tirto.id - Kasus bakar diri yang dilakukan oleh beberapa pengungsi di kamp penahanan Pulau Nauru membuat berbagai pihak terkait saling menyalahkan. Pemerintah Australia menyalahkan para pengacara yang dituduh menganjurkan tindakan tersebut, sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengkritik kebijakan imigrasi Australia yang dinilai terlalu keras.
Menteri Imigrasi Peter Dutton, pada Selasa, (03/03/2016), mengamini terjadinya peningkatan kasus protes melalui cara-cara menyakiti diri sendiri di kalangan pengungsi. Hal itu, menurutnya, disebabkan oleh janji-janji palsu dari para pengacara pengungsi yang memberi harapan bahwa suatu saat mereka akan dapat tinggal di Australia.
Dia mengatakan beberapa pengacara "mendorong sejumlah orang untuk melakukan cara-cara tertentu".
"Perilaku saat ini di Nauru bukan protes terhadap kondisi kehidupan mereka. Mereka tidak memprotes perawatan kesehatan, mereka tidak memprotes kekurangan dukungan finansial," kata ujarnya dalam konferensi pers di Canberra.
Di sisi lain, PBB justru menggarisbawahi pengaruh kebijakan keras Australia kepada imigran yang ditahan di wilayah-wilayah lepas pantai sebagai penyebab utama terjadinya peristiwa bakar diri itu.
"Orang-orang tersebut telah melalui banyak hal, lari dari peperangan dan penindasan, beberapa sudah mengalami trauma," rilis Perwakilan NHCR Australia dalam pernyataannya.
"Konsensus di antara para ahli medis adalah kondisi penahanan dan proses yang dilakukan di lepas pantai telah merusak kesehatan fisik dan mental," imbuhnya.
Kebijakan Keras Australia terhadap Imigran
Petugas di Australia memaparkan, seorang perempuan berumur 21 tahun asal Somalia tengah berada dalam kondisi kritis setelah membakar diri di kamp penahanan Pulau Nauru, pada Minggu, (01/05/2016). Petugas tersebut menyatakan, saat ini perempuan itu telah dibawa ke Australia untuk menjalani perawatan intensif.
Peristiwa yang menimpa perempuan yang identitasnya tidak diketahui itu merupakan yang kedua kalinya dalam sepekan terakhir. Sebelumnya, seorang pria Iran berusia 23 tahun juga nekat membakar dirinya hingga tewas, sebagai simbol protes atas perlakuan tidak manusiawi yang diterimanya di Nauru.
Terkait hal itu, pemerintah Australia bersikeras tidak akan mengubah pendekatan kerasnya terhadap para imigran liar yang berusaha memasuki wilayah Australia.
Menurut kebijakan imigrasi Australia, para pencari suaka dihadang saat berupaya mencapai Australia dan dikirim ke beberapa kamp di Nauru untuk diproses secara hukum. Jumlah pengungsi yang dihadang di tengah laut dan ditempatkan di Nauru saat ini berjumlah sekitar 500 orang.
Para petugas telah menjelaskan kepada para pengungsi bahwa mereka tidak akan ditempatkan di Australia.
Pemerintah Papua Nugini telah memerintahkan penutupan kamp di Pulau Manus, yang saat ini menjadi tempat penahanan 850 orang, setelah Mahkamah Agung setempat memutuskan bahwa fasilitas penahanan itu ilegal.
Kekejaman dan laporan mengenai penyiksaan anak-anak secara sistematis di kamp-kamp tersebut memicu kritik luas, baik dari dalam maupun luar Australia, dan memusingkan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull selama masa kampanye untuk pemilihan umum pada bulan Juli mendatang.
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Putu Agung Nara Indra