Menuju konten utama

Pengacara Buni Yani Menduga Kasus Kliennya Dipolitisasi

Salah satu anggota tim pengacara Buni Yani menuding ada pihak yang mempolitisasi kasus kliennya. Ia menilai tuntutan JPU terkesan mengada-ada.

Pengacara Buni Yani Menduga Kasus Kliennya Dipolitisasi
Terdakwa kasus dugaan pelanggaran UU ITE, Buni Yani mengikuti persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (3/10/2017). ANTARA FOTO/Agus Bebeng

tirto.id - Salah satu pengacara Buni Yani menyebut kasus yang menjerat kliennya dipolitisisasi oleh pihak-pihak tertentu sehingga persidangannya terkesan terlalu dipaksakan.

"Jadi ini tuntutan menandakan dari awal kasus ini dipaksakan terlalu politis. Untuk kasus Pak Buni ini memang luar biasa muatan politisnya," ujar pengacara Aldwin Rahadian saat menanggapi tuntutan yang dijatuhkan jaksa dalam persidangan di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, Selasa (3/10/2017).

Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Buni Yani hukuman dua tahun penjara serta dikenakan denda Rp100 juta dengan subsider tiga bulan kurungan atas dugaan pelanggaran UU ITE.

Menurutnya, tuntutan tersebut terlalu mengada-ada karena tidak sesuai dengan fakta yang ada di persidangan. Aldwin menambahkan, jika dibandingkan dengan kasus serupa tuntutan terhadap kliennya terlalu berat.

"Ini keliatan politisnya, kita sama-sama tahulah latar belakang dan sebagainya Jaksa Agung. Jadi ini tidak fair," kata dia.

Aldwin membandingkan kasus yang menjerat Buni Yani dengan kasus-kasus lainnya. Ia menyebut mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang dituntut penjara selama satu tahun dengan masa percobaan dua tahun.

Ia juga membandingkan kasus Ki Gendeng Pamungkas yang hanya mendapat hukuman satu tahun penjara. Berkaca pada tuntutan-tuntutan tersebut Aldwin menganggap apa yang dialami kliennya, tidak adil.

"Menurut saya dengan kondisi seperti ini, Indonesia sudah darurat penegakan hukum, tidak equal. Satu dengan yang lainnya berbeda penanganan hukumnya, ini udah enggak benar," kata dia, seperti dikutip Antara.

Buni Yani didakwa dengan pasal 32 ayat 1 jo pasal 48 ayat 1 yang berbunyi "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik".

Tuntutan tersebut sudah berdasarkan pertimbangan hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk memberatkan terdakwa memberikan keterangan berbelit-belit, perbuatan terdakwa dapat menimbulkan perpecahan antar umat beragama, tidak bersikap sopan saat persidangan, tidak menyesali perbuatannya, dan sebagai dosen tidak memberi contoh kepada masyarakat.

"Untuk hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya," ujar salah satu JPU Andi M. Taufik saat membacakan tuntutannya dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung pada Selasa (3/10/2017).

Baca juga artikel terkait KASUS BUNI YANI atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Hukum
Reporter: Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra