tirto.id - Tensi konflik di proses pengosongan lahan Bandara Kulon Progo, atau New Yogyakarta Air Port (NYIA) terus meningkat dalam dua hari terakhir. Puluhan keluarga masih bersikukuh menolak melepaskan lahannya untuk lokasi bandara. Sebaliknya, PT Angkasa Pura I bersikeras melanjutkan pengosongan lahan (land clearing) di tanah milik warga yang masih menolak proyek bandara.
Hari ini, proses pengosongan paksa lahan bandara di Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kulon Progo disertai penangkapan empat aktivis oleh aparat kepolisian resor Kulon Progo. Empat aktivis mahasiswa yang masih ditahan dan diperiksa di Polres Kulon Progo sampai Selasa sore itu ialah, Riski (UMY), Haedar (UIN Sunan Kalijaga), Zaki (UGM), dan Rozak (UIN Sunan Kalijaga).
Adi selaku korlap aktivis penolak bandara Kulon Progo mengatakan para aktivis itu bersama para warga setempat hari ini semula berupaya mencegah ekskavator merusak tanaman dan lahan milik penduduk yang masih menolak menyerahkan hak miliknya ke PT Angkasa Pura I.
Setelah itu, menurut dia, terjadi aksi saling dorong antara warga dan aparat. Lalu, Adi menyampaikan,
"Sejumlah relawan dijambak, diseret, kepalanya dipojokkan. Polisi menonjok bagian kepala penentang bandara hingga memar dan berdarah."
Selain ada empat aktivis ditangkap, dia mencatat, 11 orang mengalami luka-luka. Para aktivis yang terluka adalah Haidar, Heron, Medi, Puti, Rozak, Sri Antoro, Wahyu Tri, dan Zaki. Sementara warga yang terluka adalah Arif, Ponirah, dan Sumiyo.
Meskipun demikian, Manajer Proyek Bandara Kulon Progo (NYIA) PT Angkasa Pura 1, Sujiastono bersikukuh menyatakan situasi di lokasi Bandara Kulon Progo, yang berada di Desa Glagah dan Palihan, masih kondusif.
“(Situasi) Kondusif, (warga) yang belum pindah, kita kasih kesempatan untuk pindah. Seiring berjalannya waktu, nanti yang menolak (pengosongan lahan bandara) akan bisa menerima,” kata dia.
Mengenai insiden yang disertai kekerasan aparat saat pengosongan lahan bandara pada hari ini, Sujiastono mengatakan, “Ya...soal tindakan pengamanan yang lebih tahu tentunya. Mungkin detailnya bisa ditanyakan pada (pihak) pengamanan (aparat gabungan polisi).”
Dia juga membantah pengosongan lahan bandara pada hari ini disertai kericuhan. “Yang mengatakan ricuh siapa?” Kata Sujiastono.
Selain itu, Sujiastono menambahkan, “(Tindakan aparat kepolisian) Itu kan karena adanya mahasiswa yang menghalangi petugas yang mengelilingi area peralatan kerja, sehingga dikeluarkan dari area lokasi landclearing (pengosongan lahan). Agar tidak mengganggu pekerjaan dan tidak membahayakan mahasiswa atau warga itu.”
Sementara Kapolres Kulon Progo AKBP Irfan Rifai, justru menuding keempat aktivis yang ditahan polisi itu memprovokasi warga untuk menghalang-halangi pengosongan lahan bandara. Dia mengklaim, "Bukan ditangkap ya, tapi diamankan."
- AP I Akan Segera Rampungkan Pengosongan Lahan Bandara Kulon Progo
- Empat Aktivis Penolak Bandara Kulon Progo Diperiksa Polisi
- Usaha Pengosongan Lahan Bandara Kulon Progo Kembali Ricuh
- Penolak Bandara NYIA: Kami Pertahankan Milik Kami, Kami Punya Hak
- Nasib Warga Kulon Progo yang Belum & Sudah Digusur Proyek Bandara
Sebaliknya, Kuasa hukum Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulonprogo (PWPP-KP), organisasi para warga Desa Glagah dan Palihan yang menolak bandara, Teguh Purnomo mengecam keras tindakan kekerasan dari aparat kepolisian di lokasi pengosongan lahan bandara pada hari ini.
“Saya kira aparat keamanan sudah bertindak melampaui kewenangan yang dibebankan, (yakni) hanya untuk menjaga keamanan saja. Mereka bertindak seolah hanya sebagai pengaman PT Angkasa Pura I, yang dikejar target tanpa mendengar keluhan dan latar belakang kenapa rakyat menolak penggusuran,” kata Teguh.
Dia juga menyesalkan sikap Pemkab Kulon Progo dan Pemprov DIY yang selama ini tidak berperan untuk menengahi konflik antara warga dan PT Angkasa Pura I.
“Pemda Kulonprogo dan Pemprov DIY, tidak memerankan peran apapun dalam penyelesaian masalah ini,” ujarnya.
Teguh menambahkan pihaknya akan mengadukan tindakan kekerasan aparat pada hari ini pimpinan institusi kepolisian di daerah dan pusat.
“Kami akan laporkan pada pimpinan mereka (polisi) dan beberapa lembaga terkait lain, bila perlu sampai presiden RI,” kata dia.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom