Menuju konten utama

Pengamat Nilai Jumlah Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Stagnan

Menurut Nirwono, jumlah Ruang Terbuka Hijau hanya tumbuh sekitar 0,08 persen dari era kepemimpinan mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.

Pengamat Nilai Jumlah Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Stagnan
(Ilustrasi) Jalan Sudirman-Thamrin di Jakarta, Selasa (18/4). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Jogo mengatakan jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jakarta cenderung stagnan dalam 5 tahun terakhir. Hal itu terjadi karena pembukaan RTH di Jakarta yang selalu mengalami hambatan dalam proses pembebasan lahan.

Nirwono menjelaskan, saat ini, RTH di Jakarta hanya mencapai 9,98 persen dari total keseluruhan wilayah Jakarta. Padahal, kata dia, persantase ideal RTH adalah 30 persen dari luas keseluruhan sebuah kota.

"Karena 9,98 persen. Idealnya dalam satu wilayah, RTH-nya itu 30 persen. Kalau kita lihat dari zaman Pak Foke [mantan Gubernur Fauzi Bowo] sampai sekarang, berarti pertumbuhannya hanya sekitar 0,08 persen. Karena pas Pak Foke 9,9 persen," kata Nirwono kepada Tirto, Jumat (19/5/2017).

Meski Pemprov DKI telah membangun 186 Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), ia mengatakan, hal itu tak lantas membuat jumlah RTH di Jakarta bertambah. Sebab, ada 3 hal mendasar yang membedakan antara RPTRA dengan RTH. Hal itu terletak pada fungsi dan pemeliharaan keduanya.

Dari segi fungsi, kata Nirwono, berdasarkan pasal 29 Undang-Undang Nomor 26/2007 tentang Tata Ruang, RTH merupakan ruang yang memiliki dua fungsi utama yakni daerah resapan air dan penyedia oksigen. Sementara, menurutnya, RPTRA dinilai lebih memiliki fungsi sosial dibandingkan lingkungan karena sebagian besar kavelingnya telah dibeton atau diperkeras. Hal itu lah yang membuat RPTRA tidak dapat dioptimalkan sebagai daerah resapan air dan penyedia oksigen atau paru-paru kota.

"70 persen kavelingnya itu diperkeras untuk, perpustakaan, plaza bermain dan sebagainya. Saya lihat lebih afdal kalau halamannya rumput karena bisa dengan mudah menyerap air. Makannya untuk fungsi sosial oke dan peruntukannya memang di pemukinan padat penduduk. Tapi kalau RTH, maksimal yang diperkeras itu enggak boleh dari 30 persen. 70 persennya barus hijau bahkan lebih besar lebih bagus," ungkapnya.

Sementara dari segi pemeliharaan, ia mengimbuhkan, RPTRA berada di bawah Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk, yang tak memiliki unit pemeliharaan seperti Dinas Pertamanan dan Pemakaman Jakarta.

Menanggapi hal tersebut, Pelaksana Tugas (plt) Gubernur Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan bahwa fungsi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) sudah sekaligus menjadi RTH.

Ia juga membantah anggapan bahwa RPTRA tidak berfungsi sebagai paru-paru kota dan tempat resapan. Sebab di beberapa RPTRA terdapat tanaman serta lubang biopori yang dibuat oleh kelompok Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK).

"Loh RPTRA itu apa bukan ruang terbuka hijau? Ya sama. Ruang terbuka hijau itu. Ada tamannya enggak? RPTRA itu juga dalam rangka membangun ruang terbuka hijau," kata Djarot di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (18/5/2017).

Seperti diketahui, saat ini terdapat 186 RPTRA yang telah dibangun di Jakarta. Sebanyak 123 RPTRA dibangun menggunakan Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara (APBD) DKI Jakarta, sementara 63 RPTRA dibangun menggunakan dana non-APBD seperti dana Corporate Social Responsibility (CSR).

Baca juga artikel terkait RPTRA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto