Menuju konten utama

Penembakan Kantor MUI Tak Terjadi Bila Surat Mustofa Direspons

Kasus penembakan gedung MUI menjadi pelajaran penting agar semua pihak tidak sekali-kali menyepelekan ancaman kekerasan.

Penembakan Kantor MUI Tak Terjadi Bila Surat Mustofa Direspons
Petugas Inafis memeriksa tempat kejadian perkara (TKP) dugaan penembakan di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Jakarta, Selasa (2/5/2023). ANTARA FOTO/ Asprilla Dwi Adha/tom.

tirto.id - Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri menyorot soal kasus penembakan kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menurut Reza, kasus penembakan gedung MUI menjadi pelajaran penting agar semua pihak tidak sekali-kali menyepelekan ancaman kekerasan. Apalagi ancaman kekerasan berupa pembunuhan.

Mustofa diketahui sempat mengirim surat ancaman ke kantor MUI, namun kecewa karena tak pernah mendapatkan tanggapan.

"Seandainya surat atau ancaman pertama dari si pelaku sudah disikapi serius, maka seharusnya tidak terjadi penembakan itu," kata Reza dalam keterangannya, Kamis (4/5/2023).

Reza menilai pelaku penembakan itu dapat disebut sebagai residivis, karena dia juga pernah melakukan kejahatan dan divonis bersalah beberapa waktu silam. Mustofa diketahui juga pernah melakukan tindak pidana pada 2016 lalu, yakni pernah melakukan pengerusakan di Kantor DPRD Provinsi Lampung. Mustofa ditangkap dan telah menjalani hukuman lima bulan penjara. Dengan status pelaku sebagai residivis, muncul dua persoalan.

"Pertama, dalam putusan hakim sebelumnya, apakah hakim juga mendorong pelaku untuk menjalani rehabilitasi atas indikasi ketidakwarasannya?" jelas Reza.

Perintah sedemikian rupa tercantum dalam Pasal 44 ayat (2) KUHP. Jadi, tidak berhenti hanya pada vonis bersalah dan menentukan hukuman bagi terdakwa, putusan hakim sepatutnya memuat keharusan bagi terdakwa yang punya masalah mental untuk berobat.

"Kedua, terhadap pelaku [terpidana] semestinya juga diselenggarakan penakaran risiko atau risk assessment oleh Kemenkumham. Dengan penakaran risiko, otoritas penegakan hukum bisa memprediksi bahwa pelaku berisiko tinggi mengulangi perbuatan jahatnya," terang Reza.

Alhasil, selaku korban, MUI dan publik patut mendapat penjelasan seberapa jauh lembaga-lembaga penegakan hukum, utamanya Mahkamah Agung dan Kemenkumham, sudah memperlakukan pelaku secara tepat. Sekiranya kedua institusi tersebut telah bekerja sebagaimana mestinya, kemungkinan residivisme pelaku dapat ditekan.

"Penembakan dapat ditangkal, MUI pun dapat terlindungi sehingga tidak menjadi korban," jelasnya.

Penembakan terjadi pada Selasa, 2 Mei 2023, sekitar pukul 11.00 WIB. Pelaku menembak pintu kaca gedung menggunakan airsoft gun. Kemudian ia sempat lari usai beraksi, namun berhasil dibekuk petugas keamanan MUI.

Kini polisi masih mengusut perkara. Mereka mencari tahu latar belakang pelaku, asal muasal airsoft gun yang dimiliki, serta hal lain yang dianggap masih berkelindan dengan pelaku bernama Mustofa. Pelaku merupakan warga Kabupaten Pesawaran, Lampung, usia 60 tahun.

Baca juga artikel terkait KASUS PENEMBAKAN KANTOR MUI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto