Menuju konten utama

Pengacara Miryam Sampaikan Tujuh Poin di Sidang Praperadilan

Tim Kuasa Hukum mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani, Aga Khan, menyampaikan tujuh poin permohonan praperadilan atas proses penetapan kliennya sebagai tersangka melawan KPK.

Pengacara Miryam Sampaikan Tujuh Poin di Sidang Praperadilan
Tersangka kasus dugaan memberi keterangan palsu dalam persidangan KTP-Elektronik Miryam S Haryani menggunakan rompi tahanan KPK dikawal petugas ketika keluar dari Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta, Senin (1/5) malam. ANTARA FOTO/Reno Esnir/pd/17.

tirto.id - Tim Kuasa Hukum mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani, Aga Khan, menyampaikan tujuh poin permohonan praperadilan atas proses penetapan kliennya sebagai tersangka melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/5/2017).

"Telah terbukti tindakan termohon yang menetapkan pemohon sebagai tersangka dengan dugaan memberikan keterangan palsu sebagaimana diatur dalam Pasal 22 jo. Pasal 35 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah tindakan yang bertentangan dengan Undang-Undang dan ketentuan Hukum Acara yang berlaku," kata Aga Khan, anggota kuasa hukum Miryam saat membacakan surat permohonan praperadilan itu.

Oleh karena itu, dikatakan Aga, penetapan tersangka Miryam tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor SprinDik28/01/04/2017 tanggal 5 April 2017 yang diterbitkan termohon patut untuk dinyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Ia mengatakan berdasarkan alasan tersebut di atas, maka sebagai pemohon pihaknya meminta kepada hakim dapat menerima dan mengabulkan permohonan kliennya.

"Kami juga menyatakan tidak sah penetapan tersangka atas nama pemohon Miryam S Haryani," tuturnya saat membacakan surat permohonan praperadilan.

Menurut Aga, pada 5 April 2017 telah dikeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik-28/01/04/2017 yang menetapkan Miryam sebagai tersangka pemberi keterangan palsu saat bersaksi di sidang e-KTP.

Surat perintah penyidikan yang dikeluarkan KPK tersebut, dikatakan Aga, tidak sah dan tidak berdasar hukum, oleh karenanya penetapan tersangka terhadap kliennya tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Karena surat perintah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum dan oleh karenanya penyidikan kasus tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat," tutur Aga.

Selain itu, Aga menyatakan segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh KPK yang berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap kliennya tidak sah.

"(Kami ingin) memulihkan hak-hak pemohon baik dalam kedudukan, harkat serta martabatnya dan ketujuh menghukum termohon untuk membayar ongkos biaya perkara," ucap Aga.

KPK menetapkan Miryam S Haryani sebagai tersangka memberikan keterangan tidak benar pada persidangan perkara tindak pidana korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Miryam disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

Dalam persidangan pada Kamis (23/3/2017) di Pengadilan Tipikor Jakarta diketahui Miryam S Haryani mengaku diancam saat diperiksa penyidik terkait proyek kasus KTP Elektronik (e-KTP).

Baca juga artikel terkait SIDANG PRAPERADILAN MIRYAM atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri