Menuju konten utama

Pengakuan Warga Ahmadiyah NTB: Intimidasi Libatkan Camat dan Aparat

Rekaman kesaksian warga asal Lombok Timur, NTB, mengungkapkan bahwa tindakan intimidasi ke anggota Jemaah Ahmadiyah melibatkan pejabat camat dan aparat keamanan.

Pengakuan Warga Ahmadiyah NTB: Intimidasi Libatkan Camat dan Aparat
Kondisi rumah setelah terjadinya perusakan dan pengusiran oleh massa terhadap 7 Keluarga penganut Ahmadiyah, di Dusun Grepek Tanak Eat, Desa Greneng, Kecamatan Sakra Timur, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat. FOTO/Doc.JAI.

tirto.id - Juru Bicara Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Yendra Budiana menyatakan serangan massa, yang merusak setidaknya 8 rumah milik warga Ahmadiyah di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), adalah ujung dari serangkaian tindakan intimidasi sejak Maret 2018.

Menurut Yendra, sebelum insiden di Dusun Grepek Tanak Eat, Desa Greneng, Kecamatan Sakra Timur terjadi pada akhir pekan kemarin, warga Ahmadiyah di daerah itu telah menerima intimidasi dari sejumlah pihak. Yendra menambahkan intimidasi dilakukan untuk memaksa para warga Ahmadiyah meninggalkan ajaran yang mereka yakini selama ini.

"Proses ini sudah dimulai bukan hanya tanggal 19 Mei saja. Ada beberapa kejadian sebelumnya dari mulai tanggal 6 Mei, juga ada bulan Maret. Ada dialog dan percobaan-percobaan yang dilakukan oleh pihak tertentu agar mereka keluar dari paham Ahmadiyah," kata Yendra di Kantor Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (21/5/2018).

Saat konferensi pers di Kantor Komnas Perempuan, Yendra sempat memperdengarkan rekaman kesaksian warga Ahmadiyah mengenai kronologi salah satu tindakan intimidasi. Menurut Yendra, kesaksian disampaikan oleh warga asal desa yang tidak menjadi sasaran penyerangan massa.

Dalam rekaman, warga yang identitasnya disembunyikan itu bercerita bahwa, pada tanggal 9 Mei 2018, ada surat panggilan kepada Jemaah Ahmadiyah di Kantor kepala Desa tempat mereka tinggal.

Kemudian, pada 11 Mei 2018, tiga orang perwakilan dari warga Ahamadiyah memenuhi undangan. Ternyata, dalam forum di kantor kepala desa, mereka disuruh “bertaubat” dan menjauhi paham Ahmadiyah.

"Di situ anggota disuruh bertaubat dan Pak camat bilang, kalau enggak mau bertaubat, akan diserahkan ke massa," kata warga itu.

Menurut dia, sempat terjadi keributan di Kantor Kepala Desa. Akhirnya, dia dan rekannya dibawa ke Polres Lombok Timur. Tetapi, di Polres Lombok Timur, mereka juga diminta untuk “bertaubat”. Bahkan, ada ancaman, mereka tidak bisa pulang jika tidak “bertaubat”.

"Sampai di Polres, didatangi lagi oleh Babinsa, Polres dan Ormas serta tokoh masyarakat, diminta lagi anggota suruh bertaubat, makanya kalau enggak mau bertaubat enggak bisa kembali ke rumah atau desa masing-masing," ujar dia.

Usai ada intimidasi, dia dan sejumlah warga Ahmadiyah lainnya memilih mengungsi ke kediaman keluarga masing-masing karena khawatir ada keributan.

"Sampai sekarang, anggota enggak ada yang berani pulang dan bersembunyi di rumah sanak saudaranya," kata dia.

Rangkaian intimidasi itu ternyata diikuti oleh aksi serbuan massa ke Dusun Grepek Tanak Eat, Desa Greneng, Sakra Timur, Kabupaten Lombok Timur. Serangan massa terjadi tiga kali, yakni pada Sabtu siang dan malam (19/5/2018), serta Minggu pagi (20/5/2018) sekitar pukul 06.30 WITA.

Serangan massa itu mengakibatkan 8 rumah milik anggota Jemaah Ahmadiyah rusak dan empat sepeda motor hancur. Selain itu, 24 penduduk dari tujuh keluarga harus dievakuasi dan terpaksa menginap di Mapolres Lombok Timur.

Menanggapi hal itu, Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengutuk tindakan intimidasi dan perusakan rumah-rumah milik warga Ahmadiyah di Kabupaten Lombok Timur.

"Atas nama Komnas HAM mengutuk keras peristiwa kekerasan yang menimpa saudara-saudara kita Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Lombok Timur karena itu serangan langsung terhadap hak-hak untuk kebebasan berbadah, berkeyakinan hak atas rasa aman dan hak untuk bebas dari rasa takut," kata Beka.

Baca juga artikel terkait PENYERANGAN AHMADIYAH atau tulisan lainnya dari Naufal Mamduh

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Naufal Mamduh
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Addi M Idhom