Menuju konten utama

Penganut Kepercayaan Masih Alami Diskriminasi Kependudukan

Menurut Ombudsman RI saat ini masih banyak persoalan layanan publik yang dialami oleh kelompok masyarakat minoritas, seperti seperti terjadi pada kasus warga penganut Ahmadiyah di desa Manislor Kuningan.

Penganut Kepercayaan Masih Alami Diskriminasi Kependudukan
Petugas mengecek E-KTP usai pencetakan di Kecamatan Margadana, Tegal, Jawa Tengah, Kamis (1/9). ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah.

tirto.id - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dikabarkan tidak hadir pada acara bertajuk 'Pelayanan Publik untuk Masyarakat Minoritas’ yang diselenggarakan oleh Ombubsman RI, Kantor Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (6/12/2016).

Ketidakhadiran kedua kementerian ini disayangkan oleh Anggota Ombudsman RI, Ahmad Suaedy padahal pihaknya hendak membahas sejumlah permasalahan terkait layanan administrasi kependudukan (adminduk), pendidikan, dan layanan agama lainnya yang masih dialami oleh masyarakat minoritas.

“Kehadiran Kemendagri dan Kemendikbud hari ini seharusnya menjadi komitmen awal untuk bersama-sama menghapus diskriminasi dan memperbaiki penyelenggaraan pelayanan publik yang baik dan berkeadilan untuk seluruh warga negara,” Ujar Suaedy sebagaimana disampaikan dalam siaran pers, Selasa (6/12).

Suadey menjelaskan saat ini masih banyak persoalan layanan publik yang dialami oleh kelompok masyarakat minoritas, seperti seperti terjadi pada kasus warga penganut Ahmadiyah di desa Manislor Kuningan, kejadian yang dialami Zulfa di Semarang, dan masih banyak lagi.

“Berdasarkan data pemerintah sendiri, setidaknya ada kurang lebih 12 juta masyarakat penghayat kepercayaan dan minoritas agama yang terancam kehilangan atau kesulitan memperoleh hak-hak dasar lainnya seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan lain sebagainya karena terhambat dalam pelayanan adminduk,” sebutnya.

Salah satu peserta diskusi dari Jamaah Ahmadiyah Desa Manislor, Nurhalim, mengungkapkan bahwa masih terdapat 1.600 warga penganut Ahmadiyah di Desa Manislor yang belum diberikan KTP elektronik oleh Bupati Kuningan. Meskipun Kemendagri telah menyurati Bupati Kuningan, namun hingga saat ini Bupati masih bersikukuh mewajibkan agar warga Ahmadiyah menandatangani pernyataan tertentu terlebih dahulu.

Sebagaimana juga diungkap Suaedy dalam diskusi, selain dari sejumlah laporan dari berbagai media dan lembaga non-pemerintah, Ombudsman juga menerima laporan masyarakat/komunitas minoritas dan menangani kasus-kasus terkait dugaan maladministrasi pelayanan publik yang dialaminya. Salah satunya layanan adminduk bagi masyarakat Syiah di Sampang, layanan pembinaan kepercayaan Kaharingan di Kalimantan Tengah, dan layanan pencatatan sipil bagi masyarakat penghayat Sunda Wiwitan di Cigugur, Kab. Kuningan. Untuk mendorong perhatian pemerintah yang lebih serius, Ombudsman menyelenggarakan diskusi kali ini.

Sesuai dengan kewenangan Ombudsman RI dalam Pasal 8 UU 37 Tahun 2008, disebutkan bahwa, “Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, Ombudsman berwenang menyampaikan saran kepada penyelenggara layanan publik untuk perbaikan dan penyempurnaan pelayanan publik.”

Baca juga artikel terkait STANDAR PELAYANAN PUBLIK atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Arbi Sumandoyo
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH