang lebih besar. Banyak yang diharapkan dari pekerjaanmu, banyak lagi yang harus dilakukan,” ujarnya.
Dirinya juga menambahkan pentingnya berusaha untuk memahami setiap disiplin ilmu. Penulis wara hari ini juga tak boleh alergi dengan teknologi baru. Mulai dari Google Spreadsheet hingga Figma. Juga tak boleh hanya mengandalkan inspirasi. Sebab, para penulis wara sangat dekat dengan hal baru setiap harinya. Tak cukup hanya mengandalkan inspirasi. Tetapi, tekad yang kuat untuk memahami apa yang hendak dia tulis.
Potensi Penulisan Wara Hari Ini
Berdasarkan laporan Statista, dari hasil survei yang dilakukan pada tahun 2022, sebanyak 37 persen ahli pemasaran menyerahkan pembuatan konten kepada pihak ketiga. Ini artinya, jasa copywriting masih akan dibutuhkan hingga tahun-tahun ke depan.
Dalam laporan Coherent Marketing Insight, jasa penulisan wara memang dikabarkan mengalami kenaikan secara konsisten dalam skala global. Kenaikan ini bahkan diperkirakan akan mencapai USD42 miliar pada tahun 2030, dari semula USD25 miliar pada tahun 2023. Terlebih lagi Asia-Pasifik merupakan kawasan yang mengalami pertumbuhan tercepat selama periode perkiraan.
Pertumbuhan di kawasan ini terutama didorong oleh digitalisasi bisnis yang masif dan tren pemasaran konten di negara-negara seperti Tiongkok, India, dan Jepang. Selain pertumbuhannya yang sangat cepat, masih dalam laporan yang sama, terdapat dua sektor yang sangat berpotensi bagi copywriter untuk mendulang cuan.
Sektor pertama adalah sektor niche dengan spesialisasi khusus. Copywriter dapat memanfaatkan ceruk pasar dengan menargetkan audiens tertentu. Dengan mengkhususkan diri pada sektor atau demografi tertentu, copywriter dapat mengembangkan pengetahuan dan keahlian yang mendalam, yang memungkinkan mereka untuk membuat konten yang relevan dan menggugah.
Sektor kedua adalah jasa penulisan naskah untuk konten video dan audio. Dengan memanfaatkan popularitas konten berbasis video-audio yang sedang meroket di pasar digital, penulis wara bisa menawarkan jasa yang lebih variatif. Misalnya, penulisan naskah untuk podcast, reels, TikTok, video YouTube, dan lain sebagainya.
Selain menjajal peruntungan di kedua sektor tersebut, copywriter juga bisa menjajaki kesempatan dengan menarget industri tertentu. Mengingat hampir semua industri saat ini merambah pemasaran digital. Di antara industri dengan kebutuhan penulisan wara paling tinggi adalah pariwisata, pendidikan, kesehatan, tata busana dan kecantikan.
Selain itu, industri periklanan masih terus berkembang sampai saat ini. Iklan belum punah, sebagaimana kata Salman, hanya eranya yang telah berubah. Di hadapan para penerima penghargaan di IAPI, kakek berusia 76 tahun itu pun menutup ceramahnya dengan pernyataan berikut.
“Saya punya teori bahwa semua taktik dalam industri periklanan sudah lebih berhasil sekarang. Tujuan dari penghargaan ini adalah untuk membahas bukan hanya persoalan kreativitas, tetapi juga efektivitas periklanan, dan itu adalah sesuatu yang telah berkembang pesat sejak saya terlibat di dalamnya.”
Agaknya, Salman Rushdie pun mengamini bahwa copywriter sebagai sebuah profesi, sangat dekat dengan perubahan. Menulis saja tidak cukup. Berpikir kreatif juga tak mampu memberikan jaminan kesuksesan. Tampaknya, keberhasilan itu baru bisa diraih ketika para penulis wara kembali menjajaki naluri manusia yang amat purba, yakni kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan.
Editor: Dwi Ayuningtyas