Menuju konten utama

Peneliti KITLV: Kelas Menengah Indonesia Tolak Pasar Bebas

Prof Gerry van Klinken, peneliti Belanda, melalui penelitiannya mengungkap kelas menengah Indonesia cenderung nasionalis, memiliki kemandirian kuat, dan menolak pasar bebas.

Peneliti KITLV: Kelas Menengah Indonesia Tolak Pasar Bebas
Ilustrasi Kepadatan pemukiman Kota Balikpapan. ANTARA FOTO/Saptono

tirto.id - Prof Gerry van Klinken, peneliti Belanda, melalui penelitiannya mengungkap kelas menengah Indonesia cenderung nasionalis, memiliki kemandirian kuat, dan menolak pasar bebas.

"Kelas menengah Indonesia juga memiliki kemandirian yang kuat, menolak pasar bebas, suka demokrasi untuk mengontrol elite," ujar Prof Gerry dalam seminar internasional yang digelar Komunitas Baca Rakyat (Kobar) di Auditorium UIN Sunan Ampel Surabaya, Selasa (1/3/2016).

Peneliti dari Koninklijk Instituut voor Taal, Land-en Volkenkunde ( KITLV) Leiden Belanda itu juga menyebut menyebut kelas menengah Indonesia itu unik.

"Kelas Menengah di Indonesia sangat berbeda dengan di Amerika Utara dalam melihat negaranya," ucap Prof Gerry.

Penulis buku The Making of Middle Indonesia dan In Search of Middle Indonesia itu menjelaskan kelas menengah Indonesia berbeda dengan kelas menengah di Amerika Utara yang cenderung tidak butuh kehadiran negara.

Tapi di Indonesia, kata Prof Gerry, kelas menengah memiliki kecenderungan masih mencintai negeri sendiri, meskipun mereka sudah mandiri tanpa kehadiran negara.

Untuk sampai pada kesimpulannya itu, Prof Gerry mengakui mengambil sampel kelas menengah di kota-kota menengah di Indonesia, seperti Kupang, Pontianak, Cilegon, Pekalongan, Kebumen, dan Ternate.

"Perilaku masyarakat kelas menengah di Indonesia itu berpengaruh pada kota-kota menengah dan di Indonesia ada 200-an kota menengah, tapi kami mengambil beberapa sampel saja," ujarnya.

Prof Gerry juga menyebut perilaku kelas menengah bawah memiliki beberapa ciri khas, yakni cenderung konservatif dalam beragama, memiliki jaringan lokal kuat, pendapatan kurang menentu, dan menguasai daerah.

"Data ADB menyebut 25 persen kelas menengah pada tahun 1999 dan menjadi 34 persen di tahun 2009, lalu tahun 2012 menjadi 45 persen, tapi jumlah itu belum sepenuhnya akurat di lapangan saat kami melakukan penelitian sendiri," paparnya.

Baca juga artikel terkait GERRY VAN KLINKEN atau tulisan lainnya

Reporter: Agung DH