Menuju konten utama

Penggusuran Berdalih Restorasi Timpa Warga Kretek, Yogya

Warga di kawasan pesisir pantai selatan, Kecamatan Kretek, Bantul yang selama puluhan tahun telah menggarap lahan permukiman dan menjadi pengelola wisata pantai Cemoro Sewu akan digusur dengan adanya rencana penertiban restorasi gumuk pasir.

Penggusuran Berdalih Restorasi Timpa Warga Kretek, Yogya
Pekerja membersihkan lumut di area tambak udang di kawasan Gumuk Pasir Parangkusumo, Bantul, DI Yogyakarta, Senin (17/10). Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta menyiapkan lahan seluas 111 hektar sebagai upaya penertiban tambak udang yang berada di area zona inti gumuk pasir barchan untuk menjaga kawasan lindung yang menjadi salah satu kawasan geoheritage. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah.

tirto.id - Warga di kawasan pesisir pantai selatan, Kecamatan Kretek, Bantul yang selama puluhan tahun telah menggarap lahan permukiman dan menjadi pengelola wisata pantai Cemoro Sewu akan digusur. Mereka yang berhimpun dan berjuang dalam Aliansi Rakyat Menolak Penggusuran (ARMP) terancam kehidupannya karena rencana penertiban restorasi gumuk pasir.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta memberikan keterangan bahwa penertiban atau penggusuran berkedok restorasi gumuk pasir yang akan dilakukan di wilayah Parangkusumo ini melawan hukum/melanggar peraturan perundang-undangan serta sangat berpotensi terjadi pelanggaran hak asasi manusia. Pasalnya sampai saat ini tidak ada aturan hukum yang mengatur peruntukan tata ruang di kawasan restorasi gumuk pasir. Klaim sebagai tanah Sultan Ground (SG) pun terkesan hanya klaim sepihak tanpa dasar bukti yang kuat. Dalam peta buku desa, tidak ada tanah SG.

Sekalipun mengacu pada berbagai peraturan perundangan seperti: 1). Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, 2).Peraturan Daerah D.I Yogyakarta No 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Alam, 3).Peraturan Gubernur D.I Yogyakarta Nomor 115 tahun 2015 tentang Pelestarian Kawasan Warisan Geologi, namun penunjukan dan peruntukan kawasan fungsi tertentu dalam hal ini Gumuk pasir di wilayah Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul merupakan warisan geologi yang harus dilindungi karena Habitat Alami, belum ada aturan detailnya.

Terkait dengan Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, LBH Yogya menambahkan menurut ketentuan pasal 147 Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaran Penataan Ruang yang menyebutkan bahwa Peraturan zonasi kabupaten/kota meliputi teks zonasi dan peta zonasi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat dan peraturan zonasi digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian minimal 1:5.000.

“Sampai hari ini meski sudah ada Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 4 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten bantul tahun 2010–2030, faktanya belum ada sama sekali peraturan daerah tentang rencana detail tata ruang yang mengatur lebih lanjut dan detail peruntukan wilayah sesuai dengan fungsinya sebagai turunan dari Perda Nomor 4 Tahun 2011 Tentang RTRW Bantul. Sehingga tidak bisa ditentukan secara sepihak wilayah mana saja dengan batas-batasnya yang termasuk wilayah gumuk pasir yang harus dilindungi dan menjadi dasar alasan penertiban,” kata Sugiarto, dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta (LBH) Yogyakarta, dalam siaran persnya, Rabu (9/11/2016).

Sugiarto menerangkan terlihat kesimpangsiuran tentang penentuan wilayah dalam Perda Nomor 4 tahun 2011 tentang RTRW Bantul tahun 2010-2030, karena disebutkan wilayah gumuk pasir yang ada dan dilindungi hanya di Pantai Parangtritis serta ditetapkan sebagai kawasan strategis lingkungan, sedangkan wilayah Kretek sendiri ditetapkan sebagai wilayah strategis agropolitan di Kecamatan Kretek.

“Jelas tidak disebutkan sama sekali soal gumuk pasir di Parangkusumo ditetapkan sebagai kawasan lindung, sehingga penertiban/penggusuran dengan alasan perlindungan habitat alami gumuk pasir tetapi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan rencana tata ruang sebagai instrumen pengendalian pemanfaatan ruang sangatlah melanggar hukum dan jelas berpotensi melanggar hak asasi manusia apabila dilakukan, seperti resiko hilangnya hak milik dan hak atas pekerjaan,” katanya.

Ia menerangkan salah satu dasar penerbitan adalah adanya surat dari K.H.P. Wahonosartokriyo Kraton Ngayogyakarta atau Panitikismo Kraton Ngayogyakarta Nomor: 120/W&K/VII/2016 tertanggal 27 Juli 2016 tentang Perihal Penertiban Zona Gumuk Pasir di Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul. Surat tersebut ditujukan kepada Bupati Bantul. Sangatlah tidak berdasar hukum apabila didasarkan oleh Surat Dari K.H.P. Wahonosartokriyo Kraton Ngayogyakarta Atau Panitikismo Kraton Ngayogyakarta Nomor : 120/W&K/Vii/2016 sebab mereka bukanlah lembaga subjek hukum administrasi yang lebih tinggi kewenangan dari Pemda Bantul, serta juga bukan merupakan perintah undang-undang.

"Surat tersebut hanyalah surat yang tak bernilai secara hukum karena Kraton Ngayogyakarta Atau Panitikismo Kraton Ngayogyakarta hanya entitas privat yang tentunya tidak bisa mengintervensi kedaulatan Negara," tegasnya.

Rencana penertiban/penggusuran oleh pihak Pemkab Bantul dengan alasan perlindungan gumuk pasir yang telah menerbitkan Surat teguran 1, 2, 3 dan Surat Peringatan 1, 2 dan 3 serta surat pemberitahuan pengosongan dan pembongkaran bangunan, oleh LBH Yogya dianggap sebagai cacat hukum karena tidak berdasarkan prosedur yang benar menurut hukum dan melanggar hak asasi manusia.

Sementara itu, Aliansi Rakyat Menolak Penggusuran(ARMP) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, menyatakan beberapa hal, antara lain sebagai berikut:

1. Mengecam keras terhadap tindakan pemerintah DIY yang telah mengeluarkan surat pada bupati bantul untuk melakukan penertiban/penggusuran di kec.kretek kabupaten bantul.

2. Mengecam keras terhadap tindakan K.H.P. Wahonosartokriyo Kraton Ngayogyokarta yang telah mengeluarkan surat pada Bupati Bantul untuk melakukan penertiban/penggusuran di Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul.

3. Menegur keras Bupati Bantul terhadap rencana penertiban/penggusuran dengan alasan perlindungan gumuk pasir yang telah menerbitkan Surat teguran 1,2,3 dan Surat Peringatan 1, 2 dan 3 serta surat pemberitahuan pengosongan dan pembongkaran bangunan, jelas cacat hukum karena tidak berdasarkan prosedur yang benar menurut hukum.

4. Bupati bantul harus menghentikan proses penertiban yang cacat hukum untuk tidak melakukan tindakan eksekusi penggusuran secara paksa sebelum adanya kejelasan hukum status tanah dan peruntukan tata ruang di kawasan zonasi gumuk pasir berdasarkan UU tata ruang dan peraturan pelaksananya.

ARMP berharap Pemerintah Republik Indonesia, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, dan pemerintah Kabupaten Bantul mendesak agar rencana penertiban yang dilakukan oleh Pemkab Bantul tersebut segera dibatalkan karena cacat hukum dan bertentangan dengan hukum serta berpotensi terjadi pelanggaran hak asasi manusia.

Baca juga artikel terkait PENGGUSURAN atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh