Menuju konten utama

Peneliti Sebut Format Debat Kandidat Pemilu 2019 Harus Berubah

Mada Sukmajati menganggap, debat kandidat pemilu 2019 harus berubah agar tidak monoton dan terlalu formal.

Peneliti Sebut Format Debat Kandidat Pemilu 2019 Harus Berubah
Pasangan Capres-Cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (kedua kiri)-Maaruf Amin (kiri) dan nomor urut 02 Prabowo Subianto (ketiga kiri)- Sandiaga Uno (kanan) berbincang saat menghadiri Deklarasi Kampanye Damai dan Berintegritas di kawasan Monas, Jakarta, Minggu (23/9). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/kye/18

tirto.id - Peneliti politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati menganggap, harus ada perubahan format debat kandidat pemilu presiden 2019. Menurutnya, format debat kandidat yang berlaku selama ini monoton dan terlalu formal.

"Perlu re-design debat pilpres yang menurut saya ada banyak kekurangan dari debat model lama, yang lima kali dan sangat monoton serta formalistik juga dimensi show-off force pendukungnya sangat kuat. Kita perlu meminimalisir sifat-sifat seperti itu untuk debat pilpres tahun depan," ujar Mada kepada Tirto, Minggu (21/10/2018).

Menurut Mada, debat kandidat pilpres 2019 harus dilakukan di luar lokasi seperti hotel. Acara itu juga disarankan dilakukan tak hanya di Pulau Jawa.

Dia berkata, pelaksanaan debat kandidat harusnya dilakukan di lokasi yang dekat dengan masyarakat. Acara itu bisa dilakukan di kampus, lapangan, atau kawasan pemukiman.

Usul itu disampaikan Mada menanggapi munculnya wacana penyelenggaraan debat kandidat di lingkungan kampus. Dia berkata, wacana itu bisa menjadi solusi atas monotonnya lokasi pelaksanaan debat kandidat selama ini.

"Di proses itu jangan hanya sepihak dari peserta ke penonton, tapi juga ada dialog sehingga penonton bisa beri masukkan dan debatnya harus bersifat dialogis," ujar Mada.

Meski yakin adanya dampak positif, pelaksanaan debat kandidat di kampus juga dianggap dapat membawa kerugian. Menurut Mada, jika pelaksanaan debat di kampus maka undangan acara kemungkinan besar akan sangat terbatas, yakni hanya untuk kelompok intelektual.

"Makanya, ini kan hanya salah satu usul format saja dari 5 kali debat. Jadi 5 kali putaran debat itu mungkin dibuat ada [penyelenggaraan di lokasi] kelompok intelektual, marginal, dan lain-lain sehingga prinsip inklusifitas dijunjung tinggi," tuturnya.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Politik
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Yandri Daniel Damaledo