Menuju konten utama

Peneliti CIDES Nilai Pilkada Satu Calon karena Parpol Tidak Siap

Hadar menilai pilkada dengan satu calon merupakan bentuk ketidaksiapan partai politik.

Peneliti CIDES Nilai Pilkada Satu Calon karena Parpol Tidak Siap
(Ilustrasi) warga memasukkan surat suara ke dalam kotak di Tempat Pemungutan Suara (TPS). ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin.

tirto.id - Peneliti Centre for Information and Development Studies (CIDES), Hadar Nafis Gumay menyayangkan banyaknya daerah yang menyelenggarakan Pilkada dengan satu calon. Menurutnya, itu merugikan masyarakat.

"Masyarakat menjadi seolah dipaksa memilih satu kandidat," kata Hadar kepada Tirto, Kamis (11/1/2018).

Meskipun menurutnya dalam undang-undang pemilu masyarakat telah diberi ruang untuk tidak menyetujui kandidat tersebut dengan tetap menyelenggarakan pemilihan melawan kotak kosong.

"Kalau nanti lebih banyak yang tidak setuju pemilu bisa diulang," kata Hadar.

Dalam hal ini, Hadar menilai pilkada dengan satu calon merupakan bentuk ketidaksiapan partai politik (Parpol). Pasalnya, fungsi parpol adalah untuk menyampaikan aspirasi politik masyarakat dengan cara menyiapkan sosok calon kepala daerah yang akan dipilih masyarakat.

"Karena mereka tidak mempunyai calon yang dianggap pantas dan akhirnya bersikap pragmatis dengan beramai-ramai mendukung satu calon yang kuat agar tetap mendapat bagian," kata Hadar.

Ketidaksiapan ini, menurut Hadar, seharusnya tidak perlu terjadi. Karena, parpol sudah mengetahui sejak lama jadwal pelaksanaan pilkada serentak. "Harusnya parpol bisa menyiapkan diri sejak jauh-jauh hari. Tidak ada alasan untuk tidak siap," kata Hadar.

Sebagai solusi terhadap hal ini, kata Hadar, pemerintah harus mengubah undang-undang pemilu yang ada dengan menitik beratkan keharusan parpol menyiapkan calon kepala daerah. Misalnya, adanya aturan pembatasan jumlah threshold untuk satu kandidat calon.

"Bisa diberi batasan satu kandidat maksimal mendapat 30 persen dukungan. Jadi tidak ada calon yang mendapatkan dukungan 100 persen," kata Hadar.

Selanjutnya, menurut Hadar, pemerintah juga bisa memberlakukan sistem hukuman bagi parpol dalam pilkada. Untuk parpol yang tidak mengusung calon dalam pilkada bisa diberi sanksi tidak boleh mengikuti pilkada selanjutnya.

"Untuk parpol yang bisa mengusung calon juga harus diberi hadiah," kata Hadar.

Namun, Hadar menyatakan, saat ini sudah tidak tepat lagi memperdebatkan perihal pelaksanaan Pilkada dengan satu kandidat. Pasanya, proses sudah berjalan. "Lebih baik meyakinkan pemilih bahwa mereka bisa menyatakan ketidaksetujuan. Tidak harus memilih kandidat itu," kata Hadar.

Sebagai catatan, dalam Pilkada serentak 2018 ada 13 kabupaten/kota yang hanya menyediakan satu kandidat calon, yaitu: Kabupaten Lebak, Kabupaten Tapin, Kota Prabumulih, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Mamasa, Kabupaten Puncak, Kabupaten Jayawijaya.

Baca juga artikel terkait PILKADA SERENTAK 2018 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto