tirto.id - Direktur Eksekutif ReforMiner, Komaidi Notonegoro mengatakan penerbitan izin tambang migas dan minerba di sejumlah daerah seringkali berkaitan dengan kepentingan politik kepala daerah setempat.
Menurut Komaidi, ada banyak kepala daerah yang mengincar pundi-pundi uang dari izin tambang. Hal itu, kata dia, terlihat dari meningkatkan izin-izin tambang selama Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Hal itu terjadi pada Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
“Pengeluaran IUP, IPR dan IUPK berbanding lurus dengan hajatan politik di daerah. Mendekati Pilkada jumlah izin meningkat,” ucap Komaidi dalam diskusi bertajuk “Demokratisasi Pengelolaan Sumber Daya Alam” di Hotel Le Meridien pada Kamis (28/3).
Komaidi mengatakan, penerbitan izin itu berkaitan dengan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Dana Bagi Hasil wilayah pertambangan. Rincian pembagian hasil minyak dan gas, kata dia, bergantung pada wilayah atau setidaknya mendapat 3-12 persen dari porsi penerimaan gas yang menjadi hak daerah.
Sementara pertambangan minerba, rinciannya dapat mencapai 18 persen untuk provinsi. Lalu 32 persen-80 persen untuk wilayah setingkat kabupaten/kota.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Riset Habibie Center, Mohammad Hasan Ansori juga melihat adanya konsekuensi negatif dari perilaku itu.
Pasalnya, kata Hasan, keputusan pemberian izin tambang itu rentan dimanfaatkan oleh kepala daerah yang mengharapkan dukungan dari perusahaan tambang terutama untuk menyukseskan pencalonannya.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Hasan mengatakan, izin pertambangan juga kerap menjadi “barter” antara pengusaha dan kepala daerah yang ingin mencalonkan diri sebagai bentuk dukungan.
Bila pengusaha mau mendukung, kata dia, maka izin pertambangan dapat segera diterbitkan baik sebelum maupun sesudah pemilihan.
“Dukungan finansial dalam proses Pilkada calon pemenangan cenderung memprioritaskan IUP yang memberi dukungan. Menjelang Pemilukada DPR DPRD kadang negosiasi kencang sekali,” ucap Hasan.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Alexander Haryanto