Menuju konten utama

Penjelasan BMKG Soal Penyebab Gempa Magnitudo 4,9 di Tasikmalaya

Menurut BMKG dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa dangkal.

Penjelasan BMKG Soal Penyebab Gempa Magnitudo 4,9 di Tasikmalaya
Ilustrasi gempa bumi. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mengatakan gempa yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat dengan magnitudo 4,9 tidak berpotensi tsunami, Jumat (21/2/2020).

Kepala BMKG Wilayah II Tangerang, Hendro Nugroho melalui keterangan tertulis mengatakan gempa tersebut terjadi pukul 07.57.13 WIB dengan episenter terletak pada koordinat 8,17 Lintang Selatan dan 107,50 Bujur Timur, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 112 kilometer Barat Daya Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat pada kedalaman 11 kilometer.

"Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktifitas zona subduksi Lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Lempeng Eurasia," ujar Hendro.

Hendro menambahkan berdasarkan laporan masyarakat berupa guncangan dirasakan di wilayah Garut, Tasikmalaya dan Pangandaran dengan skala intensitas II-III MMI (getaran dirasakan oleh beberapa orang dan benda bergantung bergoyang), dan di wilayah Sukabumi dengan Skala Intensitas III MMI (getaran dirasakan nyata dalam rumah. Terasa getaran seakan akan truk berlalu).

"Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa ini tidak berpotensi tsunami," kata Hendro.

Hendro juga mengatakan hingga pukul 08.21 WIB, hasil monitoring BMKG belum menunjukkan adanya aktivitas gempa susulan.

BMKG mengimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Sementara itu, skala MMI terbagi menjadi 12 kategori dampak guncangan gempa bumi. Petunjuk soal dampak gempa yang dimaksudkan pada setiap kategori skala MMI adalah sebagai berikut:

Skala I MMI: Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan luarbiasa oleh beberapa orang.

Skala II MMI: Getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang digantung bergoyang.

Skala III MMI: Getaran dirasakan nyata dalam rumah. Terasa getaran seakan-akan ada truk berlalu.

Skala IV MMI: Getaran dirasakan banyak orang di dalam rumah, di luar rumah oleh beberapa orang, gerabah pecah, jendela/pintu berderik dan dinding berbunyi.

Skala V MMI: Getaran dirasakan hampir semua penduduk, orang banyak terbangun, gerabah pecah, barang-barang terpelanting, tiang dan barang besar tampak bergoyang, bandul lonceng dapat berhenti.

Skala VI MMI: Getaran dirasakan oleh semua penduduk. Kebanyakan semua terkejut dan lari keluar, plester dinding jatuh dan cerobong asap pada pabrik bisa rusak, kerusakan ringan.

Skala VII MMI: Setiap orang keluar rumah. Kerusakan ringan pada rumah-rumah dengan bangunan dan konstruksi yang baik. Sedangkan pada bangunan yang konstruksinya kurang baik terjadi retak-retak bahkan hancur. Cerobong asap pecah. Getaran dirasakan oleh orang yang naik kendaraan.

Skala VIII MMI: Kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi kuat. Retak-retak pada bangunan degan konstruksi kurang baik, dinding dapat lepas dari rangka rumah, cerobong asap pabrik dan monumen-monumen bisa roboh. Air menjadi keruh.

Skala IX MMI: Kerusakan pada bangunan yang kuat, rangka-rangka rumah menjadi tak lurus, banyak retak. Rumah tampak agak berpindah dari pondamennya. Pipa-pipa dalam rumah putus.

Skala X MMI: Bangunan dari kayu yang kuat rusak, rangka rumah lepas dari pondamennya, tanah pun terbelah, rel melengkung, tanah longsor di tiap-tiap sungai dan di tanah-tanah yang curam.

Skala XI MMI: Bangunan-bangunan hanya sedikit yang tetap berdiri. Jembatan rusak, terjadi lembah. Pipa dalam tanah tidak dapat dipakai sama sekali, tanah terbelah, rel melengkung sekali.

Skala XII MMI: Hancur sama sekali, Gelombang tampak di permukaan tanah. Pemandangan menjadi gelap. Benda-benda terlempar ke udara.

Baca juga artikel terkait GEMPA TASIKMALAYA atau tulisan lainnya dari Nur Hidayah Perwitasari

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Agung DH