Menuju konten utama

Pengamat Terorisme: Sebaiknya Hindari Perairan Rawan

Sebenarnya sudah ada moratorium dan larangan dari pemerintah untuk melewati daerah-daerah rawan. Itu semestinya ditaati.

Pengamat Terorisme: Sebaiknya Hindari Perairan Rawan
Ilustrasi teroris.

tirto.id - Pengamat terorisme dan intelijen Wawan Purwanto pada Senin (11/7/2016) di Jakarta mengimbau pelaut Indonesia agar mematuhi moratorium yang diberikan pemerintah untuk tidak melintasi perairan yang dinyatakan rawan demi menghindari penyanderaan oleh kelompok bersenjata.

"Sebenarnya sudah ada moratorium dan larangan dari pemerintah untuk melewati daerah-daerah rawan. Itu semestinya ditaati," ujar Wawan.

Jeda atau moratorium yang dimaksud adalah penghentian sementara waktu pengiriman batu bara dan larangan lalu lintas kapal di wilayah Filipina selatan seperti di sekitar Zamboanga dan Sulu.

Bahkan, penulis buku "Terorisme Undercover" ini melanjutkan, pemerintah Filipina sendiri mengalami kerepotan untuk menguasai wilayah tersebut dari para kelompok bersenjata.

Oleh karena itu, Wawan berharap para pelaut memilih jalur-jalur netral demi keselamatan. Indonesia, kata dia, tidak bisa melakukan apa-apa karena lautan di Filipina bagian selatan sudah masuk wilayah teritorial negara bersangkutan.

Pendapat senada diungkapkan oleh Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana.

Dia menuturkan, alasan ekonomi lazim menjadi alasan mengapa pelanggaran moratorium kerap terjadi.

"Kejadian penyanderaan terus berulang karena memang di sana itu 'jalur neraka'. Namun, repotnya, biasanya pemilik kapal dan nakhoda tidak taat pemerintah terhadap imbauan pemerintah demi alasan komersial," kata Hikmahanto.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pada Sabtu (9/7) sekitar pukul 20.33 waktu setempat, kapal pukat tunda LLD113/5/F yang berbendera Malaysia disergap oleh kelompok bersenjata di sekitar perairan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu, Malaysia. Kejadian itu sendiri baru dilaporkan oleh pemilik kapal pada Minggu (10/7).

Dari tujuh ABK yang ada di kapal itu, tiga orang diantaranya, yang seluruhnya adalah WNI, diculik dan kini disandera di wilayah Filipina bagian Selatan.

Kementerian Luar Negeri Indonesia langsung berkoordinasi dengan KBRI Kuala Lumpur, Konsulat di Tawau, KBRI Manila dan Konsulat di Davao pascalaporan kejadian untuk memantau perkembangan kasus ini.

Penyanderaan tersebut menambah jumlah WNI yang disekap oleh kelompok bersenjata di daerah Filipina selatan. Sebelumnya pada 20 Juni sebanyak tujuh warga Indonesia yang merupakan ABK Kapal Tugboat Charles 001 dan Kapal Tongkang Robby 152, disandera oleh kelompok bersenjata dan hingga kini belum dibebaskan.

Kejadian itu terjadi di Laut Sulu dalam dua tahap, yaitu pada 20 Juni sekitar pukul 11.30 waktu setempat dan sekitar 12.45 waktu setempat di Filipina selatan.

Baca juga artikel terkait HUKUM

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Rima Suliastini
Editor: Rima Suliastini